Tinta Media - Tarif listrik naik, rakyat makin tercekik. Lagi dan lagi rakyat harus menghadapi kenyataan pahit. Di tengah harga beras yang mahal, kini tarif listrik pun dikabarkan mengalami kenaikan. Semakin ke sini rasanya semakin dekat dengan kalimat, “Penguasa raih cuan, rakyat dapat beban.”
Dikutip dari Fajar.co.id, di saat mahalnya harga beras hingga membuat warga harus antre panjang ketika ada pasar murah sembako, juga sedang maraknya PHK, kini tarif listrik pula yang dikabarkan akan mengalami kenaikan. Pemerhati Sosial dan Politik, Totok Sugiarto, turut mengkritisi bakal naiknya tarif listrik ini (24/02/2024).
Listrik telah menjadi kebutuhan vital masyarakat. Sangat sulit saat ini memisahkan listrik dengan kebutuhan manusia. Hampir semua peralatan dan aktivitas manusia memerlukan energi listrik. Begitu listrik padam lumpuhlah kegiatan manusia.
Naiknya tarif listrik di saat harga pangan pun naik jelas akan membuat rakyat mengeluarkan beban biaya yang semakin besar. Tagihan akan membengkak. Apalagi juga sedang marak terjadinya PHK. Kehidupan rakyat semakin sulit. Adanya subsidi pun tak menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat. Ibarat sekadar tambal sulam.
Listrik sebagai sumber energi seharusnya diserahkan kepada rakyat dengan harga murah bahkan gratis. Negara sebagai penjamin kesejahteraan rakyat sejatinya harus mandiri dalam mengelola kebutuhan energi rakyat. Sayangnya, pasokan listrik PLN hari ini bergantung pada pasokan swasta. Sementara swasta tentu orientasinya merupakan keuntungan. Selalu saja keuntungan.
Saat ini rakyat dibiarkan berjuang sendirian. Bak tikus mati di lumbung padi. Sungguh miris, padahal tanah air penuh akan sumber daya energi. Namun apa daya pejabat negara. Mereka yang disebut pelayan rakyat kenyataannya hanya melayani diri mereka sendiri. Rakyat hanya menjadi objek meraih keuntungan semata.
Akui saja, bahwa sistem Liberal jadi biangnya. Kebijakan sistem ini lebih menguntungkan penguasa sekaligus pengusaha ketimbang rakyat banyak. Sistem yang mau melepaskan tanggung jawab negara mengelola ekonomi termasuk sumber daya energi, dan menyerahkannya kepada mekanisme pasar. Padahal jika energi dikelola secara mandiri dan benar, biaya produksi listrik akan murah sebab Indonesia sangat kaya akan sumber daya energi.
Sistem ini sangat kontras dengan sistem Islam. Sebagai energi yang menguasai kebutuhan hidup manusia, Islam melarang penguasaan listrik dan sumbernya oleh swasta. Melainkan sebagai barang milik publik, bukan pribadi maupun negara. Hanya saja, pengelolaan barang publik diwakilkan kepada negara demi kemaslahatan rakyat.
Negara bersistem Islam wajib menjamin terpenuhinya rakyat akan sumber daya termasuk energi melalui pengelolaan secara mandiri. Sementara, hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat dengan harga murah bahkan gratis. Ini merupakan negara yang mandiri, punya visi ideologis, serta terbebas dari cengkeraman asing dan pemilik modal.
Bukan negara pembebek, potensi sumber daya energi malah dirampok dan dijajah demi asas manfaat segelintir oknum yang berkepentingan. Jika sistem Liberal ini terus dipertahankan, tidak ada jalan bagi rakyat agar terentaskan dari segala penderitaan ini. Maka, jalan satu-satunya untuk mengubah keadaan ini ialah mencampakkan sistem saat ini dan menggantinya dengan sistem Islam.
Oleh: Nabila Andifa
(Santri Ideologis)