Tinta Media - "Parah, sepanjang 40 tahun lebih berdagang di pasar induk, kenaikan harga beras pada tahun ini (2024) adalah yang tertinggi." Hal ini disampaikan oleh salah satu pedagang.
Para pembeli pun jelas mengeluh karena mau tak mau harus tetap membeli karena tak mudah juga untuk beralih ke pangan substitusi. Kenaikan saat ini dirasa tidak masuk akal. Bayangkan, dalam kurun waktu seminggu, beras bisa naiknya sampai dua kali. (bbc.com)
Penyebab kenaikan harga signifikan ini dicurigai terkait pesta demokrasi yang baru saja berlangsung. Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi menyindir bahwa lonjakan itu dipicu masifnya gelontoran bansos dan bantuan pangan beras 10 kg sebelum pilpres 2024 kemarin. Dia mengamati realitas saat kelangkaan pasokan beras mulai terjadi. (cnnindonesia.com)
Masuk akal juga kalau barang langka di pasaran, harga akan naik. Akan tetapi, pemerintah tentu tak sepakat. Menurut mereka, penyebab harga beras melonjak adalah karena kondisi cuaca.
Mendag beralasan bahwa para petani belum panen. Akibat adanya siklus cuaca El Nino yang terjadi tahun lalu, kondisi ini membuat jumlah produksi beras turun. (detik.com)
Walaupun terlihat mengelak, Dirut Bulog Bayu K. justru mengatakan bahwa lonjakan harga dan kelangkaan stok beras (khususnya beras premium ) dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya:
Pertama, gencarnya bantuan beras dari pemerintah (bansos) sehingga faktor supply-demand tak seimbang.
Kedua, sejak tahun 2023 lalu, Indonesia mengalami penurunan produksi di sentra-sentra produksi sampai 2,05%, yakni dari sebelumnya 31,54 juta ton di tahun 2022 menjadi 30,90 juta di tahun 2023. Semua dipicu efek kemarau ekstrem akibat fenomena iklim El Nino.
Ketiga, adanya lonjakan harga gabah di tingkat petani, bahkan sudah meroket ke atas HPP yang ditetapkan sejak Maret 2023 lalu. (rri.co.id)
Sedangkan Kepala Bappenas Arief Prasetyo menambahkan dua variabel lagi, yaitu naiknya harga sewa lahan dan harga pupuk.
Apa pun yang menjadi penyebab, harusnya bisa diantisipasi. Sudah tahu ada El Nino, sudah tahu pupuk mahal dsb., lalu apa yang dilakukan penguasa?
Harusnya penguasa fokus untuk mengantisipasi berbagai kondisi rawan pangan seperti ini, bukan malah sibuk urus yang lain. Wajar saja akhirnya muncul tudingan sumir bahwa bansos disalahgunakan untuk merayu para voters, terutama mereka dengan ekonomi menengah ke bawah.
Jadi, kericuhan dan jeritan rakyat soal melonjaknya harga beras, hanya dijawab dengan operasi pasar dan sidak, terkadang juga mematok harga. Sayangnya, hal tersebut tak mampu mengatasi persoalan rutin terkait tidak stabilnya harga sembako di negeri ini.
Harusnya Bagaimana?
Mestinya para penguasa muslim menyadari bahwa amanah yang dipikulnya akan dimintai tanggung jawab kelak di yaumul akhir.
Sabda Rasulullah ï·º:
" ... Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari)
Maka, penguasa akan memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat secara keseluruhan dengan mudah, murah, juga berkualitas dan sampai di tangan rakyat, bukan hanya memastikan pasokan komoditas di Bulog atau di pasar.
Sistem Islam juga mengharamkan pematokan harga, sebab itu merupakan hak Allah. Yang dilakukan adalah memastikan pasokan di pasar cukup atau tidak langka agar bisa mencegah spekulan mengatrol harga sesuka hati. Negara juga mengatur distribusi komoditas dengan memotong rantainya sehingga minim bea.
Untuk mewujudkan ketahanan pangan, Islam pun memiliki kebijakan di hulu yaitu dengan menyediakan lahan pertanian. Jika ada lahan yang tidak digarap selama 3 tahun, maka akan disita oleh negara, lalu diserahkan kepada yang mampu mengelola.
Negara harus meminimkan alih fungsi lahan (lahan subur), tidak ditanami beton atau mall. Negara juga berupaya meningkatkan kualitas benih, pupuk, mendorong para petani menerapkan metode pertanian modern, dsb.
Dalam semua mekanisme ini, jika kecurangan terjadi, maka sanksi akan diberlakukan sesuai hukum pidana Islam.
Semua tak akan terwujud kecuali penguasa sadar untuk kembali kepada hukum Allah dengan menerapkan Islam s kaffah dengan Khilafah. Wallahu’alam.
Oleh: Amila Nur
Sahabat Tinta Media