Dirty Vote, Dirty Government - Tinta Media

Minggu, 10 Maret 2024

Dirty Vote, Dirty Government



Tinta Media - Kekuasaan politik sangat menggiurkan, bagi orang rakus atau serakah, dunia beserta isinya tidak akan pernah cukup untuk "mengenyangkan” perut dan syahwatnya. Bagi orang model ini, kekuasaan politik dipandang sebagai "jalan tol” untuk mengeruk dan mengumpulkan lebih banyak lagi pundi-pundi kekayaan. Karena itu, ketika berhasil berkuasa, orang model ini akan melakukan berbagai macam cara, termasuk korupsi atau membuat aturan/regulasi hukum dan kebijakan yang menguntungkan dirinya, keluarga, kelompok dan jaringannya dari aspek ekonomi, bisnis dan kekuasaan.

Mereka berupaya keras mempertahankan kekuasaannya termasuk menggunakan jalan pemilu. Apabila dalam suatu negara menyelenggarakan pemilu yang terindikasi kuat terdapat kecurangan, jika kecurangan itu dilakukan oleh pemegang kekuasaan baik secara terstruktur ataupun tidak maka akan menghasilkan pemilu kotor atau dirty vote, sedangkan pelakunya dari unsur Pemerintah disebut Pemerintah kotor (dirty goverment). 
 
Pemilu adalah sumber kehidupan demokrasi, namun tidak semua pemilu bersifat demokratis, di bawah dirty goverment pemilu menjadi sasaran manipulasi negara hingga menghilangkan nilainya. Para pejabat sudah sangat canggih dalam hal ini. Penguasa merancang peraturan pemilu yang diskriminatif, mengecualikan atau mengurangi kekuatan oposisi memasuki arena pemilu, dan membatasi apa yang disampaikan kepada publik. Caranya dapat berubah-ubah namun tujuan akhirnya tetap sama, manipulasi pemilu menjadi institusi paling stabil yang mempertahankan syahwat kekuasaan, bisnis dan ekonomi.

Andreas Schedler, ahli politik Center for Economic Teaching and Research di Mexico City, menelaah gejala Electoral authoritariania. Andreas menyatakan electoral authoritariania yaitu rezim yang menyelenggarakan pemilihan umum. Tapi Pemilu hanya jadi alat untuk terus berkuasa. Pemilu dimanipulasi sedemikian rupa agar penguasa ini terus punya pengaruh. Rezim dirty goverment membunuh demokrasi dengan cara-cara demokratis

Kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut (power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely), aturan formal dimanfaatkan untuk melegitimasi penyelewengan kekuasaan. Kondisi tersebut menyebabkan tidak adanya ruang kompetisi yang seimbang (uneven playing field) antara pemerintah dan oposisi.

Apakah dirty vote dan dirty goverment ini bagian yang tidak terpisahkan dari demokrasi? memang tidak semua praktik demokrasi itu kotor, tetapi di berbagai negara demokrasi telah memberikan ruang atau habitat kekuasaan yang curang. Mungkin sudah saatnya kita berpikir ulang apakah sistem demokrasi masih layak untuk dipertahankan? 

Demikian
IG @chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan 
(Ketua LBH PELITA UMAT & Mahasiswa Doktoral) 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :