Kisah Sejarah Berbuah Gelisah - Tinta Media

Senin, 01 April 2024

Kisah Sejarah Berbuah Gelisah

Tinta Media - Pada saat itu, para utusan kabilah Abs, Zubyan, Banu Kinanah, Ghatfan dan Fazarah menuju ke rumah orang-orang terkemuka dan menyampaikan kepada Khalifah Abu Bakar bahwa mereka akan menjalankan shalat tetapi tidak akan membayar zakat. Sehingga sang Khalifah mengumpulkan beberapa sahabat dan dengan tegas, Abu Bakar menyatakan pada Umar, “Demi Allah, aku akan memerangi mereka yang membedakan antara kewajiban shalat dengan zakat, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wassalam, akan aku perangi."


Umar khawatir bahwa memerangi mereka akan membahayakan kaum muslimin. "Bagaimana kita akan memerangi orang yang Rasulullah SAW. menyatakan  'Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka berkata: Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya. Barang siapa telah berkata demikian, maka darah dan hartanya terjamin, kecuali dengan alasan, dan masalahnya kembali kepada Allah,” ujar Umar.

Khalifah Abu Bakar langsung menjawab, "Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan antara sholat dengan zakat ”. Dalam hal ini orang yang menolak membayar zakat berarti mereka tidak mau tunduk pada aturan Islam secara total. Meskipun mereka telah bersyahadat, berpuasa di bulan Ramadhan, mematuhi seluruh aturan Islam yang diterapkan oleh negara, kecuali satu perkara, yakni zakat. Kondisi ini membuat mereka diperangi karena dianggap telah murtad, menolak satu hukum syariat Islam berarti sama dengan menolak seluruh isi Al-Qur’an.

Pada akhirnya Umar setuju dengan sikap tegas Abu Bakar kemudian berkata: "Demi Allah, tidak ada lain yang harus kukatakan, semoga Allah melapangkan dada Abu Bakar dalam berperang (memerangi mereka). Aku mengetahui dia benar."

Peristiwa ini mengingatkan kita bahwa ketika seseorang sudah bersyahadat, berarti dia telah siap, memasrahkan diri sepenuhnya untuk diatur oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Dia harus rela untuk hidup berdasarkan seluruh aturan Allah Subhanahu Wata’ala, tanpa kecuali. Ketika menolak satu aturan, zakat saja sudah dianggap murtad, bahkan langsung diperangi. Lalu, bagaimana dengan menolak sebagian besar aturan yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala? Bukankah itu berarti sama, murtad juga, bahkan lebih parah.

Padahal, saat ini kita hidup dalam sebuah sistem pemerintahan yang menolak sebagian besar aturan Allah. Tidakkah kita gelisah, dengan status keislaman kita? Kalau kita hidup di masa Khalifah Abu Bakar, tentu kita akan menjadi sasaran utama untuk diperangi karena penolakan terhadap syariat tersebut. Karena kita hidup di masa kekhilafahan sudah diruntuhkan, kita tidak merasa penolakan terhadap aturan Allah sebagai suatu yang membahayakan nasib kita kelak, lantaran tidak ada yang dating memerangi kita. Di dalam hati pun masih optimis masih termasuk hamba yang beriman, bahkan dengan lantang terang-terangan menolak setiap upaya penerapan Islam secara keseluruhan.

Memang benar, saat ini tidak ada seorang khalifah yang sedang berkuasa, sehingga tidak ada yang menyatakan kita sebagai orang yang murtad, walaupun kenyataannya kita telah menolak syariat. Tetapi, bukankah aturan yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala itu tetap berlaku hingga akhir zaman? Suatu saat kita pasti akan mati dan kelak pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas penerapan semua aturan Allah Subhanahu Wata’ala di bumi ini. Bila ternyata sebagian besar aturan tersebut diabaikan, bukankah ini berarti rakyat digiring untuk murtad bersama, didorong untuk masuk neraka oleh sistem yang ada. Tidakkah ada rasa gelisah, sedangkan akhirat akan kita jalani selamanya.

Tidak ada penghilang kegelisahan itu kecuali ada upaya serius untuk menerapkan seluruh hukum Allah itu kembali. Penerapan yang kaffah, menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlaq, makanan, minuman, maupun pakaian. Juga penerapan syariat Islam dalam seluruh sistem kehidupan, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan, hukum, pendidikan, budaya, maupun sistem pemerintahan. Tidak ada contoh terbaik dalam melangkah menuju ke sana kecuali kembali meneladani Rasulullah SAW dalam setiap aktivitas dakwah. Bila upaya ini dilakukan dengan kesungguhan, semoga gelisah itu akan sirna berganti dengan harapan akan pertolongan dari-Nya.

Oleh: Eko Rahmad P (Aktivis Dakwah)

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :