Tinta Media - Rabu (21/2/2024) terjadi bencana angin puting beliung yang melanda tiga Kecamatan di Kabupaten Bandung, yaitu Kecamatan Rancaekek, Kecamatan Cileunyi, Kecamatan Cicalengka. Berdasarkan sumber yang dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, Bandung, Kasi Darurat Logistik BPBD Kabupaten Bandung Asep Mahmud mengatakan bahwa angin puting beliung merusak bangunan rumah dan lainnya di tiga kecamatan tersebut, yaitu terdapat 1.308 jiwa yang terdampak, 422 kepala keluarga, 223 bangunan rusak berat, 208 bangunan rusak sedang, dan 66 rusak ringan.
Berbagai bencana yang terjadi di negeri ini mulai dari gunung meletus, banjir, longsor, gempa bumi, kekeringan, tsunami dan yang baru-baru ini, yaitu angin puting beliung, harus disikapi dengan tepat oleh setiap muslim.
Sejatinya, semua itu merupakan bagian dari sunatullah atau merupakan qadha dari Allah Swt. yang tak mungkin ditolak atau dicegah. Yang harus disikapi atas qadha ini adalah sikap rida, juga sabar bagi korban dan keluarganya.
Bagi kaum muslimin, qadha ini merupakan ujian dari Allah Swt. Selain sebagai ujian bencana, apa pun yang menimpa seorang mukmin, sesungguhnya bisa menjadi wasilah bagi penghapusan dosa-dosanya.
Tentu, dosa-dosa akan terhapus dari orang yang tertimpa musibah jika ia menyikapi musibah itu dengan keridaan dan kesabaran. Namun, faktor penyebab musibah ini bisa pula terjadi di luar qadha yang mungkin saja menjadikan bencana selalu datang dan bahkan menambah bencana baru. Yakni, akibat dosa dan kemaksiatan manusia, akibat mereka tidak mengamalkan dan menerapkan syariah-Nya.
Sebagaimana Allah Swt. berfirman di dalam QS. Ar Rum ayat 41, yang artinya:
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Banjir misalnya. Banjir adalah bencana yang sebagian faktor risikonya bisa dikendalikan oleh manusia. Dalam hal ini, menyangkut kebijakan penguasa terkait pemanfaatan lahan dan perencanaan pembangunan yang dikaitkan dengan pengelolaan tata ruang kawasan.
Namun, penerapan sekuler kapitalistik yang diadopsi penguasa negeri ini telah melegalkan eksploitasi sumber daya alam secara serakah. Alih fungsi lahan dan pembangunan infrastruktur dilakukan untuk menggenjot investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Begitu pula dengan gempa, harusnya bisa diantisipasi dengan konstruksi bangunan yang tahan gempa dan berbagai riset geologi. Bahkan, di antara para ahli konstruksi berpendapat bahwa gempa 7 SR sekalipun seharusnya tidak mencelakakan. (Muslimah Media Center).
Begitu pun dengan bencana angin puting beliung, seharusnya penguasa melalui para ahlinya membuat alat untuk memitigasi bencana tersebut. Namun, hal ini diabaikan oleh penguasa. Inilah bentuk kelalaian pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab dalam pencegahan dan menanggulangi segala sesuatu yang akan mengakibatkan bahaya bagi masyarakat. Kelalaian ini adalah bagian dari kemaksiatan. Maka, tak heran jika bencana terus menghampiri negeri ini.
Satu-satunya cara mengakhiri berbagai bencana ini adalah dengan bertaubat kepada Allah Swt. Tobat tersebut harus dilakukan oleh segenap masyarakat, khususnya para penguasa dan pejabat negara. Mereka harus segera bertobat dari dosa dan maksiat serta ragam kezaliman.
Kezaliman terbesar adalah saat manusia tidak berhukum dengan hukum Allah Swt., terutama penguasanya. Sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya:
"Siapa saja yang tidak memerintah/berhukum dengan hukum yang telah Allah turunkan, mereka adalah para pelaku kezaliman." (TQS. al-Maidah: 5)
Sebagai muslim yang beriman, sudah seharusnya kita menyadari dan kembali ke jalan yang benar, yaitu dengan menerapkan syariat Islam di dalam kehidupan, baik dalam ranah individu, masyarakat, maupun negara agar terhindar dari azab Allah Swt. Wallahu'alam bishshawab
Oleh: Sumiati
Sahabat Tinta Media