Tinta Media - Awal-awal setelah menikah, teman-teman berseloroh, "Menikah itu enak apa enak sekali? Ya, tentu enak dong, ha ... ha ...."
Namun, sekarang sangat berbeda. Pasangan muda tidak mau menikah, tidak mau merasakan bagaimana enaknya menikah atau lika-liku menjalani biduk rumah tangga. Sungguh sangat ironi!
Sebagaimana laporan Badan Pusat Statistik bahwa terjadi penurunan angka menikah selama enam tahun terakhir sebesar 200 ribu lebih (Kamis, 7/3/2024. CNBC Indonesia).
Memang hal tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di Jepang sehingga populasi rakyatnya hanya bertambah 1%. Hal yang sama terjadi juga di Korea Selatan, Cina, dan telah menyebar secara global.
Buah Busuk Kapitalisme
Enggannya pasangan muda untuk menikah menurut pengamat disebabkan karena masalah ekonomi. Tidak dimungkiri, memang ekonomi kapitalisme liberalisme saat ini telah membuat lmasyarakat kesulitan mencukupi kebutuhannya. Di Indonesia yang notabene sebagai negara berkembang, tingkat kesenjangan yang terjadi antara yang kaya dan miskin sangat tinggi. Ini karena kekayaan hanya berputar pada orang kaya saja.
Sebab lain keengganan pasangan muda untuk menikah adalah karena tidak ingin mempunyai anak. Ini selaras dengan propaganda childfree yang terjadi secara global. Tentu ini tidak bisa dilepaskan dari propaganda Barat yang terus menyuarakan feminisme, kesetaraan gender, dan lain sebagainya. Barat terus menyebarkan virus feminisme, childfree, dan kesetaraan gender agar dapat mengontrol dunia.
Di sisi lain, sebenarnya mereka mengalami persoalan juga.
Dampak dari penundaan atau pun tidak menikah ini sangat berkaitan erat dengan jumlah populasi negara, keberlanjutan generasi, dan lain-lain. Ya, inilah buah busuk dari kapitalisme yang berlaku di dunia saat ini.
Potensi Manusia
Allah Swt. telah memberikan potensi kepada manusia. Potensi manusia tersebut adalah naluri (gharizah), kebutuhan jasmani, dan akal. Naluri yang diberikan naluri antara lain naluri berkasih sayang (gharizah nau'), naluri mempertahankan diri (gharizah baqa'), dan naluri beragama (gharizah tadayun). Inilah fitrah manusia.
Allah Swt. berfirman yang artinya:
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan." (TQS An-Nisaa: 1)
Menikah merupakan pokok dari manifestasi atau penampakan dari gharizah nau' yang ada pada manusia. Penampakan lainnya bisa kita lihat pada rasa sayang terhadap anak, keibuan, kebapakan, dan lain sebagainya.
Dengan perkawinan/ menikah, akan tersalurkannya gharizah nau' tersebut.
Jika seseorang menolak atau enggan untuk menikah dan memiliki anak, berarti ia sedang menolak fitrahnya sendiri. Inilah yang sedang digencarkan oleh Barat. Artinya, sistem kapitalisme telah mengeliminasi fitrah kemanusiaan. Ini tentu sangat berbeda dengan sistem Islam.
Islam Mendorong Pernikahan
Islam dalam konteks pernikahan telah mendorong para pemuda untuk menikah.
Rasulullah bersabda:
"Kawinilah oleh kalian wanita penyayang lagi subur, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan para nabi yang lain pada hari kiamat kelak" (HR Ahmad).
Abu Hurairah menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda:
"Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Utamakanlah karena agamanya, niscaya engkau akan beruntung" (Muttafaq 'alaihi).
Tuntunan dalam Islam yang Agung ini telah disyariatkan oleh Allah. Inilah yang akan membawa kebahagiaan hakiki pada manusia. Selain itu, negara menerapkan syariat Islam secara kaffah, yakni khilafah Islamiyah ala minhaj nubuwah.
Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Tinta Media