Hijab Itu Syariat ataukah Ajang Pencarian Jati Diri? - Tinta Media

Sabtu, 13 April 2024

Hijab Itu Syariat ataukah Ajang Pencarian Jati Diri?

Tinta Media - Melansir dari CNBC.Indonesia baru-baru ini Zara putri dari mantan Gubernur Jawa Barat menjadi sorotan warganet usai postingannya viral dan tuai kontroversial. Melalui akun instagramnya, Zara memberitahu keputusannya melepas kerudung. (5/4/24)

"Berhenti sejenak untuk mencari jati diri", begitulah Zara menggambarkan hati yang porak poranda. Dia beranggapan apabila mengenakan kerudung itu harus bersumber dari keinginan sendiri tanpa paksaan dari pihak lain dan lingkungan. Mengingat ia melanjutkan pendidikannya di Inggris jauh dari keluarga.

"Karena bagi aku secara personal, seorang muslim yang baik adalah mereka yang melakukan syariat ajaran agama dari hati. Bukan soal penampilan tapi soal hati yang bersih," statement yang perlu diluruskan dan dipahamkan ke tengah-tengah masyarakat. Karena pemahaman seperti ini sangat menyesatkan dan rancu.

Apa yang dialami oleh Zara sangat krusial, bagaimana tidak? Ada beberapa faktor kasus ini terjadi:

Pertama, keilmuan dan ketidaktahuan seseorang. Ketika dalam suatu persoalan atau bahkan hal syariat yang membedakan individu satu dengan yang lain adalah ilmu. Ringkasnya,  ketika perintah itu hukumnya wajib tetapi susah dikerjakan akan tetapi ketika seseorang memiliki ilmu akan suatu perkara tersebut pasti akan melakukan double effort untuk mengerjakannya.

Ironisnya, fenomena hari ini banyak yang mengerjakan aturan, perintah, atau persoalan apa pun tanpa ilmu. Mirisnya, nyaman dengan ketidaktahuan tersebut tanpa usaha mencari dan belajar hingga akhirnya hanya terbawa arus mode yang ada.

Kedua, paradigma yang keliru lahir dari pemahaman yang rancu dan salah sehingga melahirkan pemikiran liberal. Contoh, seseorang beranggapan bahwa barometer ketaatan dengan sang pencipta itu hati yang bersih. Sejatinya hakikat mengerjakan perintah dan larangan Allah memang terkadang membutuhkan paksaan di tengah-tengah virus sekuler yang ada.

Ketiga, virus sekularisme merambah ke segala lini kehidupan. Perlu di ketahui bahwa virus ini merupakan sekat antara aturan kehidupan dan ibadah ritual. Artinya standar seorang hamba beribadah kepada pencipta sebatas ibadah ritualnya saja. Di posisikan agama hanya mengatur perkara sholat, puasa, zakat, sedekah, dll yang sifatnya hanya mengatur hubungan manusia dengan sang pencipta.

Mirisnya, mereka beranggapan bahwa aturan kehidupan adalah ranah manusia yang mengatur. Maksudnya,  manusia bebas membuat aturan (undang-undang) sehingga nanti muncul berbeda-beda acuan atau standar. Identiknya bahwa manusia itu memiliki akal yang terbatas, sehingga dalam membuat aturan atau kebijakan akan terjadi perbaikan dan dikaji ulang. Bahkan aturan nya pun selalu berbenturan dengan norma yang ada dan sifatnya tidak memuaskan akal serta tidak sesuai fitrah manusia.

Misalnya, adanya aturan terkait HAM ( hak asasi manusia) melahirkan pemikiran liberal, pola sikap dan pola tingkahnya sekuler bahkan kapitalis (barometer melakukan sesuatu adalah materi) Contoh lain norma kesopanan (semua agama) yang berlaku di negeri ini yaitu memakai pakaian yang sopan dibenturkan dengan HAM sehingga seseorang bebas mau memakai pakaian mode apa pun karena perbuatannya bagian dari HAM, apabila terjadi kriminal yang disalahkan mata laki-lakinya bukan perempuannya yang melanggar norma yang berlaku.

Keempat, pendidikan dengan kurikulum sekuler-kapitalisme. Realitas hari ini tidak ada institusi pendidikan yang di dalamnya diterapkan paradigma menyesatkan ini kecuali sekolahan swasta dengan corak Islam kaffah, itu pun aksesnya beragam tidak semua gratis mayoritas Biayanya mahal. Ketika kurikulum pendidikan itu bernuansa sekuler-kapitalis pasti siswa akan persiapkan sebagai mesin pencetak uang bukan melahirkan generasi bertakwa pembangun peradaban. Misalnya generasi hari ini krisisi moralitas dan cenderung memiliki paradigma liberal, feminisme, hedonisme, sekularisme, kapitalisme, pluralisme, dsb.

Keadaan tersebut sangat bertolak belakang apabila aturan Islam diterapkan ditengah-tengah masyarakat. Artinya adanya  negara Islam dengan corak aturan Islam dan pastinya terikat dengan sistem politik Islam (khilafah). Masyarakatnya mencerminkan aqidah Islam.

Di dalam negara Islam, khalifah bertugas sebagai roin atau mengatur segala aspek kehidupan. Negara akan mengondisikan lingkungan islami dalam artian lahirlah individu dengan sakhsiyah islamiyah atau kepribadian Islam.

Memandang bahwa syariat itu adalah kebutuhan dan keharusan untuk dikerjakan sehingga tidak tebang pilih mau mudah atau susah, mau itu sesuai tren sekarang atau kuno apabila maksiat ya ditinggalkan dan ketika perintah Allah pasti dikerjakan.

Misalnya aturan menutup aurat secara syariat pasti akan dikerjakan. Karena aturan memakai hijab dan jilbab merupakan sebuah kewajiban seorang muslimah, bukan tawaran mau atau tidak. Contohnya ketika negara mewajibkan rakyatnya berkendara sepeda motor memakai helm dan secara keseluruhan sesuai standar berkendara, sudah pasti ketika melanggar akan terkena sanksi. Apalagi ketika seseorang tidak menaati peraturan dari sang maha pencipta (Allah) sudah pasti akan mendapat murka Allah.

Sehingga syariat tidak di posisikan sebagai ajang pencarian jati diri seseorang tetapi sebagai aturan kehidupan. Ketika seseorang sedang berada di tahap mencari itu selaras dengan syariat menjadi guru, artinya bukannya  hati yang bersih menjadi tolak ukur takwanya seseorang tetapi usaha seseorang itu untuk menerapkan Islam secara kaffah atau keseluruhan di dalam kancah kehidupan.

Faktanya kemaksiatan hari ini menjadi sebuah fenomena yang di gandrungi kaum remaja dan dinikmati. Mirisnya ketika remaja terperosok dalam lembah kenistaan pastilah sebuah peradaban akan mundur dari eksistensinya. Semakin maksiat merajalela keberkahan akan semakin menjauh.

Problema hari ini menggambarkan rusaknya sebuah mabda atau sistem yang mengikat seluruh negeri ini, karena memang belum ada yang menerapkan aturan Islam secara keseluruhan. Barometer negara Islam adalah masyarakatnya sudah berkepribadian Islam dan sadar ingin melanjutkan kehidupan Islam serta memperjuangkannya pastilah negara Islam siap ditegakkan kembali. Sekarang tugas kita adalah menyadarkan umat bahwa khilafah adalah kebutuhan mendesak dan urgen untuk diterapkan. Analoginya semakin banyak yang sadar semakin banyak yang berjuang. Wallahu'alam Bisowab.

Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak. (Sahabat Tinta Media)


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :