Tinta Media - Gibran Rakabuming Raka salah satu Cawapres terpilih memberi dukungan terhadap rencana pembentukan Satuan Tugas Khusus Pemberantasan Judi Online (judol) oleh Presiden RI. (Detik.Jateng, 22/04/24)
Beliau juga mengungkapkan bahwa Menteri Komunikasi dan jnformatika Budi Arie sudah memiliki komitmen lama dalam pemberantasan judol namun langkah-langkah pembentukan gugus tugas baru akan diputuskan pekan ini (18/4/24)
Melansir dari tvonenews.com Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Hadi Tjahjanto mengungkapkan bahwa dari tahun 2017-2024 kasus judi online di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan riset ditahun 2023 pelaku judol diangka 3.2 juta orang. (23/04/24)
Realitas hari ini, judol menjadi sebuah penyakit yang menggerogoti setiap pemainnya. Menunjukkan kualitas generasi yang rusak. Meskipun demikian pemicu pelaku judol ada dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi jauhnya kesadaran hubungan setiap individu dengan sang pencipta (Allah), sudah bisa dipastikan ketika seseorang tidak menginstal keimanan di dalam hati dan pikirannya akan lebih mudah untuk melakukan maksiat. Dianalogikan ketika dengan penciptanya saja dilupakan apalagi dengan aturan kehidupan yang sangat kompleks ini. Hal inilah yang menjadikan jalan pintas untuk asyik menjalankan maksiat judol.
Problema ini terus menggurita ketika isi kepala kita, kita seseorang berpikir keliru akan bereaksi menjauhi kebenaran dan beraksi pun ugal-ugalan. Ini biasa disebut gazwul fikri atau perang pemikiran. Di sini lain keluarga eksis dengan corak pemahaman dan aturan sekuler, tolak ukur perbuatan adalah asas manfaat bukanlah hukum syara' atau peraturan versi sang maha pencipta. Ditengah-tengah kekacauan dan kerusakan hari ini, keluarga sangat berperan penting dalam membangun fondasi aqidah atau membangun idrok silla billah dan memperbaiki kualitas iman.
Sedangkan faktor eksternal seperti kita berada di lingkungan yang toxic, baik lingkungan nongkrong dan masyarakat. Seperti masuk dalam lingkaran setan, akan sangat sulit keluar dari zona zaman versi zaman now. Dari sini muncul barometer perbuatan manusia, yaitu menimbulkan makna rancu. Ada yang menyandarkan pada suara mayoritas, atau standarnya ala-ala Barat, bercorak westernisasi, yang intinya standarnya ada pada aturan manusia.
Misalnya, tidak masalah memakai rok mini keluar rumah selagi merasakan nyaman, apabila terjadi pelecehan yang salah pelakunya, mata laki-lakinya, mereka melanggar HAM. Sama seperti judol ini, mereka mengerjakan maksiat atas dasar dibenturkan dengan HAM (aturan manusia), dan memang aksesnya difasilitasi.
Ironisnya, dunia pendidikan hari ini semakin memperhatikan. Banyak gedung megah, fasilitas canggih, SDM guru mumpuni tidak melahirkan kan mencetak generasi emas peradaban. Justru kebalikannya, banyak tindak kriminal yang dilakukan oleh pelajar. Bahkan dari hasil riset pun kebanyakan pelaku judol adalah para pelajar.
Kurikulum yang di terapkan berbasis kapitalisme, standarnya mengacu pada profit. Siswa akan diarahkan dan disiapkan bagaimana memiliki pekerjaan sesuai passion, dan tentu masa depan cerah. Dalam sistem ini kekacauan terjadi apabila krisis ekonomi meningkat sehingga wajar apabila judol marak.
Padahal itu karena keliru menerapkan kurikulum dalam pendidikan, adab tidak diperhatikan sehingga generasi hari ini krisis moralitas. Seharusnya dalam dunia pendidikan, sistem pendidikan harus bisa mendesain, menyiapkan, dan mencetak para generasi penakluk dan pembebas serta melahirkan syakhsiyah Islam (kepribadian Islam). Tentu dengan kurikulum Islam, karena akan mempelajari adab dulu baru ilmu.
Realitasnya, problem ini semua bersumber dari sistem thogut. Seorang pengamat politik Islam Dr. Riyan, M.Ag mengatakan bahwa sistem demokrasi berasaskan sekularisme. Asas ini, kehidupan dan bernegara memiliki aturan yang berbeda.
Alhasil, manusia sibuk dengan standar ganda karena barometer khair syarr ( baik buruk) itu bukan pada aturan pencipta. Di dalam asas ini agama didudukkan sebagai prasmanan, agama hanya mengatur ibadah ritual saja dan meninggalkan ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dalam bermasyarakat. Misalnya sistem pendidikan, pemerintah, sistem pergaulan, dsb.
Pemberantasan judol ini sebenarnya kurang efektif, disisi lain sanksi yang berlaku tidak memberikan efek jera ditambah lambannya dalam penanganan sehingga harus membuat 3.2 juta orang terjerat judol.
Lantas bagaimana penanganan yang tepat dan cepat sehingga memberantas sampai ke akar-akarnya?
Ganti mabda! Sebuah mabda atau ideologi akan mengikat seluruh manusia yang memakainya. Tinggal kita mau memakai mabda dari sang pencipta atau karangan manusia? Mabda Islam adalah sebuah pandangan mendasar mengenai kehidupan dan tentunya mengaitkan antara pencipta dan aturan kehidupan.
Ganti sistem!
Mabda Islam mustahil diterapkan apabila pemahaman masyarakatnya masih awam. Sehingga peran kita selain belajar, menyebarkan kebenaran ditengah-tengah masyarakat agar semakin banyak yang paham akan khilafah atau sistem politik Islam. Sesungguhnya semua kerusakan di muka bumi ini terjadi karena tidak diterapkannya Islam secara menyeluruh.
Wallahu'alam Bisowab.
Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak (Sahabat Tinta Media)