Tinta Media - "Film ‘Kiblat’ itu bagus, buktinya mampu mendatangkan keuntungan. Meskipun bawa-bawa agama, tetapi cuannya banyak."
Itulah yang ada di pikiran para pembuat film yang berideologi sekuler. Mereka tidak mengenal namanya halal-haram dan cenderung menampilkan gaya hidup bebas, banyak yang mengedepankan kekerasan dan kejahatan. Yang terpenting adalah apa pun yang dapat menghasilkan keuntungan materi, maka itu dikategorikan bagus.
Memang, awal rilis trailernya sempat viral. Trailer film tersebut dirilis di media YouTube dengan akun Hits Entertainment pada tanggal 24 Maret 2024, dan langsung mendapatkan tanggapan sinis dari netizen. Bukan hanya judulnya yang dipermasalahkan, tetapi juga dari berbagai hal. Salah satunya adalah ide cerita yang dianggap tidak kreatif karena menggunakan agama, terutama Islam, hanya untuk hiburan semata tanpa mempertimbangkan baik buruknya.
Bahkan, dari peluncuran trailernya saja sudah dicap oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah KH Cholil Nafis bahwasanya film tersebut adalah kampanye hitam terhadap ajaran agama Islam. Di dalam trailer tersebut ditunjukkan bagaimana seorang yang sedang salat mendadak kesurupan dan dengan posisi rukuk yang membelakangi kiblat.
Padahal, rukuk di waktu salat sudah identik dengan Islam. Sangat jelas bahwa adegan tersebut sebenarnya tak pantas dijadikan ajang hiburan, apalagi dijadikan alat untuk meraih cuan.
Bagi pembuat film, hal tersebut dikategorikan menyeramkan. Namun secara akal, jelas bahwa adegan tersebut sangat menyesatkan. Adegan tersebut secara tidak langsung mampu membuat orang takut untuk melakukan salat. Padahal, salat adalah gerakan ibadah. Bagi seorang muslim, gerakan tersebut merupakan interaksi kepada Sang Khalik, Allah Rabbul Izzah.
Sebenarnya, bukan hanya film ‘Kiblat’ saja yang mengeksploitasi agama Islam. Masih banyak film yang menjual atau sudah masuk ke ranah eksploitasi agama, terutama agama Islam. Bisa dilihat di berbagai situs, kebanyakan film-film yang bergenre horor sekarang ini menggunakan hal-hal yang berbau Islam, seperti pondok pesantren, salat, zikir, dan lain-lain. Itulah suatu hal yang dianggap murahan untuk menarik audiens.
Padahal, efek dari film yang menggunakan agama sebagai penarik audiens tanpa mengenal kesesuaian dan baik buruknya menurut syariat adalah kelemahan iman. Hal ini bukan lagi dianggap sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan. Faktanya, banyak dari film tersebut yang mengajarkan pada masyarakat bahwa taat agama pun tidak mampu menundukkan kekuatan dari iblis.
Memang begitulah film yang berideologi sekuler, yang hanya 'mengiblatkan' materi daripada kebermanfaatan, apalagi mengajarkan 'keakhlakan', terutama akhlak Islami. Ini karena mindset film sekuler adalah 'apa pun itu, yang penting adalah mencari keuntungan besar'.
Film sekuler harusnya tidak layak ditayangkan di media hiburan Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini karena film-film tersebut mampu membentuk penonton melakukan penyimpangan, kesyirikan, juga membentuk opini publik bahwa eksploitasi agama adalah hal biasa.
Film-film seperti ini sangat berbahaya jika ditonton oleh orang-orang yang awam, apalagi anak-anak. Sepatutnya negara menjamin masyarakat untuk menyuguhkan tontonan yang mampu memotivasi dan memperkuat akidah masyarakat, bukan malah meloloskan film-film yang mengeksploitasi agama untuk meraih keuntungan.
Oleh: Setiyawan Dwi
Jurnalis