Beasiswa Pendidikan dalam Kapitalisme, Solusi Tambal Sulam - Tinta Media

Kamis, 14 Maret 2024

Beasiswa Pendidikan dalam Kapitalisme, Solusi Tambal Sulam



Tinta Media - Untuk mewujudkan pemerataan pendidikan, dibutuhkan keseriusan negara. Ini karena negara berkewajiban penuh untuk memenuhi hak rakyat dalam mendapatkan akses pendidikan dengan mudah. Pendidikan menjadi kebutuhan yang urgen karena untuk  membangun dan memajukan suatu negara atau daerah dibutuhkan SDM yang berkualitas.

Hal ini sejalan dengan program Pemkab Bandung, yaitu Besti (Beasiswa Ti Bupati) yang pendaftarannya dimulai tanggal 4-8 Maret 2024. Program ini ditujukan untuk para siswa dan mahasiswa berprestasi yang kurang mampu, penghafal Al-Qur'an dan guru ngaji yang belum mengenyam pendidikan sarjana. Tujuannya adalah untuk meningkatkan RLS (Rataan Lama Sekolah) dan sekaligus mewujudkan pemerataan pendidikan di Kabupaten Bandung.

Untuk mendapatkan beasiswa ini, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya adalah warga Kab. Bandung, sedang tidak menerima beasiswa lain, surat permohonan pemberian beasiswa kepada Bupati Bandung, lolos seleksi pemberian beasiswa pendidikan, memiliki nilai rata-rata delapan, menyertakan SKCK, nilai IPK terendah di angka 3.00 bagi mahasiswa perguruan tinggi negeri dan 3.15 bagi mahasiswa perguruan tinggi swasta.

Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan adalah aset besar untuk mempercepat pembangunan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pemerintah harus mengupayakan agar aksesibilitas pendidikan ini bisa didapatkan dengan mudah oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali.

Tapi sayangnya, dunia pendidikan di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Banyaknya permasalahan yang terjadi, seperti meningkatnya siswa putus sekolah atau tidak bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya karena faktor ekonomi, maraknya kasus bullying dengan kekerasan yang kerap menimbulkan korban jiwa, perzinaan, tawuran antar pelajar, dan dekadensi moral yang menimpa kaum pelajar sangat memprihatinkan.

Persoalan-persoalan tersebut sebetulnya merupakan buah busuk dari penerapan sebuah sistem, yaitu sistem sekuler kapitalisme yang lahir dari pemikiran kafir barat, ketika aturan yang diterapkan memisahkan agama dari kehidupan. Pada hakikatnya hanya akan menimbulkan perdebatan, perselisihan, permasalahan karena hanya berorientasi pada keuntungan duniawi dan materi saja. Akhirnya negara yang harusnya menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan rakyatnya, malah menjadikan pendidikan sebagai barang dagangannya.

Negara lepas tangan dan memberikan peluang kepada pihak swasta yang mempunyai modal besar untuk membangun sekolah. Sistem ekonomi kapitalis yang diemban ini menjadikan penguasa materialistis, ditambah minimnya anggaran 20% dari APBN untuk pendidikan, membuat pemerataan pendidikan mustahil terjadi.

Faktanya, saat ini banyak sekolah swasta yang fasilitas dan kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan sekolah negeri. Rakyat pun terpaksa harus membayar mahal untuk mendapatkan sekolah yang berkualitas. Ini membuktikan bahwa penguasa hanya menjadi regulator atau fasilitator saja dan menyerahkan periayahan rakyat kepada pihak swasta. 

Sistem ini yang membuat negara tidak memandang bahwa pendidikan adalah hak bagi rakyat, tetapi negara memandang pendidikan sebagai sebuah barang yang hanya bisa dicapai ketika ada uang. 

Negara membiarkan rakyat kalangan menengah ke bawah berjuang sendiri untuk mendapatkan pendidikan berkualitas di tengah ekonomi sulit saat ini. Padahal, jika melihat kekayaan SDA negeri ini, harusnya negara sangat mampu memberikan pendidikan gratis alias secara cuma-cuma dan berkualitas.

Namun, seperti yang kita ketahui bahwa saat ini SDA negeri ini sudah banyak yang dikuasai pihak asing, aseng, dan lokal yang mempunya modal besar. Keuntungan dan kesejahteraan yang didapat pun hanya dirasakan oleh segelintir orang yang berkuasa. Pada akhirnya, hal itu hanya menyisakan penderitaan bagi rakyat kalangan bawah.

Di sisi lain, terkait dengan bantuan dari pemerintah, yaitu pemberian beasiswa untuk siswa atau mahasiswa berprestasi yang kurang mampu yang bertujuan mewujudkan pemerataan pendidikan, apakah ini benar-benar solusi atau hanya cari sensasi?

Dalam program ini, seolah-olah penguasa menjadi penolong bagi rakyat yang kesulitan ekonomi, padahal memang kewajiban negara menjamin seluruh pendidikan generasi, baik fasilitas, pembiayaan, dan segala kebutuhannya. Negara tidak memilah dan memilih Antara kaya atau miskin, nilainya bagus atau tidak. Aksesibilitas pendidikan harus didapatkan tanpa dipersulit dengan segudang persyaratan.

Maka dari itu, program ini sebetulnya tidak relevan. Sampai kapan pun, jika sistem ekonomi kapitalis yang berlandaskan asas manfaat ini diterapkan, tidak akan pernah mewujudkan pemerataan pendidikan di negeri ini.

Berbeda halnya dengan sistem Islam (khilafah) yang memberikan jaminan sepenuhnya kepada seluruh  warga untuk menempuh pendidikan sekolah secara gratis dan berkualitas. Sistem Islam menjadikan pendidikan sebagai hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara tanpa persyaratan yang rumit seperti dalam sistem kapitalisme.

Akses pendidikan yang bisa didapatkan dengan cuma-cuma ini bukanlah perkara sulit bagi khilafah. Negara tidak hanya menjamin pemenuhan aspek pendidikan, tetapi juga kesehatan, keamanan, dan fasilitas publik lainnya yang menjadi kebutuhan vital rakyat. 

Rasulullah saw. bersabda,

"Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya yang diurus." (HR.Bukhari).

Dalam Islam, negara wajib memastikan rakyatnya dapat mengakses pendidikan di mana pun berada, tanpa memandang latar belakang dan tanpa melihat berapa nilai akademik. Tentunya, negara membiayai segala sesuatunya agar KBM dapat berjalan dengan baik.

Persoalan pembiayaan tentu bukan perkara sulit bagi khilafah. Sumber harta baitul mal yang diperoleh dari fai', kharaj, dan harta kepemilikan umum yang dikelola oleh negara. Semua akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan rakyat di semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan. 

Selain itu, negara tidak hanya bertanggung jawab secara teknis saja, tetapi juga bagaimana mencetak generasi terbaik (khairu ummah). Dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, walhasil generasi yang lahir adalah generasi yang tidak hanya cerdas dan tangguh, tetapi juga memiliki akhlak mulia.

Sudah saatnya kaum muslimin meninggalkan sistem kapitalisme dan berjuang menegakkan sistem Islam karena Islam adalah rahmatan lil'alamin. Wallahualam.

Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :