Tinta Media - Skandal kasus korupsi timah yang menyebabkan kerugian negara mencapai 271 triliun tidak mungkin dilakukan secara sendiri.
"Ini (kasus korupsi timah 271 triliun) tidak mungkin dilakukan secara sendiri. Itu sangat tidak mungkin," ujar Luthfi Afandi, S.H., M.H dari Indonesia Justice Monitor dalam acara Kabar Petang dengan tema Skandal 271 T Bakal Senasib dengan 349 T? di kanal Youtube Khilafah News Kamis (4/4/2024).
Menurut Luthfi, alasannya adalah pertambangan itu menyangkut tentang banyak hal, seperti luas lahan yang mungkin menyentuh ratus juta hektare. "Itu artinya tidak mungkin tidak diketahui adanya lahan pertambangan itu, sulit untuk tidak diketahui oleh sekian banyak pihak tentunya," bebernya.
Dan juga tentang masalah perizinan, lanjutnya, yang pasti melibatkan banyak pihak dan pastinya perizinannya bertahap dan prosedural, belum tentang pengawasan. "Jadi kalau dilihat dari kasus-kasus ini, apalagi ini menyangkut tentang korupsi pertambangan, ini sulit untuk diterima atau dilakukan sendiri," lanjutnya.
Luthfi menduga, kasus korupsi timah ini dilakukan secara masif, massal, dan melibatkan banyak orang. "Faktanya saat ini pun sudah ada sekitar 16 orang yang ditetapkan sebagai tersangka itu dari 172 saksi yang diperiksa," bebernya.
Dan ungkapnya, dari 16 orang itu setidaknya ada pihak yang terlibat diantaranya ada orang yang diselidiki dari PT Timah yang menjadi bagian dari Badan usaha Milik Negara (BUMN). "Jadi mewakili dari pemerintah dan juga sisanya itu banyak juga pihak-pihak swasta yang di situ juga kemudian bermain," ungkapnya.
Dugaan Luthfi tidak mungkin yang terlibat hanyalah 16 orang saja. 16 orang itu hanyalah seperti istilahnya pemain depan atau pion-pionnya saja.
"Artinya kasus ini sangat mungkin, saat ini berhenti di mereka, sementara kalau kita lihat siapa aktor intelektualnya kita enggak tahu, tapi kalau dilihat dari sisi kasus pertambangan itu hampir tidak mungkin kalau hanya sekedar sampai pada direksi saja, hampir tidak mungkin karena ini kan menyangkut banyak hal," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi