Harga Pangan Naik, Tradisi Buruk Setiap Jelang Ramadhan - Tinta Media

Sabtu, 16 Maret 2024

Harga Pangan Naik, Tradisi Buruk Setiap Jelang Ramadhan



Tinta Media - Menarik napas akhir-akhir ini terasa berat mengetahui harga-harga bahan pangan saat berbelanja di pasar.  Harga sayuran, bumbu dapur, telur, daging ayam, apalagi beras naik semua. Kegembiraan datangnya bulan suci Ramadan terkikis oleh kenyataan naiknya harga semua bahan pangan, tetapi pendapatan tetap. 

Bagaimana bisa memenuhi kecukupan gizi keluarga kalau uang yang ada hanya cukup untuk membeli beras dan sayur tanpa sumber protein? Jelang Ramadan rupanya bukan hanya ada tradisi nyadran, berziarah kubur, tetapi harga pangan naik pun jadi tradisi?  Sungguh tradisi buruk yang tidak diharapkan.

Dilansir dari Pikiran Rakyat (28/2/24),  Pemerintah Kabupaten Bandung mengakui selalu terjadi kenaikan harga Kebutuhan Pokok Masyarakat (Kepokmas)  menjelang bulan Ramadan. Untuk itu, Pemkab Bandung telah melakukan langkah-langkah pengendalian harga Kepokmas. 

Langkah-langkah tersebut antara lain melakukan koordinasi lintas sektoral dengan instansi terkait seperti Bulog, Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin), dan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispangtan)  Kab. Bandung. Selain itu, mengadakan monitoring harga Kepokmas secara berkala dan mengadakan Operasi Pasar Murah (OPM).

OPM sedang gencar dilakukan oleh Bulog dan Dispangtan dengan memasarkan beras kemasan 5 kg dalam program Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP)  atau  Gerakan Pangan Murah (GPM),  serta Bantuan Pangan bagi kelompok rentan (pendapatan rendah), seperti tukang ojek, guru ngaji, dan budayawan.  

Ada pertanyaan yang menggelitik, mengapa orang yang mendapat bantuan harus dipilah-pilah? Bukankah setiap warga negara merasakan akibat kenaikan harga ini? Profesi lain pun terdampak dan terpuruk, seperti bidan, guru, ASN, dan lain-lain.

Begitulah kebijakan dalam sistem yang diterapkan di negeri ini. Solusi atas masalah hanya bersifat praktis dengan manfaat sesaat. Ibarat orang sakit nyeri sendi, hanya diberi obat pereda sakit saja, hanya mengobati gejalanya, bukan menumpas akar masalah. Maka, bila obat habis, akan terasa sakit lagi.

Kebijakan operasi pasar murah dll. pun tidak menyelesaikan masalah, hanya memberi hiburan sesaat agar rakyat tidak protes, seakan-akan penguasa perhatian pada mereka. Kebijakan seperti itu tidak menyentuh akar masalah.

Emilda Tanjung, M.Si. seorang Pengamat Kebijakan Publik menyatakan bahwa akar masalah naiknya harga bahan pangan yang berulang tiap menjelang Ramadan adalah dalam pengelolaan pangan.  

Pengelolaan pangan dalam sistem kapitalisme dilakukan oleh pihak swasta yang berorientasi pada keuntungan, bukan oleh pemerintah. Pemerintah saat ini hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Sedang pihak swasta yang memiliki modal besar, bertindak sebagai operator, pelaksana dengan kewenangan mengatur pengelolaan pangan mulai dari produksi, distribusi, sampai konsumsi.
 
Selama pengelolaan pangan dilakukan oleh swasta, maka rakyat akan menderita karena swasta tidak mengenal konsep meriayah ( mengurus, melayani ) rakyat. Yang ada, rakyat adalah target pasar bagi produknya. Bisnis ini harus menguntungkan bagi pengusaha.  Maka, dengan kewenangan dari hulu sampai hilir di tangan swasta, harga pangan tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah sekali pun. 

Berbeda dengan sistem Islam dalam naungan khilafah saat mengelola pangan. Pengelolaan pangan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Maka, pengelolaan pangan dikendalikan sepenuhnya oleh negara, bukan swasta. 

Negara mempunyai kendali di semua tahap pengelolaan pangan, mulai dari pendataan jumlah penduduk dan kebutuhan pangannya, produksi pangan apa yang diutamakan serta jumlahnya, sistem distribusi pangan yang menyeluruh ke seluruh negeri, sampai tahap konsumsi berupa kemudahan bagi rakyat untuk mendapatkan bahan pangan dengan harga yang stabil dan terjangkau. 

Paradigma pemerintah dalam sistem Islam adalah meriayah umat, mengurus urusan umat, dan melayani kebutuhannya karena Allah. Dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. 

"Ketahuilah, setiap dari kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR Al Bukhari).

Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Wiwin
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :