Tinta Media - Lagi, terungkap kasus pembunuhan sadis yang dialami oleh satu keluarga di Penajam Paser Utara. Seorang remaja berusia 16 tahun yang masih duduk di bangku SMK nekat membunuh satu keluarga yang beranggotakan lima orang menggunakan parang di rumah korbannya. Diketahui, motif pembunuhan didasari masalah asmara dan masalah sepele lain, seperti masalah ayam dan helm yang belum dikembalikan selama 3 hari oleh salah satu korban yang juga merupakan mantan kekasih pelaku.
Mirisnya, setelah membunuh, pelaku juga melecehkan korban dengan memperkosa mantan kekasih dan ibunya. Tidak hanya itu, ia juga ketahuan mencuri tiga ponsel milik korban dan uang tunai sebesar 300 ribu rupiah. Diketahui, sebelum membunuh, ia sempat mengonsumsi miras bersama teman-temannya. (kompas.com, 08/02/2024).
Sungguh miris, berulang kali masyarakat selalu dikejutkan dengan terungkapnya kasus pembunuhan sadis yang dilakukan oleh remaja. Remaja yang seharusnya sedang mempersiapkan masa depan, ternyata banyak yang sedang “sakit” dan terjerumus ke dalam jurang kriminalitas.
Lihat saja, bagaimana mereka dengan teganya menghilangkan banyak nyawa tanpa ada rasa takut dan penyesalan. Bukankah mereka kaum terpelajar yang sedang dididik untuk menjadi generasi yang berkarakter dan berbudi luhur? Tidakkah mereka menyadari bahwa perbuatannya sangat kejam dan sadis? Sungguh disayangkan, melihat potret generasi hari ini.
Tentu banyak sekali faktor yang mempengaruhinya.
Pertama, keluarga. Keluarga merupakan kunci utama pembentukan kepribadian pada anak. Kondisi keluarga yang tidak stabil, salah dalam pola asuh anak, kurangnya perhatian orang tua kepada anak, akan menyebabkan terbentuknya kepribadian buruk pada anak. Bahkan, ketika orang tua tidak menanamkan nilai-nilai agama sebagai fondasi dalam diri anak, akan terbentuk juga kepribadian yang jauh dari agama.
Kedua, lingkungan. Lingkungan juga memiliki pengaruh besar dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan yang sehat akan membentuk kepribadian positif pada anak. Namun, saat ini masyarakat kita tidak memiliki lingkungan ideal bagi generasi. Kemaksiatan semakin merajalela, tetapi masyarakat seolah mengabaikannya, misalnya meminum miras pada kasus di atas. Sikap seperti inilah yang menyebabkan tidak adanya aktivitas amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat.
Ketiga, arus digitalisasi. Tidak dapat dimungkiri bahwa saat ini kita hidup di tengah kemajuan teknologi. Ketika teknologi digunakan untuk hal positif, maka hasilnya pun akan bermanfaat bagi semua kalangan. Namun faktanya, saat ini banyak konten-konten negatif di internet yang sangat berpengaruh, seperti bullying, pornografi, kekerasan, seks bebas, dll. Parahnya, banyak generasi yang mempelajari dan mempraktikkannya dalam kehidupan.
Di sisi lain, patut dipertanyakan juga terkait kualitas pendidikan saat ini. Pendidikan yang seharusnya mampu mencetak generasi gemilang, melahirkan siswa dengan akhlak terpuji, nyatanya telah gagal dalam mendidik peserta didik. Kegagalan ini yang menyebabkan lahirnya generasi yang tidak bermoral, sadis, keji, bahkan parahnya terlibat pada kasus kriminalitas. Inilah potret betapa bobroknya pendidikan saat ini.
Kasus di atas tentunya membuat setiap jiwa akan marah dan muak melihatnya. Bagaimana tidak, banyak kasus serupa terjadi setiap harinya. Hal ini tidak lain akibat sistem sanksi saat ini juga tidak memberikan efek jera bagi pelaku. Hukum dan UU yang ada nyatanya tidak mampu membuat pelaku takut melakukan tindakan keji.
