Kasus Perundungan, Butuh Solusi Cerdas dan Berkesinambungan - Tinta Media

Kamis, 07 Maret 2024

Kasus Perundungan, Butuh Solusi Cerdas dan Berkesinambungan



Tinta Media - Kasus bullying (perundungan) masih menjadi masalah besar yang terus mengancam generasi hingga saat ini. Begitu banyak kasus yang terungkap di kalangan pelajar.

Bullying, Krisis Adab Para Pemuda

Salah satu kasus perundungan yang kini menjadi sorotan adalah kasus bullying remaja perempuan di Batam. Kasus yang sempat viral di media sosial ini, masih ditangani pihak kepolisian (liputan6.com, 3/3/2024). Empat tersangka pelaku perundungan telah diamankan pihak kepolisian. Berdasarkan keterangan, perundungan yang terjadi didasari motif sakit hati karena saling ejek. 

Tidak hanya di Batam, kasus serupa pun terjadi di salah satu pondok pesantren di Malang, Jawa Timur. Pelaku diketahui telah menyiksa juniornya dengan menyetrika dadanya menggunakan setrika uap (metro.tempo.com, 24/2/2024). Akibatnya, nyawa korban pun melayang. Kasus ini terjadi karena pelaku merasa tersinggung dan marah atas ucapan korban. 

Beberapa waktu lalu, juga terjadi bullying di Binus School Serpong. Para pelaku telah melakukan kekerasan secara bergantian kepada seorang korban (bbc.com, 21/2/2024). Pergaulan ala gangster menjadi salah satu dugaan penganiayaan. Diduga korban akan bergabung dengan komunitas tersebut, namun dengan dalih sebagai peraturan tidak tertulis, kekerasan dikenakan kepada korban. Diketahui pelaku sebanyak 11 orang, dan hingga kini masih dilakukan penyidikan oleh pihak kepolisian setempat. 

Kasus perundungan semakin marak terjadi. Tampaknya belum ada solusi yang mampu efektif menyelesaikan serangkaian kasus perundungan hingga kini. Buktinya, perundungan terus terjadi dari waktu ke waktu. Bahkan kejadiannya makin brutal. Solusi yang disajikan berupa berbagai kebijakan tentang pendidikan dan aturan perundungan dari Kemendikbud tidak mampu efektif menyolusi. Salah satunya pembentukan satgas anti kekerasan di sekolah, sama sekali tidak mampu menjadi solusi ampuh menghentikan bullying di lingkungan sekolah.

Ketua Departemen Kode Etik, Maharani Siti Sophia mengungkapkan bahwa kasus perundungan (bullying) di Indonesia telah memasuki level ‘lampu merah’ (rri.co.id, 21/2/2024). Maharani pun mengingatkan, pola pikir dan kesepakatan pengaturan antara orang tua dan pihak sekolah semestinya mampu menemui satu titik temu. Sehingga kedua belah pihak mampu bersinergi dan bersepakat menyelesaikan kasus perundungan di sekolah. Jangan sampai terjadi persepsi yang salah antara pihak orang tua dan sekolah. Demikian lanjutnya. 

Berbagai kasus bullying yang semakin memburuk merupakan hasil dari sistem pendidikan sekuler yang kini diterapkan. Sistem yang hanya mengutamakan kehidupan duniawi dengan menjauhkan konsep aturan agama dalam kehidupan. Konsep sekularisme mengagungkan pemikiran liberal yang mengutamakan kebebasan untuk setiap individu. Perilaku makin bebas. Tidak ada aturan dan norma yang diterapkan. Parahnya lagi, pemahaman tersebut dileburkan dalam konsep pendidikan. Alhasil, peserta didik pun menjadi generasi bebas tanpa batas. Individu liberal yang sekuler berkembang menjadi manusia-manusia liar yang brutal yang tidak peduli lagi dengan standar benar dan salahnya perbuatan. 

Pendidikan sekuler selalu mengedepankan konsep materi sebagai setir kehidupan. Wajar saja, generasi yang terlahir adalah generasi lalai dan tidak mampu berpikir cerdas. Emosi, keinginan, kepuasan dan hawa nafsu menjadi orientasi yang dijadikan tujuan utama. Konsep agama sebagai pengatur kehidupan, sama sekali tidak diajarkan di lingkungan sekolah. Agama hanya diajarkan sekilas, dan hanya dijadikan aturan beribadah harian saja. Sementara konsep adab, akhlak dan konsep agama sebagai ideologi tidak diajarkan di lingkungan sekolah. 

Moral semakin terkikis. Akhlak generasi pun kini semakin memprihatinkan. Jelaslah, sistem cacat yang saat ini dijadikan sandaran hanya melahirkan kezaliman dan kerusakan. 

Islam Menjaga Kemuliaan Generasi

Generasi berdaya dengan pemahaman agama yang sempurna. Hingga mampu melahirkan akhlak dan adab mulia. 

Salah satu aspek kunci yang mampu mengendalikan generasi adalah dengan menerapkan sistem pendidikan berpondasikan akidah Islam. Konsep pendidikan yang menetapkan Islam sebagai ideologi dan sumber dasar dalam berpikir dan berbuat. 

Edukasi yang menyeluruh mutlak dibutuhkan untuk mendidik generasi. 

Pertama, di lingkup keluarga. Keluarga semestinya mampu menjadi madrasatul ula yang selalu kontinyu membimbing generasi.

Kedua, lingkungan sekolah, wajib menerapkan kurikulum terintegrasi dan menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya konsep standar yang benar. Segala bentuk kebijakan berkonsep akidah Islam harus ditentukan dengan jelas oleh negara. Dan hanya sistem Islam dalam institusi khalifah yang menjamin terselenggaranya pendidikan yang mampu fokus menjaga generasi secara utuh. Dalam sistem Islam, negara merupakan satu-satunya institusi yang bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya.

Rasulullah SAW. Bersabda, 

“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).

Ketiga, sistem sanksi wajib ditetapkan tegas dengan batasan jelas. Setiap pelanggaran yang dilakukan akan dikenai hukuman yang menimbulkan efek jera. Sehingga mampu memutus mata rantai kejahatan di tengah pergaulan, termasuk kejahatan perundungan. 

Keempat, berfungsinya sistem pengawasan sosial di tengah masyarakat. Masyarakat mampu saling menjaga karena keterikatannya dengan hukum syara’. Dan semua konsep tersebut hanya mampu optimal terlaksana dalam wadah institusi khilafah. 

Sistem Islam-lah satu-satunya penjaga kemuliaan generasi. Hanya dengan konsep Islam-lah  generasi mampu tunduk sempurna pada hukum syara’. 
Wallahu’alam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :