Tinta Media - Beberapa minggu ini berita mengenai Bea Cukai ramai diperbincangkan. Hal ini disebabkan Bea Cukai mengenakan biaya masuk (Bea Cukai) terhadap barang yang berasal dari negara lain (impor) dengan tarif yang melebihi harga dari barang itu sendiri. Kita bisa lihat dari tiga kasus yang viral. Pertama, kasus sepatu impor yang dibeli seharga Rp.10 juta dikenakan bea masuk sebesar Rp.31,8 juta. Kedua, Pengiriman barang mainan robot yang dikirim untuk konten review oleh Youtuber Medy Renaldy dikenakan bea masuk yang berbeda dengan harga yang sebenarnya. Dan yang ketiga, terdapat barang impor berupa keyboard sebanyak 20 buah yang sebelumnya diberitakan sebagai barang kiriman oleh Perusahaan Jasa Titipan (PJT) pada 18 Desember 2022. Adapun belakangan baru diketahui ternyata barang kiriman tersebut merupakan barang hibah. Setalah 2 tahun, baru lah diserahkan barang tersebut kepada sekolah SLB yang bersangkutan.
Kejadian ini membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menemui pimpinan Direktorat Jendral Bea Cukai Kementerian Keuangan di Kantor Bea cukai Soekarno Hatta pada Sabtu malam, 27 April 2024 untuk merespons keriuhan tiga kasus ini. Ia menginstruksikan Bea Cukai untuk proaktif memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kebijakan-kebijakan dari berbagai kementerian dan lembaga yang harus dilaksanakan oleh Bea cukai sesuai mandat Undang-undang. Ia mengatakan bahwa Bea Cukai adalah trade facilitator (fasilitator perdagangan), Industrial assistance (mendukung industri dalam negeri), community protector (menjaga masyarakat) dan revenue collector (menghimpun pendapatan dari bea masuk atau pajak). Keempat tugas ini dimandatkan dalam Undang-Undang.
Jika kita telaah dari tugas yang dimandatkan oleh Undang-undang untuk Bea Cukai maka kita dapat simpulkan bahwa Bea Cukai posisinya sama dengan pajak yakni sama-sama menjadi sumber pemasukan APBN. Hal ini wajar dalam sistem ekonomi kapitalis. Sistem kapitalis yang berdiri atas dasar materi (untung/rugi). Sehingga tak heran bea cukai pun menjadi lahan bisnis pengusaha terhadap rakyatnya. Istilah yang sering kita dengar untuk yang bekerja di bea cukai merupakan “lahan Basah”. Namun dengan viralnya kasus yang terjadi saat ini bea cukai pun disebut warganet dengan sebutan “tukang palak berseragam” atau “pemalak legal”.
Bea Cukai dalam Islam
Sistem Islam yang sempurna dan paripurna yang berasal dari sang Khaliq telah menetapkan segala aturan di semua lini kehidupan tak terkecuali dalam hal sistem ekonomi. Dalam sistem ekonomi Islam bea cukai bukan sumber pemasukan dalam APBN. Dalam sistem ekonomi silam jalur pemasukan kas negara bisa dari zakat, ghanimah, fai, kharaj, usyr, jizyah, khumus, rikaz serta tambang.
Cukai (maks) adalah harta yang diambil dari komoditi yang melewati perbatasan negara, komoditi tersebut keluar masuk melewati perbatasan tersebut. Nah, inilah yang kita sebut perdagangan luar negeri (perdagangan internasional). Islam memiliki aturan yang rinci untuk hal ini. Dalam sistem perdagangan luar negeri ini Islam tidak melihat komoditinya tapi melihat pelakunya. Bagi sesama pedagang muslim dan ahlul dzimmah (orang kafir yang tinggal di Khilafah dan taat terhadap aturannya) hukumnya haram memungut cukai untuk komoditi mereka baik komoditi tersebut masuk ke wilayah khilafah maupun keluar dari khilafah dengan syarat komoditi tersebut tidak digunakan untuk melawan kaum muslim. Karena dalam Islam terdapat dua wilayah yakni dar Islam dan dar kufur maka komoditi tadi keluar masuk dari dar Islam (khilafah) ke dar kufur. Dar kufur ini adalah yang secara de jure (secara hukum) memerangi kaum muslim bukan dar kufur secara de facto (secara fakta) sebagaimana 15r431 sehingga dengan dar kufur ini haram untuk menjalin hubungan perdagangan dengannya.
Selanjutnya, jika pelaku bisnisnya kafir muwahid yang mana mereka memiliki perjanjian dengan khilafah maka cukai yang dikenakan pada mereka sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati. Sedangkan untuk kafir harbi maka diperbolehkan untuk memungut cukai namun jumlahnya disesuaikan berdasarkan pungutan negaranya kepada pedagang muslim. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Mujliz lahiq bin Humaid yang mengatakan “Mereka bertanya kepada Umar ra., “Bagaimana kita harus memungut dari warga negara kufur jika memasuki (wilayah) kita? Umar ra menjawab, ‘Bagaimana mereka memungut dari kalian jika kalian memasuki (wilayah) mereka?’, mereka menjawab, ‘mereka (kaum kufur) memungut tarif bea masuk sebesar 1/10.’ Umar ra berkata, kalau begitu, sebesar itu pula kalian mengambil dari mereka,’(Ibnu Qudamah di dalam kitab Al-Mughni)
Hal ini hanya dapat terwujud dengan adanya khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah yang menjadi perisai bagi umat dalam menjalankan syariat Islam yang telah ditetapkan sang Khaliq sehingga hidup menjadi sejahtera dan kita semua mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi.
Penulis : Ria Nurvika Ginting, SH, MH