Tinta Media - Belakang ini "si Melon" trending topik karena sering ghosting dari peredaran. Gas 3 kg berwarna hijau itu sering kali menghilangkan jejak baik di warung eceran maupun pangkalan. Ini terjadi hampir setiap tahun menjelang hari raya Idul Fitri. Tak hanya itu, belakangan ini " si Melon" memang sering diperbincangkan karena sulit dicari di hari-hari biasa.
Bahkan, banyak masyarakat mengeluhkan adanya ketersediaan gas yang menjadi salah satu kebutuhan pokok tersebut, apalagi para pedagang kaki lima dan ibu-ibu rumah tangga.
Ternyata, kelangkaan "si Melon" tidak hanya pada satu wilayah saja, melainkan di beberapa wilayah yang tersebar di Indonesia. Ke manakah si Melon sebenarnya?
Sejak awal Ramadan hingga menjelang hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah, memang terjadi kelangkaan LPG 3 kg yang berkepanjangan. Stok gas LPG 3 kg ini menghilang, alih-alih banyak penggemar karena tidak ada pilihan lain yang lebih ekonomis. Kelangkaan terjadi di beberapa wilayah, seperti Pemalang, Kudus, dan Lampung.
Di Pemalang, 8 kecamatan juga mengalami kelangkaan gas melon, yaitu Kecamatan Watukumpul, Belik, Moga, Pulosari, Randudongkal, Warungpring, dan Kecamatan Bantarbolang.
Diskoperindag Kabupaten Pemalang mengusulkan penambahan kuota gas ke Badan Pengaturan Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas). Ini karena kelangkaan "si Melon" menyebabkan harga mahal sehingga dikeluhkan warga.
Bahkan karena langka, harganya mencapai Rp25.000 hingga Rp30.000. Di Lampung, harga gas telah mencapai Rp35.000-Rp40.000/tabung eceran. Tentu harga ini cukup jauh jika dibandingkan dengan aturan yang sesungguhnya, yaitu harga HET Rp18.000/ tabung bagi masyarakat yang berhak dan didata KTP-nya.
Menghilangnya "si Melon" ini disebabkan karena faktor permintaan yang tinggi meskipun pasokan sudah dinaikkan 5% hingga 10% dari permintaan biasanya. Adanya libur beberapa hari dan tanggal merah menyebabkan terhalangnya distribusi ke masing-masing pangkalan menjelang hari raya. Situasi ini dimanfaatkan oknum agen dan pangkalan dengan menjual barang di luar ketentuan dan peraturan yang berlaku. Jelas ini adalah perbuatan yang melawan hukum karena merugikan kepentingan umum dan masyarakat.
"Barang langka, wajar jual mahal." Timbullah berbagai spesifikasi bahwa kebutuhan gas menjelang lebaran memang dimanfaatkan oleh mafia. Pasalnya, kelangkaan yang ada selalu terjadi setiap ada lonjakan kebutuhan masyarakat. Bahkan di hari-hari biasa, LPG pun sulit dicari. Jikalau ditemukan, harganya sudah naik dari pada harga yang lalu.
Sekalipun pasokan yang diberikan oleh negara sudah cukup, tetapi ternyata banyak yang disalahgunakan oleh pihak-pihak yang rakus akan harta. Mereka tidak peduli dengan masyarakat yang memiliki ekonomi pas-pasan, bahkan ekonomi kelas bawah.
Hal ini sangat mungkin terjadi dalam sistem kapitalisme, mengingat saat ini negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat. Negara hanya sebagai fasilitator saja.
Pengurusan rakyat sering kali diserahkan pada vendor-vendor swasta sehingga negara berlepas tangan dalam melakukan pelayanan. Dalam ekonomi kapitalisme, harga pasar ditentukan oleh penjual dan pembeli. Negara tidak diperbolehkan campur tangan di dalamnya.
Alhasil, yang terjadi adalah ketimpangan sosial. Berbagai masalah kebutuhan pokok sering kali dimanfaatkan oleh para mafia untuk menaikkan keuntungan dan memeras masyarakat biasa.
Tampaklah bahwa pemerintah kehilangan pengaruh, kebijakan, dan kuasanya dari pada para mafia dan swasta akibat penerapan sistem kapitalis.
Hal ini tentu berbeda jika negara menerapkan syariat Islam yang menyeluruh dalam kehidupan. Terciptalah kesejahteraan masyarakat seluruhnya.
Negara Islam bertanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan pokok masyarakat, termasuk gas. Dalam hal ini, negara haus memastikan distribusi berjalan dengan baik sampai ke tangan rakyat.
Apalagi, gas adalah milik publik yang seharusnya dikelola negara untuk kepentingan rakyat.
Dari hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Imam Ahmad, Rasulullah bersabda, bahwasanya kaum muslimin (manusia) itu berserikat dalam 3 hal, yaitu air, padang rumput, dan api.
Ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. Artinya, negara dilarang untuk melakukan swastanisasi, 'asingisasi', maupun kapitalisasi atas harta milik umum, termasuk gas yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat.
Jika mengharuskan negara menjual kepada rakyat, maka harganya pun akan dibuat murah dan terjangkau agar masyarakat mudah untuk mencukupi kebutuhannya.
Jelas, hidup sejahtera akan dirasakan bila syariah Islam diterapkan dalam setiap lini kehidupan. Wallahu alam bisawab.
Oleh: Wilda Nusva Lilasari S. M.
Sahabat Tinta Media