Apalagi, saat ini terdapat syarat usia untuk menjatuhi hukuman kepada pelaku kriminal. Jika orang tersebut masih “di bawah umur”, maka mereka merasa “terlindungi”. Padahal mereka seharusnya sudah cukup umur dalam menilai perbuatan benar atau salah. Bahkan, sudah mengetahui konsekuensi atas perbuatan yang dilakukan.
Maraknya peristiwa-peristiwa kejam dan sadis ini tidak lain akibat dari penerapan sistem sekularisme dalam kehidupan. Sistem ini memisahkan peran agama dari kehidupan, membuat individu merasa bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan, tidak peduli apakah tindakannya benar atau salah dalam sudut pandang agama.
Mereka merasa puas melampiaskan hawa nafsu, sekalipun itu adalah perbuatan yang keji dan sadis. Maka, wajar jika banyak lahir generasi-generasi rusak akibat arus sekularisasi ini.
Pendidikan pun tidak luput dari paham sekuler ini. Pendidikan yang seharusnya mampu membentuk karakter terpuji pada generasi, nyatanya hanya fokus pada aspek materi saja. Mata pelajaran agama hanya dipelajari pada aspek ibadah ritual saja. Wajar jika pelajaran agama tidak meninggalkan efek mendalam pada siswa, apalagi dijadikan sebagai fondasi dalam bertindak, karena yang jadi fokus sebatas belajar untuk memperoleh nilai.
Berbeda dengan sistem sekularisme, Islam memandang generasi sebagai pemain utama dalam pengukir peradaban. Lihat saja, bagaimana hebatnya para generasi Islam terdahulu. Banyak dari mereka yang menghasilkan karya-karya yang luar biasa, bahkan dapat kita rasakan manfaatnya hingga hari ini. Hal ini tidak lain karena Islam mendidik generasi berdasarkan akidah Islam dan dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk penerapannya.
Keluarga atau orang tua memiliki peran penting dalam mendidik anak. Mereka adalah tempat pendidikan utama bagi anak. Maka, wajib bagi mereka untuk mendidik anak-anaknya berdasarkan akidah Islam.
Ketika mereka menanamkan akidah Islam sejak dini, anak akan mampu menilai perbuatannya berdasarkan Islam semata, karena mereka paham bahwa terdapat konsekuensi atas setiap perbuatannya dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Kemudian, penting juga untuk menciptakan masyarakat yang kondusif berdasarkan akidah Islam, yaitu masyarakat yang selalu melakukan aktivitas amar ma'ruf nahi munkar. Hal ini dilakukan untuk mencegah menjamurnya tindak kejahatan dan kemaksiatan di tengah-tengah masyarakat.
Di samping peran orang tua dan masyarakat, penting juga bagi negara untuk terlibat di dalamnya. Negara memiliki peran strategis bagi terciptanya kondisi ideal bagi rakyat, karena hanya negara saja yang mampu menerapkan aturan bagi seluruh rakyatnya. Maka, dalam hal ini negara wajib menyelenggarakan sistem pendidikan berdasarkan akidah Islam. Penerapan kurikulum ini akan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam, yaitu generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Dengan demikian, akan terbentuk generasi gemilang yang bertakwa kepada Allah Swt.
Di samping itu, Islam juga memiliki mekanisme untuk mencegah kejahatan. Salah satunya dengan mengharamkan miras (khamr) yang merupakan induk kejahatan. Hal ini karena khamr dapat merusak akal, jiwa, raga, dan harta peminumnya dan telah terbukti sebagaimana kasus di atas.
Islam akan menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi siapa pun yang melakukan pelanggaran. Dengan begitu, masyarakat tidak akan berani melakukan hal serupa, karena sistem sanksi Islam akan memberikan efek jera bagi siapa pun yang melakukan tindak kejahatan.
Sungguh, hanya penerapan aturan Islam saja yang mampu memberikan solusi atas setiap permasalahan saat ini. Maka, inilah tugas kita bersama untuk terus berdakwah menyeru kembalinya penegakan aturan Islam dalam kehidupan.
Oleh: Aryndiah,
Akitivis Muslimah