Tinta Media - Bullying atau perundungan semakin marak terjadi di kalangan remaja. Tidak hanya menimpa laki-laki saja, tetapi kasus ini pun menimpa perempuan. Mirisnya, kasus bullying sering kali dianggap remeh oleh beberapa orang dengan dalih “bermain” atau “bersenang-senang” bersama. Tidak hanya bullying secara fisik, tetapi secara verba pun masih mudah ditemui.
Tidak heran, kasus ini terus meningkat di Indonesia. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mencatat 87 kasus bullying pada Agustus 2023 (Kompasiana, Desember 2023).
Baru-baru ini, masyarakat digemparkan oleh video perundungan remaja putri yang tersebar di media sosial. Video yang beredar menampilkan pengeroyokan remaja putri berbaju hitam sebagai korban. Korban mengalami luka-luka di bagian tubuhnya.
Perundungan terjadi karena remaja putri berbaju hitam membela sang adik yang juga dirundung oleh teman-temannya karena akan diperdagangkan, tetapi sayangnya sang kakak tidak dapat melarikan diri saat dikeroyok (Tribun News, 02/03/2024). Kasus bullying ini terjadi di Batam. Polisi menetapkan empat tersangka kasus perundungan yang dilakukan oleh para siswi. Korban berinisial EF (14) dan SR (17) mengalami luka berupa memar serta bekas sundutan rokok (Kompas, 02/03/2024).
Melihat fakta yang terjadi pada generasi muda saat ini tentu membuat hati teriris. Generasi penerus bangsa yang harusnya memiliki akhlak mulia, saling menghargai, saling menyayangi, malah berperilaku saling membenci dan menyakiti. Mereka melakukan tindakan kriminal dengan tenang, tanpa merasa berdosa dan malu. Namun, sikap remaja saat ini tidak terjadi begitu saja. Ada faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya yakni sistem kehidupan sekuler.
Kehidupan sekuler telah memisahkan antara agama dengan kehidupan. Maka, tidak heran jika banyak remaja yang tidak bermoral. Pemahaman agama serta akidah remaja tidak tertanam dengan kuat dalam jiwanya. Di sisi lain, penerapan hukum peradilan anak menjadi celah banyaknya kasus bullying dan tidak membuat jera pelakunya.
Model sistem peradilan ini merujuk pada definisi anak, yaitu seseorang yang masih di bawah usia 18 tahun jika melakukan tindak pidana hanya mendapatkan sanksi yang lebih rendah, bahkan bisa terbebas.
Di dalam Islam, semua orang memiliki tanggung jawab yang sama setelah masuk usia baligh atau sekitar usia 15 tahun. Sanksi yang diterapkan dalam Islam akan mampu membuat jera pelaku bullying sebab dalam Islam semua perilaku akan dimintai pertanggungjawaban.
Maka, seseorang yang memiliki pemahaman Islam, tentu akan menghindar dari perbuatan maksiat. Di sisi lain, peran keluarga juga sangat penting untuk pembentukan akhlak maupun kepribadian anak. Akan tetapi, masih banyak orang tua maupun keluarga yang belum mendidik anak dengan menanamkan nilai keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt.
Akibatnya, anak tumbuh dengan tidak terlalu mengedepankan akhlak. Di sisi lain, sistem sekularisme yang memisahkan dunia dengan agama membuat anak semakin jauh dan tidak mengenal dengan ajaran Islam.
Dunia menjadi tolok ukur kesuksesan dan kesenangan. Oleh sebab itu, peran keluarga sangat penting dalam menanamkan akidah Islam. Anak yang diajarkan penanaman maupun pemahaman akidah sejak dini akan menghindar dari segala macam bentuk perbuatan maksiat.
Tidak hanya membutuhkan peran keluarga saja, tetapi peran masyarakat dan sekolah yang juga sebagai tempat keseharian dalam bersosialisasi, perlu mengajarkan dan membiasakan diri dengan perbuatan-perbuatan baik. Akhlak sesuai dengan standar Islam, sehingga sekolah tidak lagi hanya mementingkan akreditasi, tetapi memikirkan cara dan upaya agar menjadi tempat untuk mendidik dan mencetak generasi Islam.
Tidak kalah penting ialah peran negara. Negara memiliki hak untuk mengeluarkan suatu peraturan. Di dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk menerapkan hukum-hukum Allah. Maka dari itu, kurikulum yang diterapkan oleh negara haruslah berdasarkan pada akidah Islam. Islam menerapkan akidah dan moral sejak dini, sehingga kepribadian yang mulia akan terbentuk dan diterapkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah.
Oleh: Huri Salsabila
Sahabat Tinta Media