Tinta Media - Di berbagai sudut kota Istanbul muncul tulisan 100 tahun Demokrasi Turki. Sudah 100 tahun juga dunia tanpa khilafah setelah 3 Maret 1924 Turki memakai Demokrasi sistem warisan Yunani kuno tersebut. Ketika penulis berbincang dengan sopir taksi, ia juga ingin berjaya kembali dengan khilafah tapi penguasa Turki dan sebagian masyarakat masih ingin demokrasi.
Sejarah mencatat, Turki pernah menjadi negara besar dan hebat yang menjadi pusat peradaban dunia. Kala itu Turki dikenal sebagai Kesultanan Utsmaniyah atau khilafah Utsmaniyah atau Negara Agung Utsmaniyah. Barat menyebutnya sebagai Turki Ottoman.
Wilayah Kesultanan Turki Utsmani sangat luas bahkan lintas Benua. Semula didirikan oleh suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey di barat laut Anatolia pada tahun 1299. Setelah 1354, Utsmaniyah melintasi Eropa dan wilayah Balkan.
Bahkan di masa Sultan Muhammad al Fatih alias Sultan Mehmed II (1432-1481), berhasil mengakhiri dominasi Kekaisaran Romawi Timur. Pasukan terbaiknya berhasil menjebol Benteng berlapis tiga dan pertahanan terkuat kala itu. Mereka berhasil menaklukkan Konstantinopel tahun 1453.
Kejayaan Turki Utsmani mencapai puncaknya ketika di bawah pemerintahan Sultan Suleiman Al-Qanuni (1520-1566), Kesultanan Utsmaniyah menjadi salah satu negara terkuat di dunia. Menjadi pusat peradaban hukum dan pemerintahan dunia kala itu. Mengendalikan sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat/Kaukasus, Afrika Utara, dan Afrika. Pada awal abad ke-17, kesultanan ini terdiri dari 32 provinsi dan sejumlah negara vasal, beberapa di antaranya dianeksasi ke dalam teritori kesultanan, sedangkan sisanya diberikan beragam tingkat otonomi dalam kurun beberapa abad.
Kesultanan Utsmaniyah menjadi pusat interaksi antara dunia Timur dan Barat selama lebih dari enam abad. Setelah penaklukkan Mesir oleh Utsmaniyah pada 1517, Khalifah Al-Mutawakkil III menyerahkan kedudukan khalifah kepada Sultan Selim I. Hal ini menjadikan penguasa Utsmaniyah tidak hanya berperan sebagai sultan (kepala negara Utsmaniyah), tetapi juga sebagai pemimpin dunia Islam secara simbolis.
Kesultanan ini bubar pasca Perang Dunia I, tepatnya pada 1 November 1922. Meski demikian Turki Utsmaniyah sempat mempertahankan status mereka sebagai khilafah selama beberapa saat, sampai akhirnya kekhalifahan juga dibubarkan pada 3 Maret 1924. Hingga kini sudah 100 tahun Turki dan rakyat dunia tanpa Khilafah.
Hari ini, Turki dan sebagian negara justru kembali ke belakang, memakai sistem lama, sistem demokrasi warisan Bangsa Yunani kuno. Sistem yang dikenalkan oleh Cleosthenes pada tahun 508 SM di Athena, Yunani Kuno. Jauh sebelum orang Turki menggunakan sistem yang lebih modern, sistem Kesultanan atau kekhilafahan.
Terkait sejarah Turki tersebut, penulis memberikan 4 (empat) catatan penting:
Pertama, Turki pernah meraih kejayaan yang luar biasa sejak didirikan oleh Osman Bey tahun 1299. Pengaruhnya sudah lintas benua. Tradisi ini diteruskan oleh para pemimpin selanjutnya.
Kedua, tahun 1453, Muhammad al Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel, Kekaisaran Romawi Timur yang merupakan negara adi daya saat itu. Setelah menaklukkannya, Muhammad Al Fatih Tidak menggunakan gelar Kaisar, tidak menggunakan sistem pemerintahan Kaisar, tidak menerapkan hukum Romawi. Ia menggunakan sistem Islam, dan menerapkan hukum Islam bukan hukum Romawi.
Ketiga, di masa Sultan Suleiman Al-Qanuni (1520-1566), Kesultanan Utsmaniyah menjadi salah satu negara terkuat di dunia. Menjadi pusat peradaban hukum dan pemerintahan dunia kala itu. Mengendalikan lintas benua; Eropa, Asia dan Afrika
KEEMPAT, pada 1517, Khalifah Al-Mutawakkil III menyerahkan kedudukan khalifah kepada Sultan Selim I. Hal ini menjadikan penguasa Utsmaniyah tidak hanya berperan sebagai sultan (kepala negara Utsmaniyah), tetapi juga sebagai pemimpin umat Islam se-dunia. Kini 100 tahun umat Islam se-dunia tanpa pemimpin.
Akankah Turki kembali menjadi pusat peradaban dunia dan mengendalikan lintas benua? Akankah Turki bisa melindungi & membebaskan warga Palestina dari pembunuhan dan genosida?
Jika ada kemauan yang kuat dan kerja keras maka itu bukan hal yang mustahil. Tentu harus dengan mencontoh para pemimpin sebelumnya yang telah terbukti sukses dengan menggunakan sistem yang mengantarkan pada kesuksesan itu maka kejayaan kembali menjadi keniscayaan. Semoga … aamiin.
NB: Penulis pernah Belajar Pemerintahan pada STPDN 1992 angkatan ke-04, IIP Jakarta angkatan ke-29 dan MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.
Oleh: Wahyudi al Maroky
(Dir. Pamong Institute)