Tinta Media - Sobat. Setiap orang yang islamnya bagus dan mencapai hakikat akan fokus pada sesuatu yang bermanfaat dan berpaling dari sesuatu yang sia-sia. Menyibukkan diri dengan sesuatu yang tidak berguna sama
dengan orang-orang yang sibuk menganggur lagi kacau.
Sobat. Orang yang terhalang dari ridha Tuhannya adalah orang
yang tidak mau mengerjakan perintah, tapi justru sibuk dengan sesuatu yang
tidak diperintahkan. Itulah keterhalangan yang sebenarnya, kemurkaan yang
sesungguhnya dan keterusiran yang sejati dari hadrah-Nya.
Rasulullah SAW bersabda, “Di antara tanda bagusnya Islam
seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya” (HR
at-Tirmidzi).
Sobat. Oleh karena itu Laksanakan perintah dan berhentilah
dari larangan, terimalah berbagai ujian, lalu serahkan dirimu ke tangan takdir,
tanpa bertanya kenapa dan bagaimana? Pandangan Allah SWT terhadapmu beserta
pengetahuan-Nya tentang dirimu, lebih baik daripada pandanganmu terhadap dirimu
beserta kebodohanmu tentang Tuhanmu. Qanaahlah dengan pemberian-Nya, sibukkan
diri untuk bersyukur pada-Nya, dan jangan meminta tambahan dari-Nya, sebab
engkau tidak tahu seperti apa pilihan-Nya.
ٱلَّذِي
خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ
وَٱلۡحَيَوٰةَ
لِيَبۡلُوَكُمۡ
أَيُّكُمۡ
أَحۡسَنُ
عَمَلٗاۚ
وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ
ٱلۡغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun,” ( QS. Al-Mulk (67) : 2 ).
Sobat. Dalam ayat ini diterangkan bahwa Tuhan yang memegang
kekuasaan kerajaan dunia dan kerajaan akhirat serta menguasai segala sesuatunya
itu, adalah Tuhan yang menciptakan kematian dan kehidupan. Hanya Dia yang
menentukan saat kematian setiap makhluk. Jika saat kematian itu telah tiba,
tidak ada suatu apa pun yang dapat mempercepat atau memperlambatnya barang
sekejap pun. Demikian pula keadaan makhluk yang akan mati, tidak ada suatu apa
pun yang dapat mengubahnya dari yang telah ditentukan-Nya. Allah berfirman:
Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila
waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu
kerjakan. (al-Munafiqun/63: 11)
Tidak seorang pun manusia atau makhluk hidup lain yang dapat
menghindarkan diri dari kematian yang telah ditetapkan Allah, sebagaimana
firman-Nya:
Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,
kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. (an-Nisa'/4: 78)
Sobat. Demikian pula dinyatakan bahwa Allah yang menciptakan
kehidupan. Maksudnya ialah bahwa Dialah yang menghidupkan seluruh makhluk hidup
yang ada di alam ini. Dialah yang menyediakan segala kebutuhan hidupnya dan Dia
pula yang memberikan kemungkinan kelangsungan jenis makhluk hidup itu, sehingga
tidak terancam kepunahan. Kemudian Dia pula yang menetapkan lama kehidupan
suatu makhluk dan menetapkan keadaan kehidupan seluruh makhluk. Dalam pada itu,
Allah pun menentukan sampai kapan kelangsungan hidup suatu makhluk, sehingga
bila waktu yang ditentukan-Nya itu telah berakhir, musnahlah jenis makhluk itu
sebagaimana yang dialami oleh jenis-jenis hewan purba.
Sobat. Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah menciptakan
kematian dan kehidupan adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka
yang beriman dan beramal saleh dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang dibawa
Nabi Muhammad dan siapa pula yang mengingkarinya. Dari ayat di atas dipahami
bahwa dengan menciptakan kehidupan itu, Allah memberi kesempatan yang sangat
luas kepada manusia untuk memilih mana yang baik menurut dirinya. Apakah ia
akan mengikuti hawa nafsunya, atau ia akan mengikuti petunjuk, hukum, dan
ketentuan Allah sebagai penguasa alam semesta ini. Seandainya manusia ditimpa
azab yang pedih di akhirat nanti, maka azab itu pada hakikatnya ditimpakan atas
kehendak diri mereka sendiri. Begitu juga jika mereka memperoleh kebahagiaan,
maka kebahagiaan itu datang karena kehendak diri mereka sendiri sewaktu hidup
di dunia.
Sobat. Berdasarkan ujian itu pula ditetapkan derajat dan
martabat seorang manusia di sisi Allah. Semakin kuat iman seseorang semakin
banyak amal saleh yang dikerjakannya. Semakin ia tunduk dan patuh mengikuti
hukum dan peraturan Allah, semakin tinggi pula derajat dan martabat yang
diperolehnya di sisi Allah. Sebaliknya jika manusia tidak beriman kepada-Nya,
tidak mengerjakan amal saleh dan tidak taat kepada-Nya, ia akan memperoleh tempat
yang paling hina di akhirat.
Sobat. Kehidupan duniawi adalah untuk menguji manusia, siapa
di antara mereka yang selalu menggunakan akal dan pikirannya memahami agama
Allah, dan memilih mana perbuatan yang paling baik dikerjakannya, sehingga
perbuatannya itu diridai Allah. Juga untuk mengetahui siapa yang tabah dan
tahan mengekang diri dari mengerjakan larangan-larangan Allah dan siapa pula
yang paling taat kepada-Nya.
Sobat. Ayat ini mendorong dan menganjurkan agar manusia
selalu waspada dalam hidupnya. Hendaklah mereka selalu memeriksa hati mereka
apakah ia benar-benar seorang yang beriman, dan juga memeriksa segala yang akan
mereka perbuat, apakah telah sesuai dengan yang diperintahkan Allah atau tidak,
dan apakah yang akan mereka perbuat itu larangan Allah atau bukan. Jika
perbuatan itu telah sesuai dengan perintah Allah, bahkan termasuk perbuatan
yang diridai-Nya, hendaklah segera mengerjakannya. Sebaliknya jika perbuatan
itu termasuk larangan Allah, maka jangan sekali-kali melaksanakannya.
Sobat. Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dia
Mahaperkasa, tidak ada satu makhluk pun yang dapat menghalangi kehendak-Nya
jika Ia hendak melakukan sesuatu, seperti hendak memberi pahala orang-orang
yang beriman dan beramal saleh atau hendak mengazab orang yang durhaka
kepada-Nya. Dia Maha Pengampun kepada hamba-hamba-Nya yang mau bertobat
kepada-Nya dengan menyesali perbuatan dosa yang telah dikerjakannya, berjanji
tidak akan melakukan dosa itu lagi serta berjanji pula tidak akan melakukan
dosa-dosa yang lain.
Sobat. Pada ayat ini, Allah menyebut secara bergandengan dua
macam di antara sifat-sifat-Nya, yaitu sifat Mahaperkasa dan Maha Pengampun,
seakan-akan kedua sifat ini adalah sifat yang berlawanan. Sifat Mahaperkasa
memberi pengertian memberi kabar yang menakut-nakuti, sedang sifat Maha
Pengampun memberi pengertian adanya harapan bagi setiap orang yang mengerjakan
perbuatan dosa, jika ia bertobat. Hal ini menunjukkan bahwa Allah yang berhak
disembah itu benar-benar dapat memaksakan kehendak-Nya kepada siapa pun, tidak
ada yang dapat menghalanginya. Dia mengetahui segala sesuatu, sehingga dapat
memberikan balasan yang tepat kepada setiap hamba-Nya, baik berupa pahala
maupun siksa. Dengan pengetahuan itu pula, Dia dapat membedakan antara orang yang
taat dan durhaka kepada-Nya, sehingga tidak ada kemungkinan sedikit pun seorang
yang durhaka memperoleh pahala atau seorang yang taat dan patuh memperoleh
siksa. Allah tidak pernah keliru dalam memberikan pembalasan.
