Tinta Media - Moral generasi kian menjadi-jadi dan kian miris, marak pelajar dan anak-anak di bawah umur menjadi pelaku beragam kejahatan. Di Lampung Utara seorang pelajar SMP berinisial N (15) di perkosa 10 pria. Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubug pada Sabtu (17/2/2024), adapun pelaku 6 orang di antaranya masih di bawah umur. Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Lampung Komisaris Besar (Kombes) Umi Fadilah pada Senin (11/3/2024) mengungkapkan;
“Korban disekap selama 3 hari tanpa diberi makan. Selama penyekapan itu, korban mengalami kekerasan seksual,” katanya (Kompas.com)
Di Kabupaten Bekasi perang sarung sesama pelajar memakan korban, satu orang berinisial AA (17) tewas dalam tawuran perang sarung di jalan arteri Tol Cibitung, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Tawuran yang terjadi pada pukul 00.30 WIB, Jumat (15/30). Kapolsek Cikarang Barat Kompol Gurnald Patiran mengungkapkan bermula perang sarung itu hari Rabu tanggal 13 Maret 2024 sekitar pukul 22.38 WIB korban menghubungi NIR melalui WhatsApp mengajak untuk perang sarung. Pelaku MAA membawa kunci shock berbentuk T lalu ikut berangkat bersama NIR dan kelompoknya. Dalam perang sarung tersebut MAA mengayunkan kunci shock itu ke kepala korban sebanyak 3 kali. Hingga mengakibatkan luka di kepala korban dan terkapar tidak sadarkan diri. Pelaku dan kelompoknya pun melarikan diri dan meninggalkan korban. Korban sempat dibawa ke rumah sakit namun tidak tertolong. (Sumber CNN Indonesia.com)
Pastinya masih banyak lagi kasus serupa, generasi menjadi pelaku kejahatan dan kekerasan. Dan tak jarang dengan usia yang masih belia. Pemuda merupakan generasi penerus peradaban. Maka pemuda seharusnya dijaga dan dibina sehingga mereka memiliki pola pikir dan perilaku yang benar. Namun, sayangnya generasi saat ini mengalami kerusakan yang cukup parah sehingga maraknya pelajar dan anak di bawah umur menjadi pelaku kejahatan dan kekerasan mencerminkan rusaknya generasi. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran pendidikan. Kurikulum pendidikan saat ini berasaskan pada sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan). Ketika agama dipisahkan dalam kehidupan maka akan menimbulkan kekacauan. Disisi lain menjadi bukti bahwa kurikulum pendidikan gagal mencetak generasi yang berkualitas. Generasi di didik hanya cerdas dalam ilmu akademik tapi minim dalam keimanan dan akhlak. Hingga melahirkan generasi yang memiliki moral rusak meskipun masih di bawah umur. Mereka menjadi pelaku kekerasan seperti pemerkosa atau pelaku tawuran. Hal itu karena generasi tidak ada rasa takut akan dosa dan perbuatan yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Selain itu, lingkungan yang rusak juga berpengaruh dalam membentuk kepribadian generasi, perilaku individualis dan liberal menjadi bagian pendorong generasi berbuat kemaksiatan sebab tidak ada saling menasihati antar sesama, membiarkan dengan dalih kebebasan berperilaku. Termasuk juga maraknya tayangan dan konten kekerasan seksual menjadi bahan konsumsi generasi, konten-konten yang tidak mengedukasi, kekerasan dan lain-lain menjadi konsumsi generasi sehari-hari. Maka wajar jika pemuda menjadi generasi yang rusak dan melakukan kerusakan, serta menjadi pelaku kekerasan. Hal demikian sangat berbeda ketika diatur dengan sistem Islam.
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk tidak memisahkan aturan Allah swt., dari kehidupan, Islam mewajibkan agar semua hal dikaitkan dengan aturan Allah swt., Islam memandang generasi sebagai aset peradaban. Islam memerintahkan negara berperan untuk menjaga, dan mendidik generasi menjadi pemuda yang berkualitas.
Hal itu, melalui sistem pendidikan yang diterapkan. Dengan pendidikan seseorang akan memiliki ilmu dan dapat berpikir untuk memilih antara yang baik dan tidak. Dengan ilmu generasi akan bersemangat untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Islam memiliki sistem pendidikan yang kuat karena berasaskan pada akidah Islam, sehingga standar mereka bukan lagi kepuasan dunia tapi Ridha Allah. Hal demikian akan membuat mereka bersemangat untuk melakukan banyak kebaikan. Islam menentukan metode pengajaran secara talqiyan fikriyan. Dengan metode pengajaran talkiyan fikriyan semua ilmu akan di arahkan untuk membangun pemahaman generasi tentang kehidupan sekaligus menjadi landasan sikap dan perilaku dan semua ilmu diarahkan untuk meningkatkan tarap berpikir generasi sehingga generasi akan mampu untuk menyelesaikan masalah kehidupan. Dengan metode talqiyah fiqriyan akan mampu mencetak generasi yang beriman dan bertaqwa.
Tidak hanya itu, negara juga akan menutup konten-konten porno, kekerasan dan lainnya, Adapun konten yang dibolehkan hanyalah konten seputar edukasi syariat Islam, berita sehari-hari, perkembangan sains, dan teknologi, kewibawaan khilafah dimata dunia, maupun kehebatan pasukan khilafah dalam berjihad dengan demikian di benak generasi akan diliputi kebaikan-kebaikan karena mereka berada dalam suasana keimanan dan ketaatan (sumber MMC)
Dengan dukungan penerapan Islam dalam berbagai sistem kehidupan, maka akan membentuk generasi yang berkepribadian Islam dan jauh dari kata “menjadi pelaku” kekerasan ataupun kejahatan. Allahu A’lam bishawab.[]
Oleh: Haniah
Sahabat Tinta Media