Tinta Media - Baru-baru ini terungkap motif pengasuh berinisial IPS (27) menganiaya JAP, balita 3 tahun anak dari selebgram Hifdzan Silmi Nur Emyaghnia atau biasa disapa Aghnia Punjabi, wanita asal Jawa Timur tersebut begitu bengis menganiaya balita tak berdosa itu hingga babak belur.
Kepala satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Kepolisian Resort Kota (Polresta) Malang, Komisaris Polisi (Kompol) Danang Yudianto mengungkapkan bahwa pelaku merasa kesal terhadap korban karena menolak minum obat untuk menyembuhkan luka mencakar. Penolakan balita itu lantas memancing rasa kesal pelaku dan kemudian terjadilah penganiayaan keji. Selain rasa kesal akibat korban tidak mau diberi obat kata Danang, ada beberapa faktor lain yang menjadi pendorong peristiwa penganiayaan. "Tersangka mengaku saat itu ada salah satu anggota keluarga yang sakit. Namun itu tidak bisa dijadikan alasan pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap anak," kata Kompol Danang dalam keterangan pers di kota Malang, Jawa timur, Sabtu (30/03/24) dilansir Antaranews.com.
Kekerasan yang terjadi kepada anak saat ini semakin meningkat dari mulai kekerasan fisik, kekerasan seksual maupun kekerasan yang bersifat psikis. Dan semua banyak terjadi di lingkungan keluarga maupun lingkungan pendidikan yang keduanya seharusnya menjadi benteng pertama yang kuat untuk memberikan perlindungan bagi anak. Namun, sekarang tidak ada tempat yang aman untuk anak-anak. Sejatinya anak adalah amanah yang harus dijaga dan dilindungi. Namun sistem sekuler saat ini justru sangat lemah dalam memberikan perlindungan terhadap anak. Melindungi anak bukan tugas individu saja, namun tugas masyarakat dan juga negara. Keluarga sebagai fondasi awal terkadang memberikan pola asuh yang salah. Minimnya pengetahuan para orang tua terkait pola asuh anak dan keluarga Islami yang harus dibangun, juga ekonomi yang kurang hingga kebutuhan keluarga tidak tercukupi, menjadi faktor terbesar gagalnya keluarga melindungi anak.
Masyarakat individualistis yang terbangun oleh sistem sekuler menjadikan peran amar ma'ruf nahi munkar dilingkungan masyarakat pudar. Semua anggota masyarakat bebas berpendapat, bertingkah laku tanpa peduli urusan orang lain. Sehingga tidak ada keterikatan antar anggota masyarakat untuk saling beramar ma'ruf nahi munkar dan saling melindungi. Dan faktor terpenting yakni negara, dalam sistem demokrasi sekuler nyata-nyata tidak bisa memberikan jaminan kesejahteraan bagi keluarga dan perlindungan kepada anak.
Dalam Islam negara menjadi pelayan rakyat dan harus memastikan kesejahteraan dan perlindungan bagi seluruh rakyatnya. Negara juga harus memastikan sistem pendidikan berasaskan akidah Islam. Sehingga seluruh rakyatnya terbina dan terdidik dengan tsaqofah Islam yang kuat dan benar. Dan membentuk individu yang memiliki keimanan dan ketaatan yang kokoh kepada Allah SWT. Semua paham mana yang dibolehkan dan mana yang dilarang Allah SWT. Selain itu negara harus membatasi media sosial atau berbagai sarana berbasis teknologi untuk bebas dari muatan negatif seperti kekerasan, pornografi, pornoaksi dan budaya sekuler merusak lainnya.
Dalam Islam semu komponen (individu, masyarakat dan negara) semua digerakkan untuk berperan penting dalam menjaga dan melindungi rakyat, terutama anak-anak. Peran negara sangat menentukan jaminan keamanan bagi rakyat khususnya anak-anak. Karena tanpa peran negara sudah dapat dipastikan tidak akan bisa terlaksananya semua itu. Maka solusi dari semua permasalahan yang kompleks hari ini, hanya dengan kembali menerapkan sistem Islam secara keseluruhan. Di dalam Islam anak adalah amanah yang tentunya harus dijaga dan dilindungi. Dimulai dari keluarga, orang tua dan orang-orang terdekat dalam satu keluarga bisa bekerja sama untuk saling menjaga dan melindungi. Negara juga akan menerapkan sangsi yang tegas dan keras bagi siapa pun yang tidak menjalankan menjaga dan melindungi rakyat terutama anak-anak. Apalagi terhadap pelaku kejahatan yang sengaja melanggar atau membuat seseorang ketakutan, terluka bahkan kehilangan nyawa. Hukum yang berasal dari Allah SWT diterapkan dalam seluruh kehidupan dan mampu mengadili secara adil. Sehingga kasus kekerasan terhadap anak tidak akan terus terjadi. Wallahu a'lam bish shawwab.
Kepala satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Kepolisian Resort Kota (Polresta) Malang, Komisaris Polisi (Kompol) Danang Yudianto mengungkapkan bahwa pelaku merasa kesal terhadap korban karena menolak minum obat untuk menyembuhkan luka mencakar. Penolakan balita itu lantas memancing rasa kesal pelaku dan kemudian terjadilah penganiayaan keji. Selain rasa kesal akibat korban tidak mau diberi obat kata Danang, ada beberapa faktor lain yang menjadi pendorong peristiwa penganiayaan. "Tersangka mengaku saat itu ada salah satu anggota keluarga yang sakit. Namun itu tidak bisa dijadikan alasan pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap anak," kata Kompol Danang dalam keterangan pers di kota Malang, Jawa timur, Sabtu (30/03/24) dilansir Antaranews.com.
Kekerasan yang terjadi kepada anak saat ini semakin meningkat dari mulai kekerasan fisik, kekerasan seksual maupun kekerasan yang bersifat psikis. Dan semua banyak terjadi di lingkungan keluarga maupun lingkungan pendidikan yang keduanya seharusnya menjadi benteng pertama yang kuat untuk memberikan perlindungan bagi anak. Namun, sekarang tidak ada tempat yang aman untuk anak-anak. Sejatinya anak adalah amanah yang harus dijaga dan dilindungi. Namun sistem sekuler saat ini justru sangat lemah dalam memberikan perlindungan terhadap anak. Melindungi anak bukan tugas individu saja, namun tugas masyarakat dan juga negara. Keluarga sebagai fondasi awal terkadang memberikan pola asuh yang salah. Minimnya pengetahuan para orang tua terkait pola asuh anak dan keluarga Islami yang harus dibangun, juga ekonomi yang kurang hingga kebutuhan keluarga tidak tercukupi, menjadi faktor terbesar gagalnya keluarga melindungi anak.
Masyarakat individualistis yang terbangun oleh sistem sekuler menjadikan peran amar ma'ruf nahi munkar dilingkungan masyarakat pudar. Semua anggota masyarakat bebas berpendapat, bertingkah laku tanpa peduli urusan orang lain. Sehingga tidak ada keterikatan antar anggota masyarakat untuk saling beramar ma'ruf nahi munkar dan saling melindungi. Dan faktor terpenting yakni negara, dalam sistem demokrasi sekuler nyata-nyata tidak bisa memberikan jaminan kesejahteraan bagi keluarga dan perlindungan kepada anak.
Dalam Islam negara menjadi pelayan rakyat dan harus memastikan kesejahteraan dan perlindungan bagi seluruh rakyatnya. Negara juga harus memastikan sistem pendidikan berasaskan akidah Islam. Sehingga seluruh rakyatnya terbina dan terdidik dengan tsaqofah Islam yang kuat dan benar. Dan membentuk individu yang memiliki keimanan dan ketaatan yang kokoh kepada Allah SWT. Semua paham mana yang dibolehkan dan mana yang dilarang Allah SWT. Selain itu negara harus membatasi media sosial atau berbagai sarana berbasis teknologi untuk bebas dari muatan negatif seperti kekerasan, pornografi, pornoaksi dan budaya sekuler merusak lainnya.
Dalam Islam semu komponen (individu, masyarakat dan negara) semua digerakkan untuk berperan penting dalam menjaga dan melindungi rakyat, terutama anak-anak. Peran negara sangat menentukan jaminan keamanan bagi rakyat khususnya anak-anak. Karena tanpa peran negara sudah dapat dipastikan tidak akan bisa terlaksananya semua itu. Maka solusi dari semua permasalahan yang kompleks hari ini, hanya dengan kembali menerapkan sistem Islam secara keseluruhan. Di dalam Islam anak adalah amanah yang tentunya harus dijaga dan dilindungi. Dimulai dari keluarga, orang tua dan orang-orang terdekat dalam satu keluarga bisa bekerja sama untuk saling menjaga dan melindungi. Negara juga akan menerapkan sangsi yang tegas dan keras bagi siapa pun yang tidak menjalankan menjaga dan melindungi rakyat terutama anak-anak. Apalagi terhadap pelaku kejahatan yang sengaja melanggar atau membuat seseorang ketakutan, terluka bahkan kehilangan nyawa. Hukum yang berasal dari Allah SWT diterapkan dalam seluruh kehidupan dan mampu mengadili secara adil. Sehingga kasus kekerasan terhadap anak tidak akan terus terjadi. Wallahu a'lam bish shawwab.
Oleh: Iske
Sahabat Tinta Media