Firman Allah lainnya yang menyebut secara bergandengan kabar
peringatan dan pengharapan itu ialah
۞نَبِّئۡ
عِبَادِيٓ
أَنِّيٓ
أَنَا ٱلۡغَفُورُ
ٱلرَّحِيمُ
وَأَنَّ
عَذَابِي
هُوَ ٱلۡعَذَابُ
ٱلۡأَلِيمُ
Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha
Pengampun, Maha Penyayang, dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat
pedih. (al-Hijr/15: 49-50)
Sobat. Penduduk surga tidak pernah merasa letih dan lelah,
karena mereka tidak lagi dibebani oleh berbagai usaha untuk melengkapi
kebutuhan pokok yang mereka perlukan. Segala sesuatu yang mereka inginkan telah
tersedia, tinggal memanfaatkan saja. Mereka tidak pernah merasa khawatir akan
dipindahkan ke tempat yang tidak mereka senangi karena mereka kekal di dalam
surga. Mereka akan terus merasakan kenikmatan dan kesenangan yang sudah
tersedia.
Pada ayat yang lain Allah SWT melukiskan keadaan di dalam
surga itu:
Yang dengan karunia-Nya menempatkan kami dalam tempat yang
kekal (surga); di dalamnya kami tidak merasa lelah dan tidak pula merasa
lesu." (Fathir/35: 35)
Hadis Nabi SAW menjelaskan keadaan surga:
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah
memerintahkan kepadaku untuk memberi kabar gembira kepada Khadijah berupa rumah
(yang akan ditempatinya) di surga yang terbuat dari bambu, tidak ada kesulitan
di dalamnya, dan tidak ada pula kelelahan." (Riwayat a-Bukhari dan Muslim
dari 'Abdullah bin Aufa)
Dari keterangan di atas, maka keadaan orang-orang beriman
dalam surga itu dapat digambarkan sebagai berikut: orang-orang yang beriman
berada dalam keadaan terhormat, bersih dari berbagai penyakit hati seperti rasa
dengki, iri hati, marah, kecewa, dan sebangsanya, tidak pernah merasa lelah,
sakit, dan lapar, selalu dalam keadaan senang dan gembira, saling
bersilaturrahim, dan bersahabat dengan penduduk surga yang lain, dan mereka
kekal di surga sehingga tidak perlu merasa khawatir akan dipindahkan ke tempat
yang tidak disenangi.
Sobat. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dari Abdullah bin
Zubair bahwa Rasulullah SAW menegur para sahabat yang tertawa ketika beliau
lewat di hadapan mereka. Beliau berkata, "Apa yang menyebabkan kamu
tertawa?." Maka turunlah ayat ini sebagai teguran kepada Nabi saw agar
membiarkan mereka tertawa karena Allah Maha Pengampun di samping siksa-Nya yang
sangat pedih.
Diriwayatkan pula oleh Abu Hatim dari Ali bin Abi Husain
bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan Abu Bakar dan Umar bin
al-Khaththab, yang mana rasa dengki keduanya telah dicabut Allah dari dalam
hatinya. Ketika ditanya orang, "Kedengkian apa?" Ali bin Abi Husain
menjawab, "Kedengkian jahiliyah, yaitu sikap permusuhan antara Bani Tamim
(Kabilah Abu Bakar) dan Bani Umayyah." Ketika Abu Bakar terserang penyakit
pinggang, Ali memanaskan tangannya dan dengan tangannya ia memanaskan pinggang
Abu Bakar, maka turunlah ayat ini.
Pada ayat ini, Allah SWT menjelaskan janji dan ancaman-Nya
kepada hamba-hamba-Nya. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar
menyampaikan kepada hamba-hamba-Nya bahwa Dia bersedia menghapus segala dosa,
jika seseorang telah bertobat dalam arti yang sebenarnya dan kembali menempuh
jalan yang diridai-Nya. Allah tidak akan mengazab hamba-hamba-Nya yang
bertobat.
Allah juga memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar
menyampaikan kepada hamba-Nya bahwa azab-Nya akan menimpa orang yang durhaka
dan berbuat maksiat dan tidak mau bertobat atau kembali ke jalan-Nya. Azab-Nya
itu sangat pedih, dan tidak ada bandingannya di dunia ini.
Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo.
Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur