Tinta Media - Kriminalitas semakin meningkat, baik yang menimpa orang dewasa, remaja, atau anak-anak, laki-laki maupun perempuan. Dikutip dari kompas.com (Selasa, 29/8/2023), jumlah anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Kepolisian Republik Indonesia (Polri), tercatat sebanyak 3.964 ABH pada 2017. Angka tersebut melonjak hampir tiga kali lipat pada 2018, yakni 9.387 ABH. Kemudian, turun menjadi 6,963 ABH pada 2019 dan kembali naik menjadi 8.914 ABH.
Definisi ABH sendiri diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Pasal tersebut menyebutkan bahwa ABH adalah anak yang sedang berkonflik dengan hukum atau sebagai pelaku, anak korban, dan anak saksi dalam tindak pidana. Kategori ABH mencakup usia 12 tahun hingga 18 tahun dengan tindak kriminal yang beragam.
Dari data di atas, sudah seharusnya hal ini menjadi perhatian serius. Tingginya kasus kriminalitas di berbagai lapisan masyarakat serta dari berbagai latar belakang pendidikan dan lingkungan semakin mengkhawatirkan.
Sekularisme dan Kapitalisme Penyebab Utama
Berbagai peristiwa kriminal ini semakin meningkat tentunya disebabkan dari berbagai faktor. Sekularisme_memisahkan agama dari kehidupan_ dan ideologi kapitalismelah yang merupakan penyebab utama dari tindak kriminalitas yang terjadi. Sehingga, orang tua, lingkungan, dan negara tidak bisa memberi perlindungan dan keamanan yang seharusnya menjadi hak anak, dan masyarakat.
Tidak dimungkiri, memang orang tua tidak lagi fokus mengarahkan atau mendidik anak-anak untuk mempunyai kepribadian Islam. Orang tua saat ini hanya fokus memberikan fasilitas materi semata.
Hidup dalam sistem kehidupan sekularisme kapitalis ini memang membuat manusia hidup hanya mengejar materi semata. Visi dan misi hidup seolah-olah cukup dengan mengejar kebahagiaan dunia yang jelas-jelas hanya kebahagiaan semu. Peran seorang ibu pun saat ini terkikis akibat turut membantu mencari materi.
Nyatanya, saat ini banyak laki-laki atau kepala rumah tangga yang tidak bekerja lantaran sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Walhasil, peran ibu yang seharusnya sebagai ummun warabbaatul bait (ibu yang mengatur dan mengurus rumah tangga) harus dikesampingkan demi menjadi tulang punggung keluarga.
Sehingga, pendidikan anak pun hanya dibebankan kepada pihak sekolah saja. Padahal, sistem pendidikan sekarang ini tidak mampu mengarahkan si anak untuk mempunyai kepribadian Islam, tetapi justru diarahkan untuk memisahkan antara urusan dunia dan agama.
Lingkungan pun jauh dari kata peduli. Mereka lebih memilih acuh terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Semua ini terjadi karena masyarakat saat ini hanyalah terdiri dari individualis-individualis yang mementingkan diri sendiri.
Di samping itu, buruknya sistem pergaulan hari ini pun turut menyumbang makin banyaknya kejahatan, seperti pencurian, tawuran, bullying, pemerkosaan, judi slot, mabuk, sek bebas, narkoba, dan lain sebagainya. Ini bisa jadi diakibatkan karena salah dalam bergaul. Mereka tidak bisa membentengi diri terhadap pengaruh lingkungan dan tontonan.
Anak yang salah bergaul akan mudah terjebak dalam lingkungan yang salah. Begitu juga terkait negara yang minim perannya dalam mengedukasi masyarakat dan mengawasi tontonan anak. Selain itu, tidak ada sanksi tegas bagi pelaku, terlebih lagi bagi mereka yang dianggap masih di bawah umur, sehingga membuat situasi ini semakin parah.
Islam Solusinya
Dalam Islam, keluarga akan fokus mendidik anak-anak untuk meletakkan dasar agama. Dalam sistem Islam, kebutuhan sekunder dan primer akan terpenuhi, sehingga orang tua akan fokus berperan sesuai fungsinya berdasarkan syariat.
Maka, seorang ayah di samping berkewajiban mencari nafkah untuk keluarganya, ia tidak akan lalai dalam membimbing keluarganya. Seorang ibu berperan sebagai madrasah al-ula bagi anak anaknya. Mereka sadar sepenuhnya akan tanggung jawab utama terhadap anaknya.
Sebagaimana firman Allah, artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim: 6).
Lingkungan pun akan menjalankan perannya sebagai kontrol dalam masyarakat. Ini karena individu-individu yang bertakwa akan membentuk lingkungan dan peradaban Islam.
Ideologi Islam yang diterapkan dalam kehidupan akan membentuk manusia yang peduli terhadap lingkungan. Kewajiban menjalankan amar makruf nahi munkar adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim.
Setiap muslim akan menjadi manusia bertakwa karena senantiasa merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wata'alah. Ia tahu visi hidup sesungguhnya hanya untuk meraih rida Allah semata.
Negara menerapkan syariat Islam kaffah dalam kehidupan. Pastinya negara akan bertanggung jawab terhadap kehidupan rakyat, baik urusan dunia maupun akhirat. Negara akan menjalankan tugasnya dengan memberikan jaminan kesejahteraan, pendidikan, dan perlindungan secara penuh.
Sumber daya alam yang melimpah akan diurus dan dikelola sesuai dengan syariat Islam sehingga bisa memberi kesejahteraan pada rakyat. Dengan begitu, orang tua pun bisa menjalankan amanah terhadap keluarganya.
Negara juga akan terus berperan dalam mengedukasi masyarakat tentang syariat Islam. Negara akan meletakkan dasar pendidikan sesuai agama Islam sehingga manusia mempunyai pola pikir dan pola sikap sesuai syariat Islam (berkepribadian Islam).
Konten-konten sampah yang memberikan dampak buruk pun akan ditutup. Media sosial, baik online atau cetak hanya akan menyiarkan kemuliaan ajaran Islam.
Dengan demikian, insya Allah semua tindak kriminalitas ini akan diatasi dengan mudah dan tuntas. Tentu saja negara akan memberikan sanksi tegas terhadap perilaku maksiat ataupun pelaku kriminal. Tidak ada lagi istilah anak yang berkonflik dengan hukum. Ini karena umur tidak bisa dijadikan rujukan apakah pelaku masih di bawah umur sehingga mereka diberikan keringanan hukum bahkan bebas dari jeratan hukum.
Di dalam Islam, ketika sudah baligh dan berakal, maka seseorang sudah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Di dalam Islam, pelaku kriminalitas akan dihukum sesuai sanksi dalam Islam. Ketika hukum Islam diterapkan, tentunya ada kemaslahatan umat.
Hukum uqubat atau sanksi Islam terdiri dari hudud, jinayah, ta'zir dan mukhalafat yang masing-masing sudah dirinci sesuai syariat Islam.
Misalnya, di dalam hudud, yang melanggar akan dihukum sesuai kejahatan yang diperbuat. Seperti pencuri akan dihukum dengan potong tangan, pezina akan dijilid atau dirajam, dan lain sebagainya. Pembunuh akan diqishas. Pemabuk dan penjudi akan dikenakan hukuman ta' zir oleh pemimpin atau khalifah. Sehingga, ketika hukum Islam diberlakukan, akan ada efek jera (zawajir) sekaligus penebus dosa (jawabir) bagi pelakunya. Wallahu'alam bisshawab.
Oleh: Emmy Rina Subki
Sahabat Tinta Media