Lemahnya Mitigasi Bencana Karena Penerapan Sistem yang Batil - Tinta Media

Selasa, 30 April 2024

Lemahnya Mitigasi Bencana Karena Penerapan Sistem yang Batil


Tinta Media - Bulan Syawal tahun ini selain ditandai dengan membludaknya arus mudik kaum muslimin, juga banyaknya bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi hampir di seluruh Indonesia.

Dilansir dari Kompas.com (20/4/24), Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lumajang mencatat bahwa ada 4 kecamatan terdampak banjir akibat meluapnya debit air sungai, 4 kecamatan terdampak banjir lahar gunung Semeru, serta 1 kecamatan terdampak banjir dan longsor.  Tiga korban jiwa meninggal dalam bencana ini.

TribunPalu.com  (19/4/24) mengabarkan bahwa telah terjadi banjir bandang di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah yang mengakibatkan 173 rumah terendam air bercampur lumpur dan 419 kepala keluarga terdampak bencana. Fasilitas umum berupa sekolah, rumah adat, dan jembatan rusak.

Banjir bandang dan tanah longsor juga terjadi di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu (16/4/2024). Sebanyak 24 desa di 7 kecamatan terdampak banjir menyebabkan 162 rumah rusak dan 741 jiwa mengungsi.  Banjir juga merusak infrastruktur dan lahan pertanian  (Antara Bengkulu.com, 19/4/24).

Tidak bisa dimungkiri bahwa pada saat musim hujan, banjir terjadi di mana-mana karena curah hujan tinggi. Banjir terjadi setiap tahun dengan kerugian yang tidak sedikit. Banjir dan longsor seakan-akan jadi langganan. Rakyat pun pasrah dengan berulangnya banjir di tempat mereka, bahkan pasrah saat terjadi banjir,  Bantuan yang mereka terima hanya mie instan dan bantuan ala kadarnya dari pemerintah setempat. Bahkan pembersihan jalan serta perbaikan rumah pun ditanggung sendiri.

Seharusnya hal ini menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk menyiapkan mitigasi banjir yang kuat sehingga wilayah dan warga yang terdampak dapat berkurang. Faktanya, wilayah terdampak semakin meluas. Daerah yang dulunya tidak pernah banjir, sekarang jadi banjir. Hal ini menunjukkan lemahnya mitigasi bencana dari pemerintah.

Mitigasi bencana banjir adalah segala upaya untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana banjir. Mitigasi dilakukan oleh pihak pemerintah. Mitigasi terbagi atas Mitigasi sebelum bencana, Saat bencana dan Sesudah bencana.

Mitigasi sebelum banjir merupakan usaha pencegahan berupa perbaikan saluran air, pengerukan sungai atau aturan dilarangnya membangun pemukiman di daerah rawan banjir dan di daerah hijau, tempat kantung-kantung air alami.

Mitigasi saat banjir berupa penyiapan tempat pengungsian serta evakuasi korban terdampak dilakukan secara cepat sehingga terhindar dari jatuhnya korban. Selain itu, kebutuhan para korban dipenuhi oleh pemerintah, bukan mengandalkan swadaya masyarakat.

Begitu juga dengan mitigasi setelah banjir berupa pembersihan sarana umum seperti jalan, perbaikan rumah warga, dan infrastruktur yang rusak segera dilaku. Semua itu untuk menghindari warga terdampak terlalu lama tinggal di pengungsian yang bisa berakibat terkena sakit.

Rakyat tidak bisa berharap banyak pada pemerintah yang menerapkan sistem batil seperti sekarang karena tidak ada konsep mengurus dan melayani rakyat. Bagi mereka, rakyat adalah beban, tidak ada dana yang cukup untuk mitigasi.

Akan berbeda dengan pemerintah yang menerapkan Sistem Islam. Pemerintah Islam (Khalifah) adalah raa'in, yaitu pengurus segala urusan rakyat. Dia bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan keselamatan rakyat.

Negara Khilafah tidak akan kekurangan dana seperti negeri ini dengan APBNnya. Banyak sumber keuangan yang dikelola dan dikumpulkan oleh Baitul maal, seperti dari pengelolaan sumber daya alam, ghanimah, fa'i, wakaf, kharaj, dan lainnya. Dengan sumber dana yang cukup dan pemerintah yang amanah, maka tidak mustahil mitigasi bencana dapat terselenggara dengan optimal dan dapat meminimalisir dampaknya.
Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :