Tinta Media - Setelah euforia pemilu Februari lalu, ternyata bukan hanya terjadi pada caleg namun banyak tim sukses yang mengalami tekanan mental, hingga depresi. Hal ini terjadi akibat hasil pemilu tidak sesuai dengan harapan mereka. Karena calegnya gagal mendapatkan kursi, beberapa tim sukses menarik kembali amplop serangan fajar mereka. Ada juga yang marah pada tim sukses lawan, sebab calegnya lah yang menang, ironisnya bahkan ada tim sukses yang sampai bunuh diri. Mengerikan sekali efek pemilu tahun ini, bagaimana bisa terjadi?
Dalam laman TvOneNews.com 19/02/2024. Banyak para caleg dan tim sukses yang tertekan sebab hasil pemilu tidak sesuai dengan keinginan mereka. Mereka merasa telah berusaha semaksimal mungkin memperjuangkan calegnya, mulai dari sosialisasi, hingga memberikan bantuan dalam bentuk uang dan sembako pada masyarakat, namun tetap saja mereka kalah saat perhitungan suara. Salah satu tim sukses bahkan mengambil kembali uang yang sudah diberikan kepada warga, sebagai rasa kecewa sebab gagalnya caleg yang dia usahakan.
Namun hanya beberapa warga yang mengembalikan uang serangan fajar tersebut, mereka beralasan uangnya sudah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, dan juga para warga tidak pernah meminta, mereka hanya menerima. Caleg dan tim sukses yang kalah merasa dirugikan. Ada juga tim sukses yang mendatangi padepokan dalam rangka menenangkan diri dan mendekat pada sang pencipta. Beberapa kejadian ini memperlihatkan begitu lemahnya iman caleg dan tim suksesnya. Mereka hanya bersiap untuk menang tapi tidak siap mengalami kekalahan.
Tentu saja kekalahan ini membuat mereka sangat dirugikan, sebab telah menggelontorkan dana yang sangat banyak untuk kepentingan sosialisasi hingga pemilu. Ini juga membuktikan betapa mereka sangat menginginkan kekuatan, dengan harapan akan mendapatkan banyak keuntungan ketika sudah menjabat. Oleh karena itulah mereka rela mengeluarkan dana besar di awal untuk membeli suara rakyat.
Jabatan Dan Keuntungan Dalam Kapitalisme
Tahun ini semakin banyak orang yang berebut ingin mendapatkan kursi legislatif, mereka merasa kursi ini merupakan gerbang menuju keuntungan besar.
Pemahaman inilah yang membuat mereka rela menjual berbagai aset berharga yang dimilikinya seperti rumah, tanah, mobil, perhiasan, untuk menjadi modal awal perjuangan sosialisasinya, bahkan ada yang rela berhutang besar pada bank demi tujuannya meraih kemenangan.
Biaya yang dikeluarkan tentu sangat besar, untuk sosialisasi pada masyarakat, percetakan baliho, bantuan sembako, gaji tim sukses, dan yang paling penting untuk amplop serangan fajar. Wajar saja jika mereka depresi dan mengalami tekanan berat saat mengalami kegagalan, sebab sudah keluar modal yang sangat besar. Sementara rakyat yang menerima sogokan berkedok bantuan itu sadar bahwa mereka akan mendapatkan banyak keuntungan ketika sudah menang, inilah sebabnya rakyat merasa perlu menerima pemberian mereka, apalagi ini sudah menjadi rahasia umum setiap kali pemilu.
Islam memandang Jabatan Pemerintahan
Dalam Islam setiap hal yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat nanti, apalagi jabatan, seorang pemimpin akan bertanggung jawab atas nasib yang dipimpinnya. Itu sebabnya pemimpin haruslah amanah kepada rakyat, dan ini merupakan beban yang sangat berat, sebab akan ditanyai di hadapan Allah Swt nantinya.
Contohnya pada kisah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab yang rela memikul sendiri karung gandum ke rumah rakyatnya yang kelaparan dan tidak memiliki makanan apa pun untuk dimakan, hal ini diketahuinya saat ia berkeliling bersama ajudannya sambil menyamar. Dalam waktu lain, Umar menangis ketika mengetahui ada keledai yang terperosok ke jurang dan mati akibat jalanan rusak yang tidak rata. Ini semua karena takutnya Umar akan ditanyai Allah Swt kelak tentang tanggung jawabnya sebagai pemimpin umat.
Dalam Islam negara dipimpin oleh Khalifah, syarat mutlak menjadi pemimpin dalam Islam haruslah orang yang bertakwa, sebab orang yang bertakwa tidak akan menzalimi dan berbuat keburukan kepada rakyatnya. Penguasa dalam Islam bukanlah orang-orang yang sibuk mencari keuntungan, bukan pula yang mengumpulkan harta sebanyak- banyaknya. Sebab contoh pemimpin yang luar biasa amanah sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw, yang tidurnya hanya beralaskan kain tipis, dan hidup sederhana.
Di dalam Islam tidak ada Kampanye atau janji-janji palsu politik yang diumbar sebelum pemilu, pemilihan pemimpin dalam Islam juga sederhana, jujur dan tidak mengeluarkan biaya yang besar. Pemilihan berlangsung adil dan sesuai dengan syariat Islam. Orang-orang yang dicalonkan juga sangat luar biasa ketakwaannya, bukan orang yang cinta dunia, atau hanya memandang materi semata. Sebab mereka sadar tanggung jawab berat yang harus diemban untuk rakyatnya, dan Allah maha mengetahui segalanya.
Wallahu A'lam Bisshowab.
Oleh: Audina Putri
(Aktivis Muslimah Pekanbaru)