Tinta Media - Kenaikan bahan makanan pokok merupakan kabar yang sangat menyedihkan bagi masyarakat, terlebih lagi masyarakat menengah ke bawah. Pasalnya untuk memenuhi kebutuhan hidup saja mereka harus jungkir balik, ditambah lagi beban mereka dengan kenaikan bahan makanan pokok saat ini berupa gula.
Harga gula mulai hari Jumat (19/4/2024) mengalami kenaikan bahkan pecah rekor. Harga rata-rata harian nasional di tingkat eceran naik Rp 20 ke Rp 18.090/kg. Sepekan lalu, 12 April 2024, harga gula masih Rp 17.950/kg.
Bila dilihat dari rata-rata bulanan, harga gula saat ini justru melampaui harga tertinggi di tahun 2023, yang tercatat pada tahun tersebut mencapai Rp 17.270/kg di bulan Desember. Pada bulan April 2024 harga rata-rata bulanan nasional tercatat di Rp 17.975/kg, melonjak naik dari sebulan sebelumnya di Rp 17.820/kg. Harga gula ini melonjak sejak bulan Agustus 2023 lalu, yang tercatat masih di Rp 14.700/kg. Dengan kata lain, harga rata-rata bulanan sudah mengalami kenaikan sekitar 22,10%.
Menurut ketua umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menyatakan, kenaikan harga gula terjadi sebab ketersediaannya yang kurang, ditambah pemerintah tidak memiliki stok atau Cadangan gula nasional. Akibatnya saat harga gula melonjak perintah tidak dapat melakukan intervensi harga. Dilansir dari CNBC Indonesia, Jumat (19/4/2024).
Sejatinya gula mahal sebab tata kelola pangan yang kini berbasis pada kapitalisme global. Mulai dari produksi hingga pendistribusiannya telah dimonopoli oleh para kapitalis. Bahkan praktik permainan harga dan penimbunan bahan makanan pokok pun tak luput dilakukan oleh para oligarki. Sebab dalam sistem kapitalis keuntunganlah tujuan utama mereka. Sehingga berbagai cara akan dilakukan oleh mereka asalkan mereka mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Mirisnya solusi yang pemerintah kerahkan dalam menuntaskan problem kenaikan gula saat ini tidaklah efisien. Pasalnya Solusi yang diberikan ialah hanya dengan melakukan pematokan harga gula konsumsi di tingkat ritel/ konsumen yang kurang lebih sebesar Rp 17.500/kg. Sedangkan untuk wilayah Maluku, Papua, dan wilayah 3TP (Tertinggi, Terluas, Terpencil, dan Perbatasan). Harga gula konsumsi di Tingkat ritel atau konsumen sebesar Rp 18.500/kg.
Bodohnya negara, justru membuka pintu impor gula tanpa memiliki simpanan stok atau Cadangan gula dalam negeri. Akibatnya ketika permintaan gula meningkat dan stok gula mulai menipis kenaikan harga gulalah yang dijadikan sebagai Langkah para pedagang.
Inilah gambaran jika Negara bukan sebagai pelayan rakyat, melainkan keberadaannya yang lebih sebagai Reinventoing Government. Negara hanya bertindak sebagai regulator yang tunduk kepada kepentingan kapitalis semata.
Sebaliknya, kenaikan harga gula tidak akan terjadi, bila negara menjadikan Sistem Islam sebagai pedoman hidup. Lantaran penguasa(negara) akan bertanggung jawab penuh dalam memelihara urusan rakyat. Hal ini dipertegas juga dengan hadits yang berisi ancaman berat bagi penguasa yang tidak mampu meriayah rakyatnya dengan baik, sebagaimana sabda Rosul
”Tidak ada seorang hamba yang dijadikan Allah mengatur rakyat, kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya (tidak menunaikan hak rakyatnya) kecuali Allah akan mengharamkan dia langsung masuk surga” (HR Muslim).
Negara Islam juga memiliki berbagai mekanisme untuk mengatasi kenaikan harga gula, seperti:
Dengan negara memastikan ketersediaan bahan pangan bagi rakyatnya, dengan begitu Masyarakat tidak akan mengalami kekurangan stok bahan pangan yang akhirnya mengakibatkan harga bahan pangan meningkat.
Negara melalui qodhi nisbah melakukan penetapan harga sesuai dengan mekanisme pasar, dengan begitu tidak akan nada pedagang yang menjual bahan pangan melebihi harga yang telah ditetapkan oleh qodhi tersebut.
Negara juga harus mendorong masyarakat agar mereka memiliki kemandirian untuk memproduksi gula sendiri, ditambah negara menyediakan lapangan pekerjaan untuk mempraktikkan produksi gula dalam negeri ini.
Ketika negara sudah mampu memproduksi gula sendiri, negara tidak perlu melakukan impor gula, lantaran hal tersebut mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri.
Beginilah bila sistem Islam dijadikan pedoman, tidak akan ada Masyarakat yang mengalami kenaikan harga bahan pangan, jadi hanya dengan Khilafah semua problematika umat akan terselesaikan. Wawlahua’lam bissowab.
Oleh: Syifa Rafida
Sahabat Tinta Media