KUA untuk Semua Agama, Bagian dari Agenda Moderasi - Tinta Media

Minggu, 17 Maret 2024

KUA untuk Semua Agama, Bagian dari Agenda Moderasi



Tinta Media - Yaqut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama menyampaikan bahwa Kantor Urusan Agama (KUA) akan dijadikan tempat sentral untuk mencatat pernikahan semua agama, bukan hanya umat yang beragama Islam saja. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan fungsi KUA sebagai pencatatan data-data pernikahan dan perceraian agar terintegrasi dengan baik.

Yaqut mengatakan bahwa sebelumnya orang non muslim mencatat pernikahannya di pencatatan sipil, tetapi sekarang menjadi urusan Kementerian Agama. Tidak hanya itu, KUA akan dijadikan tempat ibadah sementara bagi orang non muslim yang masih kesulitan mendirikan rumah ibadah karena faktor ekonomi. Tentu ini dilakukan untuk melindungi orang non muslim. (cnnindonesia.com, 24 Februari 2024).

Ada beberapa pemuka agama setuju dengan kebijakan yang dibuat Kementerian Agama, tetapi ada juga yang tidak setuju dengan alasan bahwa perkawinan adalah urusan pribadi. Karena itu, pemerintah tidak perlu ikut campur. 

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas mengingatkan pada Kemenag untuk mengkaji ulang agar tidak menimbulkan kegaduhan antar umat beragama.

Jika dikaji lebih mendalam, kita bisa melihat bahwa kebijakan ini diakibatkan karena penerapan sistem sekularisme di negeri ini. Sistem sekuler telah melegalkan kebebasan beragama dan menjadikan negara ikut campur untuk menjalani kebebasan itu. 

Kebijakan ini akan menghasilkan pemahaman bahwa semua agama mendapatkan perlakuan yang sama tanpa memperhatikan batasan yang dibolehkan atau tidak oleh agama, khususnya agama Islam.

Kementerian Agama pada awalnya dibentuk untuk kepentingan umat Islam, tetapi saat ini telah berubah fungsi untuk mengurus kepentingan semua agama dengan dalih toleransi dan menghargai umat lain. 

Pengakuan ini memunculkan paham pluralisme yang mengatakan bahwa semua agama sama dan benar, hanya Tuhan dan ajarannya saja yang berbeda. Pernyataan ini jelas bertentangan dengan pemahaman agama Islam.

Menurut pandangan pluralisme, semua yang beragama layak mendapatkan tempat terbaik di akhirat kelak selama dia taat terhadap Tuhannya. Pemahaman ini akan merusak pemahaman hakiki bahwa hanya Islam satu-satunya agama yang benar dan Allah ridai.  Selain itu, lemahnya pemahaman umat Islam terhadap agamanya disebabkan karena pendidikan sekuler. Ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 19 yang artinya, 

”Sesungguhnya agama yang diridai Allah hanyalah agama Islam.”   

Negara tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap pemeluk agama mana pun. Namun, dengan menyatukan urusan perkawinan dalam suatu institusi, ini merupakan bukti bahwa negara ikut campur di dalam ajaran agama selain agama Islam. 

Kebijakan ini tentu sejalan dengan pengarusan gagasan moderasi beragama yang sampai saat ini masih dilakukan di seluruh dunia.

Islam merupakan sebuah ideologi yang memiliki akidah dan memancarkan berbagai peraturan kehidupan. Dengan adanya gagasan moderasi beragama, termasuk pluralisme, maka umat akan dijauhkan dari pemahaman Islam sebagai ideologi dan menghambat kebangkitan Islam. 

Ini semua tidak terlepas dari kebijakan negara Barat yang memiliki hegemoni kapitalisme global di dunia.

Islam tidak pernah memandang buruk adanya keberagaman di tengah masyarakat. Keragaman merupakan hal wajar yang kita terima sebagai kenyataan yang Allah ciptakan. Di dalam negara Islam, masyarakat berasal dari beragam suku. Di antara mereka, tidak sedikit orang nonmuslim tinggal. 

Akan tetapi, pluralitas berbeda dengan pluralisme. Pluralisme mengajarkan bahwa semua agama adalah sama, sementara pluralitas menunjukkan keberagaman atau kemajemukan.

Selama kurang lebih 14 abad silam, Islam mampu mempersatukan umat manusia dalam ikatan akidah Islam dengan pemeliharaan jiwa dan kehormatan muslim dan non muslim secara menyeluruh sebagai warga negara Islam. Tidak hanya itu, negara Islam juga mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan di tengah umat manusia. 

Kebutuhan pokok mereka dijamin oleh negara dengan baik.
Syariat Islam inilah yang menghilangkan kesenjangan sosial dan konflik masyarakat hingga  membuat kerukunan di antara mereka. Dalam hal pernikahan, mereka diizinkan menikah berdasarkan keyakinannya. 

Dalam hubungan sosial, non muslim wajib mengikuti syariat Islam, seperti sistem sanksi, peradilan, ekonomi, pemerintahan, dan kebijakan luar negeri. 

Negara Islam memberlakukan syariat Islam pada semua masyarakat tanpa memandang non muslim ataupun muslim. Penerapan Islam pun hadir sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Wallahualam.


Oleh: Okni Sari Siregar S.Pd.
Sahabat Tinta Media 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :