Muslim Tergiur Produk Diskon, Negara Wajib Menjamin Produk Halal - Tinta Media

Minggu, 14 April 2024

Muslim Tergiur Produk Diskon, Negara Wajib Menjamin Produk Halal



Tinta Media - Beberapa waktu lalu, salah satu swalayan di Jalan Gagak Hitam/Ring Road, Kecamatan Medan Sunggal menggemparkan pelanggan dengan memasukkan produk nonhalal mengandung babi di etalase produk halal. Rio Nababan selaku Kepala toko Swalayan Maju Bersama mengklarifikasi bahwa swalayan tersebut secara aturan memisahkan dan memberikan keterangan produk makanan halal dan nonhalal. Namun, pekerjanya benar-benar melakukan kesalahan. 

Bermula ketika produk yang akan habis dalam tiga bulan lagi kedaluwarsanya harus dijual dengan harga diskon khusus di etalase diskon, termasuk produk nonhalal yang mengandung babi. (Medan.tribunnews.com, 17 Maret 2024)

Berbagai produk makanan nonhalal yang beredar di masyarakat kali ini bukanlah yang pertama, sehingga publik merasa resah. Mengingat fakta bahwa mayoritas orang di Indonesia beragama Islam, tetapi banyak orang masih mempertanyakan kualitas makanan yang akan dikonsumsi, termasuk dari segi kehalalannya. 

Inilah kesulitan hidup dalam sistem sekuler kapitalistik. Negara tidak mampu menjamin ketahanan akidah umat Islam. Negara mewajarkan produk-produk nonhalal, bahkan setiap orang dengan mudah menemukan produk nonhalal di mana pun. 

Negara tidak serius melindungi akidah umat Islam dengan mengatur ketat penyebaran produk nonhalal di tempat-tempat umum. Demi kepentingan dan manfaat segelintir orang, produk-produk nonhalal bebas tersebar di tengah masyarakat. Berkaitan dengan halal atau haramnya suatu produk, hal itu dikembalikan kepada penilaian individu masing-masing. 

Tentu sangat berbahaya jika umat Islam terus hidup dalam sistem ini. Sebab, salah satu kewajiban seorang muslim adalah menjaga makanan yang mereka konsumsi. Jika umat Islam memakan makanan haram, maka akan berdosa dan berakhir di neraka.

Seharusnya pemimpin dan jajarannya yang mayoritas beragama Islam menyadari bahwa penjagaan terhadap makanan nonhalal disyariatkan dalam Islam. Sehingga, mereka berupaya untuk menjauhkan masyarakat dari semua produk yang melanggar hukum. Namun, masyarakat telah memahami bahwa negara tidak mampu menghindarkan masyarakat dari produk makanan nonhalal. 

Inilah watak dari demokrasi sekuler, sistem negara yang diadopsi dari Barat. Sistemnya menggunakan ekonomi kapitalistik liberal yang menilai berbagai hal, seperti sertifikasi halal, dengan menggunakan timbangan untung dan rugi.

Negara berkewajiban untuk melindungi kepentingan rakyat, termasuk dalam urusan perut. Perut adalah pangkal penyakit, maka mencegahnya adalah pangkal obat. Istilah tersebut pun diperkuat dengan adanya dalil dalam QS Al-Baqarah ayat 168, yang artinya: 

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi."

Para ulama mengklasifikasikan makanan halal berdasarkan dua faktor, yaitu cara memperoleh dan zatnya. Jika cara memperolehnya halal dan zatnya juga halal, maka makanan tersebut dianggap halal. Inilah pentingnya mengetahui apakah makanan yang kita konsumsi halal atau tidak. 

Islam mempunyai langkah-langkah untuk melindungi umat dari barang haram, antara lain:

Pertama, umat Islam harus disadarkan akan pentingnya membuat dan mengonsumsi barang halal. Jika umat Islam tidak peduli dengan kehalalan produk yang mereka konsumsi, sertifikasi halal tidak akan bermanfaat.

Kedua, partisipasi masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa produk yang beredar di masyarakat benar-benar halal. Masyarakat membuat lembaga pengkajian mutu, membantu pemerintah dan publik mengawasi kualitas dan kehalalan produk. Masyarakat dapat merekomendasikan hasil penelitian mereka kepada pemerintah untuk digunakan sebagai dasar penentuan kehalalannya.

Ketiga, negara harus memainkan peran utama dalam pengawasan kualitas dan kehalalan produk. Negara harus memberikan sanksi kepada industri yang menggunakan metode dan zat haram serta membuat barang haram. Negara juga harus memberikan sanksi kepada pedagang yang menjual barang haram kepada kaum muslimin, juga sanksi kepada kaum muslimin yang mengonsumsi barang haram tersebut.

Sejarah pun telah menunjukkan bahwa karakter pelindung ada di diri Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang menulis surat kepada para wali di wilayah kekuasaannya untuk membunuh babi dan mengurangi pembayaran jizyah sebagai bayaran kepada nonmuslim. Khalifah melakukan hal tersebut sebagai upaya untuk melindungi umat dari mengonsumsi dan memperjualbelikan zat yang telah diharamkan. Hanya aturan Islam yang diterapkan dalam kehidupan yang mampu menjaga kita dari berbagai keharaman. Karena itu, betapa pentingnya umat Islam mengambil tindakan untuk memperjuangkan kembali penegakan sistem Islam (khilafah) untuk kesejahteraan dunia dan akhirat.


Oleh: Halizah Hafaz Hts, S.Pd 
(Aktivis Muslimah dan Praktisi Pendidikan)

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :