Tinta Media - Korupsi tidak lagi menjadi kasus yang baru terjadi di negeri ini. Berulang kali kasus korupsi terjadi, tanpa ada solusi pasti dan memberikan efek jera pada para pelaku.
Cerminan Sistem Rusak
Belum lama, terungkap lagi kasus korupsi. Kali ini terjadi di lembaga Taspen, yang merupakan lembaga tabungan dan asuransi pegawai negeri yang menjamin keuangan pegawai saat telah merampungkan masa kerjanya. Biasanya taspen disebut juga tabungan hari tua yang selalu ditarik dari gaji selama pegawai tersebut mengabdi menjadi aparatur sipil negara.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sedang menyidik dugaan kasus korupsi di PT Taspen (Persero). Berdasarkan keterangan KPK, kasus tersebut telah dinyatakan memasuki tahap penyidikan. Artinya, telah ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Berbagai alat bukti masih dalam proses pengumpulan. Juru bicara KPK, Ali Fikri menyatakan, kerugian negara atas korupsi tersebut mencapai ratusan milyar rupiah (cnbcindonesia.com, 8/3/2024). Terkait dugaan kasus tersebut, Kementerian BUMN telah menetapkan satu nama, yakni Antonius NS Kosasih. Buntutnya, BUMN pun menonaktifkan Antonius NS Kosasih dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT. Taspen.
Menurut LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), harta ANS Kosasih bertambah Rp 7,68 miliar selama masa kepemimpinannya di Taspen. Harta kekayaannya meningkat signifikan, berupa tanah, bangunan, alat transportasi, dan kas serta setara kas (cnbcindonesia.com, 14/3/2024). Berbagai jabatan fantastis pernah didudukinya. Di antaranya, CFO PT Inhutani, dan Presiden Direktur yang juga merangkap sebagai Direktur SDM dan Umum PT Transportasi Jakarta periode 2014-2016.
Buruknya integritas sumber daya manusia saat ini menjadi salah satu pemicu tingginya kasus korupsi. Inilah hasil dari sistem pendidikan sekularisme yang kini diterapkan. Konsep sekularisme kapitalistik menjadi asas utama pendidikan. Wajar saja, sistem tersebut akhirnya melahirkan watak sumber daya rakus yang tidak mempunyai batasan yang jelas. Konsep pemisahan agama dari kehidupan yang mengakibatkan kekeliruan pola pikir sehingga menciptakan pola sikap yang absurd. Agama tidak pernah menjadi konsep mendasar dalam sistem sekularisme. Kekayaan materi menjadi salah satu tolok ukur standar kebahagiaan. Wajar saja, tindakan korupsi menjadi subur dalam sistem rusak tersebut.
Sistem ini pun diperparah dengan diterapkannya sistem politik demokrasi yang memberikan kesempatan besar terhadap berbagai kecurangan. Kekuasaan diraih dengan modal besar. Sehingga jabatan politik menjadi kesempatan emas untuk memperkaya diri untuk mengembalikan modal.
Di sisi lain, kebijakan negara tidak mampu memberikan hukuman yang pasti bagi para koruptor. Sehingga sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Hukum dalam sistem politik demokrasi saat ini sangat lemah dan rentan kasus jual beli perkara. Lagi-lagi karena rendahnya kualitas sumber daya manusia sebagai refleksi buruknya sistem destruktif.
Sistem Islam, Menjaga Kualitas Sumber Daya Manusia
Sistem Islam, satu-satunya sistem yang mampu mengeliminasi tindakan korupsi secara sistematis dan nyata.
Korupsi merupakan tindakan pengkhianatan yang hukumnya haram secara syariat Islam. Korupsi adalah bentuk sikap khianat atas amanah yang diberikan. Demikian ditulis dalam kitab Nidzamul Uqubat yang ditulis Abdurrahman Al Maliki.
Islam memiliki mekanisme yang mampu menuntaskan masalah korupsi hingga ke akarnya.
Pertama, sistem politik Islam diterapkan sebagai sandaran pengaturan negara. Hal tersebut mampu menjaga setiap individu berpegang teguh pada nilai kejujuran atas landasan iman kepada Allah SWT. Politik dalam Islam adalah pengurusan seluruh urusan umat. Dan hal tersebut akan dipertanggungjawabkan di hari hisab kelak.
Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim)
Kedua, korupsi mampu dinolkan dalam sistem pendidikan berpondasikan akidah Islam. Dengan demikian, setiap individu mampu terikat aturan syara' dengan sempurna sebagai bentuk ketundukan pada aturan Allah SWT. Sumber daya manusia yang terlahir adalah individu penuh iman dan takwa, senantiasa waspada terhadap segala bentuk kemaksiatan dan pelanggaran hukum syara'. Sehingga mampu terbentuk pola pikir dan pola sikap yang senantiasa menyandarkan tingkah laku dan prosesnya pada syariat Islam.
Ketiga, sistem sanksi yang melahirkan efek jera. Negara mampu menetapkan kebijakan dan peraturan berdasarkan hukum syariat Islam yang adil dan menghindarkan setiap individu dari kezaliman. Korupsi dikategorikan sebagai perbuatan menzalimi rakyat. Hukumannya bervariasi tergantung kerugian yang diakibatkannya. Mulai dari hukuman penjara, pengasingan hingga hukuman mati. Dan semuanya ditetapkan oleh negara.
Dengan demikian masalah korupsi mampu dituntaskan dengan solusi yang mendasar.
Semua konsep tersebut hanya mampu diterapkan dalam sistem Islam berinstitusikan khilafah. Kepemimpinan yang amanah akan melahirkan pengurusan kepentingan umat yang jauh dari khianat.
Wallahu alam bisshowwab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor