Pemimpin dengan Kepribadian Seluas Hamparan Lautan - Tinta Media

Kamis, 14 Maret 2024

Pemimpin dengan Kepribadian Seluas Hamparan Lautan



Tinta Media - Sosok pemimpin sangat dibutuhkan atas suatu kumpulan individu, baik dalam bentuk kelompok, komunitas, bahkan masyarakat dalam satu negeri. Sosok pemimpin amat dibutuh guna menstabilkan bawahan agar sesuai standarnya, serta memberi arahan agar tetap berkembang lebih baik.

Pemimpin haruslah memiliki sifat serta sikap layaknya pemimpin sesungguhnya. Diri seseorang harus benar-benar terasuki jiwa pemimpin agar bisa menjadi pemimpin. Menurut Rhenald Kasali, setiap pemimpin memiliki OCEAN tingkat tinggi. Maka demikian, jika seseorang tidak memiliki OCEAN tingkat tinggi, maka tidak akan muncul jiwa pemimpin pada dirinya.

OCEAN merupakan singkatan dari Openness, Conscientousness, Extroversion, Agreeableness, dan Neuroticism. Sedangkan ocean dalam bahasa Inggris artinya samudra. Berarti, seseorang yang memilki kepribadian OCEAN tingkat tinggi akan memiliki pengetahuan, kepekaan, dan keberanian yang besar bagaikan bentangan laut di samudra.

Maksud dari openness di sini adalah keterbukaan pemikiran, terutama pada hal-hal yang baru. Jadi, seorang pemimpin memang harus memiliki keingintahuan yang tinggi agar kelak pengetahuannya digunakan untuk mengatasi segala problematika yang menimpa bawahannya atau circlenya.

Conscientousness adalah keterbukaan hati dan telinga. Seseorang yang memiliki kepribadian ini akan terus berhati-hati dalam mempertimbangkan suatu keputusan melalui ma'lumatus sabiqah yang didapatkan dari mendengar pendapat orang lain, sehingga menghasilkan nilai yang memuaskan. Begitu juga dengan seorang pemimpin yang harus mempertimbangkan keputusannya secara hati-hati.

Maksud dari extroversion, yakni keterbukaan terhadap orang lain. Seorang pemimpin haruslah terbuka pada orang lain agar dapat mendiskusikan suatu perkara dalam circlenya.

Agreeableness berarti keterbukaan dalam kesepakatan. Maksud di sini, bukan bearti seorang pemimpin itu mudah sepakat pada pendapat orang lain, sehingga ia dapat dipengaruh oleh orang lain. Melainkan, pemimpin harus pintar-pintar dalam memilih, lalu bersepakat dengan pendapat seseorang yang benar dan tepat agar tidak mudah terpengaruh oleh orang lain.

Terakhir, Neuroticism adalah keterbukaan terhadap setiap tekanan-tekanan. Memang, diri pemimpin harus kuat, baik fisik maupun mental. Seorang pemimpin harus tidak mudah stres, pesimis, dan trauma karena kesalahan serta kekalahan yang dialaminya.

Sebagai contoh, Muhammad al-Fatih yang semenjak kecil memiliki dorongan iman untuk merealisasikan bisyarah Rasulullah saw. Saat kecil, beliau dididik oleh para ulama untuk mempersiapkan dirinya kelak adalah pembebas Konstantinopel. Beliau terus-menerus belajar diwaktu siang dan malam. Pada akhirnya, beliau mampu menghafal al-Qur'an di usianya yang sangat muda, serta memiliki berbagai keterampilan di bidang sains, matematika dan tsaqafah. Kelak, semua pengetahuan yang ia dapatkan akan digunakan untuk menyusun strategi penaklukan Konstantinopel.

Meski Muhammad al-Fatih mengalami kegagalan dalam penaklukannya sebanyak 7 kali, tetapi beliau terus-menerus berdiskusi kepada penasihatnya serta bertaqarrub kepada Allah Swt. untuk menghilangkan segala tekanan yang ia alami karena kegagalannya. Namun, pada akhirnya, beliau berhasil menaklukan Konstantinopel berkat dukungan serta nasihat dari ulama serta penasihatnya. Semua itu berkat keterbukaannya serta dorongan keimanannya.

Jadi, seorang pemimpin tidak hanya memiliki kepribadian OCEAN, tetapi juga harus memiliki kepribadian Islam yang memiliki keimanan tinggi dan juga harus dilandasi oleh aqidah. Hal tersebut dilakukan agar nantinya sebuah aturan yang dibuat oleh seorang pemimpin tidaklah menyalahi hukum syariat.

Hukum syariat merupakan hukum yang paling adil ketimbang semua hukum yang ada karena langsung berasal dari Tuhan seluruh alam. 

Allah Azza wa Jalla berfirman pada surat al-Maidah ayat 50 yang artinya,

"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)."

Maka, dari ayat tersebut telah tertera bahwa tidak ada hukum yang lebih baik daripada syariat. Namun, di era kini, era kepemimpinan Islam telah silih berganti dengan kepemimpinan yang zalim serta kufur. Hukum syariat tersingkirkan oleh aturan yang pada dasarnya sudah kufur, dibuat oleh pemimpin kufur, dan berasal dari sistem kufur.

Akibatnya, tidak ada daulah yang melindungi umat Islam, penduduk Rohingya diusir, umat Islam di Uyghur disiksa, keadilan dunia lenyap, kesejahteraan menghilang, kemiskinan serta penindasan melanda, kesusahan terjadi di mana-mana.

Maka dari itu, diharuskan bagi kita untuk membaiat seorang khalifah sehingga muncul negara yang berlandaskan hukum pada syariat (khilafah) yang akan menyejahterakan siapa pun yang berada di bawah naungannya, serta akan mengadili dengan seadil-adilnya kepada siapa pun yang melanggar aturan negara atau syariat. 

Nabi saw. pernah bersabda yang artinya: 

"Barang siapa mati sedangkan di pundaknya tidak ada baiat, maka matinya mati jahiliyyah."

Dari hadis Rasulullah tersebut, maka telah diwajibkan bagi seluruh umat Islam yang memang saat ini berjalan tanpa ada pemimpin, untuk membaiat seorang khalifah yang akan menegakkan daulah Islamiyyah serta mengembalikan kejayaan Islam seperti dahulu.


Oleh: Aizar
Sahabat Tinta Media

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :