Duta Pajak Produk Kapitalis, Bukan Solusi Hakiki - Tinta Media

Jumat, 12 Juli 2024

Duta Pajak Produk Kapitalis, Bukan Solusi Hakiki



Tinta Media - Untuk meningkatkan kepercayaan publik dalam membayar pajak, khususnya kaum milenial, Pemerintah Kabupaten Bandung menggelar ajang Pemilihan Duta Pajak Kabupaten Bandung tahun 2024. Ajang tersebut diperuntukkan bagi anak-anak muda yang berpotensi bagi Pemerintah Kabupaten Bandung. Pada hari Jumat di hotel Sunshine, Soreang (08/03/2024), berlangsung acara grand final duta pajak kabupaten Bandung tahun 2024. 

Sambutan disampaikan oleh DR. Cakra Amiyana selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung. Beliau menyampaikan bahwa acara Grand Final Duta Pajak ini adalah salah satu inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung.

Bupati Dadang Supriatna berpesan bahwa momen duta pajak ini sangat penting dalam rangka menyadarkan masyarakat tentang wajibnya membayar pajak. 

Cakra mengatakan bahwa hal itu merupakan sebuah komitmen untuk diwujudkan. Dengan terpilihnya duta pajak ini, masyarakat bisa terbantu mendapatkan pengertian akan pentingnya membayar pajak dan pentingnya pajak untuk pembangunan.

Benarkah pemilihan duta pajak merupakan solusi tepat guna meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak atau hanya sekedar solusi pragmatis yang justru akan membebani rakyat? 

Fakta ini menunjukkan lemahnya sistem kapitalisme dalam mengurusi urusan rakyat. Negara kapitalis memandang bahwa pajak adalah sumber pendapatan negara. Oleh karena itu, pajak menjadi hal biasa yang justru harus didorong agar masyarakat tidak lalai dan abai untuk membayar pajak. 

Di sisi lain, kondisi perekonomian hari ini justru sedang terpuruk dengan hantaman naiknya harga berbagai kebutuhan pokok  menjelang Ramadan. Naiknya harga menjelang Ramadan sudah menjadi rutinitas setiap tahun. Jika harga sudah naik, cenderung enggan untuk turun.  Itu sungguh menyakiti hati rakyat. Ditambah lagi dengan adanya rencana kenaikan  tarif PPN sebesar 12% akhir Januari 2025. Sungguh sangat disayangkan mengingat kondisi perekonomian hari ini serba susah. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula. 

Namun, hal itu sangat wajar dalam sistem demokrasi kapitalisme liberal. Rakyat diibaratkan sebagai pembeli sedangkan penguasa sebagai penjual. Keuntungan dan manfaat sangat diagungkan tanpa peduli terhadap kondisi rakyat kalangan ekonomi bawah. 

Bagi kapitalis, pajak adalah nyawa yang membuat sistem itu bertahan dan tetap eksis. Ini karena sumber daya alam yang seharusnya menjadi sumber penghasilan negara justru dikelola oleh pihak swasta dan asing. Rakyat justru hanya mendapatkan remahnya saja, sungguh memilukan.

Membangkitkan kesadaran untuk membayar pajak adalah tujuan pemerintah untuk menaikkan pendapatan negara, karena kalau kesadaran masyarakat untuk membayar pajak turun dan melemah, maka negara akan mengalami defisit anggaran. Negara tidak akan peduli dengan kondisi rakyat. Yang mereka pikirkan hanya bagaimana cara mendapatkan anggaran pendapatan minim usaha, yaitu dengan menarik dan menaikkan pajak, mengingat utang negara begitu besar sehingga para pemangku kebijakan melakukan berbagai cara  untuk bisa menghasilkan pundi-pundi uang dari pajak. 

Solusi Hakiki Hanya Ada dalam Islam

Sistem Islam yang berlandaskan akidah Islam akan melahirkan seorang pemimpin dan rakyat yang bertakwa, pemimpin yang takut dengan Allah karena sadar apa yang diperbuat akan dimintai pertanggungjawaban.

Rasulullah bersabda, "Ingatlah tiap-tiap kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggung-jawaban atas kepemimpinan itu. Seorang imam atas manusia itu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban itu." (HR. Imam Bukhari no: 844). 

Negara Islam bukan negara pemalak. Islam juga tidak memprioritaskan pajak sebagai pendapatan utama seperti halnya negara kapitalis. Ini karena pendapatan negara Islam bukan dari hasil menarik pajak.

Islam mempunyai hasil pendapatan yang diperoleh dari harta fa'i, gonimah, jizyah, kharaj, dan harta kepemilikan umum yang dilindungi negara. Islam adalah negara adidaya dengan sumber daya alam sebagai harta yang akan dikelola sesuai dengan syariat Islam. Sumber daya alam yang sangat banyak tentunya akan mendatangkan  banyak kemaslahatan untuk rakyat. Tiga harta kepemilikan dalam Islam adalah kepemilikan umum, kepemilikan individu, dan kepemilikan negara. 

Harta kepemilikan umum akan dikelola oleh negara untuk kemudian disalurkan kepada rakyat dalam bentuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Jadi, Islam tidak mewajibkan setiap individu untuk membayar pajak selama harta baitul mal masih aman. Kecuali jika ketersediaan baitul mal menipis, baru dibolehkan mengambil pajak, itu pun hanya diminta kepada orang kaya saja. 

Dari segi sanksi,  hukum Islam sangat tegas dan akan memberi efek jera, sebagai penebus dosa di akhirat. Sehingga, sistem Islam sangat cocok dan relevan untuk diterapkan dalam sebuah institusi negara, yaitu khilafah Islamiyyah. 

Jelaslah bahwa pemilihan duta pajak hanyalah sebuah solusi pragmatis yang tidak akan menghasilkan kebaikan dan keberkahan. Hanya penerapan Islam secara kaffah-lah satu-satunya solusi hakiki problematika kehidupan yang akan mampu menyejahterakan rakyat seluruhnya baik muslim maupun nonmuslim. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :