Marak Bank Emok dan Pinjol, Solusi Masalah Keuangan Rakyat ala Kapitalisme - Tinta Media

Sabtu, 02 Maret 2024

Marak Bank Emok dan Pinjol, Solusi Masalah Keuangan Rakyat ala Kapitalisme

Tinta Media - Wakapolresta Bandung Maruli Pardede mengungkapkan bahwa bank emok dan pinjol sering menjadi sumber keluhan yang diterima kepolisian. Namun, meski dianggap mengganggu, nyatanya jasa bank emok dan pinjol tetap diminati masyarakat sehingga hanya ditindaklanjuti pihak kepolisian dengan memberikan imbauan agar masyarakat tidak perlu meminjam jika tidak mempunyai kemampuan untuk membayar. 

Fenomena bank emok dan pinjol memang kerap diwarnai dengan masalah. Pada Juli 2023 lalu, seorang suami tega mengakhiri hidup istrinya setelah pertengkaran karena istrinya terjerat utang di bank emok. Ada juga yang depresi hingga bunuh diri karena selalu ditagih agen pinjol. 

Mirisnya, ternyata kasus bunuh diri tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi terjadi di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Korsel, Afrika Selatan, India dan lainnya. Bahkan, 23 September 2023 lalu, di India satu keluarga diduga bunuh diri setelah diteror penagih utang pinjol. 

Bank emok maupun pinjol merupakan inovasi jasa keuangan. Jika bank emok melakukan inovasi offline dengan datang menjemput bola, pinjol memanfaatkan teknologi secara online yang dengan platform ini menjadikan seseorang bisa meminjam uang dengan cepat. Namun, walaupun mudah, tetapi ternyata bunga yang harus dibayar sangat besar dalam jangka waktu singkat. Hal ini menjadikan para peminjam uang merasa sangat terbebani, apalagi jika telat membayar akan dikenakan denda yang berlipat, bahkan dipermalukan oleh para penagihnya. 

Anehnya, banyaknya kasus dan kemudharatan yang ditimbulkan tidak membuat bank emok dan pinjol menghilang, malah semakin bermunculan dan keberadaannya malah dianggap sebagai malaikat penolong bagi sebagian besar masyarakat saat ini. 

Maraknya bank emok dan pinjol tidak dapat dilepaskan dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang sekarang diterapkan di negeri ini. Dalam sistem ini riba dihalalkan dan  dilegalkan. Kurangnya keimanan pada diri individu, menjadikan mereka mudah tergiur untuk mendapatkan sesuatu dengan serba instan. Masyarakat yang gelap mata akhirnya menjadikan utang yang mengandung ribal sebagai jalan pintas. 

Apalagi, biaya kebutuhan hidup semakin mahal dan lapangan pekerjaan tidak menjanjikan gaji yang layak. Ditambah gaya hidup materialistik dan hedonistik yang menimpa sebagian besar masyarakat, menjadikan bisnis peminjaman uang semakin marak.

Mereka memaksakan diri mengikuti gaya hidup ala selebriti dan mendapatkan prestise, walaupun tidak mempunyai uang untuk membayar. Akhirnya, mereka mengakses pinjol ini. Inilah yang menjadikan keberadaan pinjol justru sulit dilepaskan dari kehidupan masyarakat, walaupun sudah banyak kasus dan kemudharatan yang ditimbulkan. 

Namun, keberadaan pinjol menjadi bisnis tersendiri bagi para pemilik modal yang ingin meraih keuntungan di tengah kondisi masyarakat saat ini. Inilah bukti kegagalan sistem politik demokrasi kapitalis yang menjadikan masyarakat kesulitan, bahkan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Namun, pada saat yang sama, kondisi ini menjadi peluang bisnis bagi para kapitalis untuk mengail di air keruh. Tampak jelas bahwa sistem ini pro terhadap kepentingan kapitalis.

Negara tidak berfungsi sebagai pengurus dan pelayan rakyat, tetapi malah bertransaksi dengan rakyat sebagai penjual dan pembeli. Negara mewakilkan semua penyediaan layanan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi, listrik, dan lainnya kepada pihak swasta dengan standar bisnis. Sehingga, rakyat harus membeli semua fasilitas tersebut jika membutuhkan. Inilah yang menambah kesengsaraan rakyat karena beban hidup yang berat. 

Negara juga gagal dalam membentuk mental yang kuat pada rakyat, sehingga mereka tidak mampu memecahkan masalah kehidupan secara bijak. Rakyat justru memiliki mental lemah, sehingga mudah mengambil jalan pintas tanpa peduli apakah itu halal ataukah haram. Inilah yang menjadikan hidup mereka semakin sengsara dan merana.

Sudah selayaknya negara mengembalikan fungsi utamanya sebagai pengurus rakyat dengan menjamin kebutuhan asasi mereka, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Fungsi ini hanya bisa dijalankan oleh khalifah  yang menerapkan Islam secara kaffah dalam naungan negara, yaitu khilafah. 

Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang membagi kepemilikan menjadi 3, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.

Kepemilikan umum dan negara harus dikelola negara untuk kepentingan rakyat. Pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta. Hal ini mampu menopang negara agar mampu menyediakan lapangan kerja yang sangat luas bagi rakyat, terutama kaum lelaki yang bertanggung jawab mencari nafkah.  

Khilafah mengharamkan dan menutup segala bentuk akses transaksi haram seperti bank emok dan pinjol yang jelas ribawi, serta seluruh aktivitas yang akan mengundang murka Allah Swt. 

Selain itu, negara menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah, sehingga akan membentuk generasi berkepribadian Islam, generasi yang bermental kuat dan memiliki keimanan yang kokoh dan agung, sehingga saat menghadapi kesulitan dalam hidup, ia tak akan mudah mengambil jalan pintas. 

Alhasil, satu-satunya jalan mengatasi bank emok dan pinjol dengan segala permasalahannya adalah dengan mencabut sistem kapitalisme yang bercokol saat ini hingga ke akar-akarnya dan kembali pada sistem Islam.  

“Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275) 

Wallahu’alam bisshawwab.

Oleh: Thaqiyunna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :