Tinta Media - Ibu,
Dulu kami bersama,
Hidup berdampingan dengan bahagia
Dulu kami aman dan nyaman, Bersatu padu di bawah perlindunganmu
Namun,
Tepat 100 tahun yang lalu
Semua hilang tak bersisa
Semua lenyap ditelan angkara
Sungguh,
Konspirasi jahat telah membuatmu musnah
Di depan mata kami
Mereka menghujamkan pisau bermata dua
Tepat di pusat jantungmu
Melalui tangan penghianat laknatullah
Yang mengaku sebagai saudara
Ibu,
Dialah yang melakukan tipu daya
Hingga kami percaya
Hingga kami turut bersama-sama
Memperdalam tikaman dengan kejam
Hingga engkau diam tak bergerak
Ibu,
Kami terbelalak
Kami terpanah
Baru sadar, tangan-tangan kami turut berlumuran darah
Bukan sebagai suhada
Tetapi sebagai orang yang kalah
Ibu,
Di depan mata kami
Jasadmu dikubur paksa
Padahal, masih ada napasmu yang tersisa
Hingga satu-persatu putramu
Meninggalkan dan melupakanmu
Seolah engkau tak pernah ada
Kini,
Tepat 100 tahun tanpamu
Kami lapar
Kami terlantar
Kami teraniaya
Kami dibantai
Kami diperbudak
Kami diberangus
Kapada siapa kami mengadu?
Kepada siapa kami bersedu?
Anjing-anjing itu
Mereka tidak pernah puas
Mereka tidak pernah kenyang
Mereka selalu lapar
Mereka selalu rakus
Memperebutkan kami sebagai makanan
Ibu,
Kini kami sadar
Betapa berartinya dirimu
Betapa kami merindukanmu
Betapa kami membutuhkanmu
Janji ini terpatri dalam sanubari
Menancap kuat tak tergoyahkan
Dengan pertolongan Allah
Kami akan berjuang
Mengganti organ-organ rusak
Yang membuat engkau tertidur panjang
Hingga kembali tegak bak mercusuar
Bangunlah, Ibu!
Tepat di 100 tahun tanpamu
Saatnya engkau bangkit
Saatnya engkau berdiri tegak
Sebagaimana bisyarah Rasul
ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
Yang akan menjadi perisai
Bagi anak-anakmu
Di seluruh dunia
Sidoarjo, 3 Maret 2024
Oleh: Ida Royanti
Tim Editor Tinta Media