Tinta Media - Lagi-lagi berdalih masih batas aman, negara ini terus meningkatkan utang. Padahal, utang-piutang ini membahayakan kedaulatan negara karena menyebabkan cengkeraman pemilik modal semakin kuat. Asing menjadi dominan atas negara. Dengan kata lain, negeri ini menjadi penjajahan
Dilansir oleh CNN Indonesia, Selasa (27/02/2024), Kemenkeu mencatat bahwa utang pemerintah naik sebesar Rp108,4 triliun menjadi Rp8.253,09 triliun per Januari 2024. Kenaikan ini lebih besar dibandingkan utang pada Desember 2023, yakni sebesar Rp8.144,69 triliun.
Adapun rasio utang terhadap produk domestik bruto atau PDB masih di bawah batas aman, yaitu 60 persen. Pada Januari 2024, utang negara didominasi oleh surat berharga Negara (SBN) sebesar 88,19 persen atau Rp7.278,03 triliun. Sisanya pinjaman yang mencakup Rp 11,81 persen atau sebesar Rp 975,06 triliun
Meskipun pemerintah senantiasa mengelola utang secara cermat dan terukur dengan memperhatikan komposisi mata uang, suku bunga maupun jatuh tempo yang optimal, tetapi perlu adanya penyadaran akan haramnya pinjaman berbunga seperti ini.
Pemerintah seharusnya mengedepankan urusan umat yang lebih mendesak, seperti menormalkan kembali harga pangan yang terus naik, pengelolaan pelayanan kesehatan yang amburadul, bidang pendidikan yang makin melenceng dari relnya, alih fungsi lahan yang tak terkendali, merampas ruang hidup masyarakat dan lain sebagainya.
Dalam syariat Islam, negara wajib mencegah terjadinya hal-hal yang membahayakan keamanan negara dan tiap-tiap warga negaranya.
Sangat jelas terdapat dalam Al-Qur'an dan hadis Rasulullah saw. terkait kewajiban kepala negara dalam memberikan pelayanan, perlindungan, kesejahteraan, keamanan, kenyamanan serta mengedepankan kepentingan umat daripada urusan pribadi atau komplotannya.
Negara harus memberikan solusi-solusi terbaik kepada masyarakat, karena amanah jabatannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban, seperti sabda Rasulullah saw. yang artinya,
"Tidaklah seorang hamba yang telah Allah beri wewenang untuk mengurus rakyat mati pada saat hari kematiannya sementara dia dalam keadaan menipu rakyatnya, melainkan Allah akan mengharamkan surga atas dirinya." (HR Al Buchari)
Begitu pula urusan utang-piutang. Dalam Islam, sangat jelas hukum haramnya utang ribawi yang saat ini kian membelit negeri yang kaya sumber daya alamnya. Allah Swt. berfirman yang artinya,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertawaklah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka yang disediakan untuk orang-orang yang kafir." (TQS Ali Imron ayat 130)
Pemimpin yang taat akan syariat tentunya akan menjalankan syariat itu sebagai landasan dasar kepengurusan negaranya sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Beginilah jadinya ketika negara tersebut tidak menerapkan sistem Islam. Kebijakannya, solusi yang dilahirkan tidak berpihak pada kepentingan umat atau masyarakat, melainkan mengutamakan kepentingan pemodal atau kepentingan asing yang memberikan utang. Wallahu alam.
Oleh: Yeni Aryani
Sahabat Tinta Media