Tinta Media - Isu utang saat ini, bukanlah sesuatu yang dianggap tabu lagi. Begitu merebaknya fasilitas utang yang tersedia saat ini, baik yang bersifat konvensional maupun berbasis daring (online). Utang hampir mengena kepada siapa pun, mungkin Anda juga pernah punya pengalaman terkait persoalan utang?
Isu utang di masyarakat saat ini sudah dianggap sesuatu yang lumrah dan seakan menjadi satu-satunya solusi terhadap permasalahan keuangan. Di sisi lain utang kerap kali menimbulkan persoalan yang memberikan dampak buruk dimasyarakat. Dampak buruk utang tidak saja mengena kepada kalangan masyarakat biasa, akan tetapi hingga kalangan pengusaha.
Dampak buruk utang bisa bersifat ringan sampai berat, dari gangguan kesehatan fisik hingga mental, dari perselisihan kecil dalam rumah tangga sampai timbulnya perceraian, dari pertengkaran kecil sampai timbulnya kriminalitas.
Peristiwa baru-baru ini membuktikan dampak buruk berutang, yakni peristiwa terbunuhnya seorang pengusaha burung di Kota Medan, Bernama Baharuddin Siregar (71) tewas dibunuh pegawainya sendiri inisal EP (41) karena persolan utang Rp 5 juta (Kompas.com, 2024). Kejadian berlangsung di Kelurahan Sei Sikambing, Kecamatan Helvetia, Kota Medan pada Minggu (14/1/2024).
Karenanya menjadi penting bagi halayak untuk memahami dengan benar seputar utang, faktor penyebab dan bahaya yang ditimbulkannya. Berutang dalam pandangan Islam adalah boleh, akan tetapi lebih cenderung dicela, karena berpotensi menyeret pelakunya kepada berutang yang diharamkan.
Faktor penyebab yang menjadi alasan merebaknya utang dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Alasan yang bersifat langsung adalah (1) Memenuhi kebutuhan hidup, faktor kesulitan ekonomi menjadi alasan berutang untuk memenuhi kebutuhan hidup, biaya Kesehatan, dan biaya anak sekolah, (2) Tidak mampu membedakan antara keinginan dengan kebutuhan, sebagai contoh seseorang yang membeli sepatu yang bermerek dengan seseorang yang membeli sepatu tidak bermerek, padahal fungsi sepatu tersebut adalah sama, yakni digunakan untuk alas kaki, (3) Merasa mampu membayar, situasi ini sering kali terjadi pada seseorang yang memiliki pendapatan tetap, seperti pegawai negeri sipil atau karyawan, (4) Kompetisi sosial masyarakat dan gaya hidup, sering kali pandangan masyarakat yang menganggap banyaknya harta adalah perwujudan kesuksesan, menjadikan seseorang ingin mengejar dan berupaya maksimal mencapainya, meskipun dengan cara utang, (5) Modal untuk usaha, sering kali alasan modal untuk membangun atau mengembangkan usaha menjadi alasan pelaku usaha berutang.
Adapun faktor penyebab yang bersifat tidak langsung adalah diterapkannya sistim yang memisahkan aturan agama dengan aturan kehidupan (sekuler). Produk sistim sekuler dalam bidang ekonomi adalah sistim ekonomi kapitalis. Sistem tersebut dijalankan dengan basis utang riba, yaitu tambahan yang disyaratkan dan diterima pemberi pinjaman sebagai imbalan dari peminjam dalam transaksi pinjaman uang, uang yang seharusnya hanya digunakan sebagai alat tukar, akan tetapi berubah menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Keadaan ini mendorong maraknya bisnis uang yang terwujud dalam lembaga-lembaga keuangan dengan menawarkan kemudahan pinjaman berbunga. Dalam sistim ekonomi kapitalis, utang adalah amunisi untuk memperoleh keuntungan berupa bunga pinjaman. Makna pinjaman yang dimaksud disini adalah utang qard (transaksi utang yang obyek transaksinya khusus mengena kepada mata uang /alat tukar). Pandangan Islam sendiri terhadap pinjaman (qard) yang mengandung bunga (riba) adalah diharamkan secara mutlak (QS. Al Baqarah : 275). Penerapan sistim ekonomi kapitalis yang berlangsung saat ini, tidak lepas dari sekularisasi yang diadopsi dari pemikiran barat. Dampak yang ditimbulkan adalah merosotnya pemikiran umat Islam dalam semua sendi kehidupan, termasuk tidak menjadikannya aturan Islam sebagai standar sistim ekonomi umat.
Perilaku utang akan memberikan konsekuensi bagi pelakunya, berupa bahaya utang di dunia dan di akhirat. Di antara sekian banyak bahaya utang di dunia, enam di antaranya adalah (1) Utang itu membuat candu sebagaimana narkoba, seseorang yang telah selesai dengan angsuran utangnya, biasanya kecanduan dengan membuka utang baru, dan begitu seterusnya, (2) Utang akan terus bertambah, karena utang itu membuat candu pelakunya, tanpa disadari utangnya semakin bertambah, biasanya awal berutang nominalnya masih sedikit, akan tetapi semakin lama nominal utang yang diajukan bertambah semakin besar, (3) Utang menyebabkan rusaknya keharmonisan suami-istri, bahkan tidak sedikit kejadian perceraian yang disebabkan oleh persoalan utang, sebagai mana dikutip dari media masa yang memberitakan penyebab utama perceraian rumah tangga inisial T (suami) dan inisial A (istri) adalah masalah ekonomi, utang disebut-sebut sebagai salah satu penyebab keretakan rumah tangga mereka (Kumparan, 2023), (4) Merasa dipercaya oleh lembaga pemberi pinjaman, ini merupakan pemahaman yang keliru, karena tidak ada satu pun transaksi pinjaman dilaksanakan tanpa agunan yang menyertainya, itu mengindikasikan bahwa pihak pemberi pinjaman (kreditur) tidak pernah percaya kepada peminjam (debitur), (5) Membayar kepastian dengan ketidakpastian, apa yang pasti dalam pinjaman (qard)? Yakni waktu jatuh temponya, denda keterlambatan bayar, bunga yang wajib dibayarkan, aset yang diagunkan, lelang agunan bila gagal bayar, sedangkan perolehan pendapatan dari apa yang diusahakannya, tidak ada yang menjamin kepastiannya, (6) Terdorong melakukan perbuatan kriminal, fakta tersebut sebagaimana terjadi pada peristiwa di kota Medan.
Adapun konsekuensi bahaya utang di akhirat, satu di antaranya adalah terhalangnya masuk Surga meskipun mati dalam keadaan syahid. Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah Saw bersabda, “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang.” (HR. Muslim). Sedangkan bagi seseorang yang melakukan transaksi utang dengan riba (qard), ancaman Allah Swt sangat mengerikan sebagaimana tertuang dialam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 275, “….Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.
Bila dicermati dengan seksama, apakah utang itu solusi atau masalah? Dengan memperhatikan dampak yang ditimbulkan, kecenderungan utang lebih banyak menimbulkan permasalahan baru, terlebih utang yang masuk katagori pinjaman (qard) dengan bunga (riba), akan menghantarkan pelakunya kepada perbuatan yang diharamkan. Selama sistim ekonomi kapitalis diterapkan, selama itu pula budaya utang akan terus berlangsung. Utang dalam sistim ekonomi kapitalis merupakan amunisi untuk memperoleh keuntungan, sedangkan riba itu sendiri adalah mesin penghisap uang masyarakat, uang akan menumpuk dan lebih banyak beredar pada kalangan pemilik modal, dampaknya tingkat kemiskinan dipastikan akan terus bertambah. Karenanya dibutuhkan upaya perubahan dengan mengganti sistim kapitalis dengan sistim lain yang memberikan keadilan. Sistim tersebut tidak lain adalah sistim Islam yang mencakup di dalamnya penerapan ekonomi Islam. Hanya Islam yang bisa menjadi solusi tuntas segala bentuk keruwetan persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat saat ini.
Purwokerto, 27 Rajab 1445 H / 08 Februari 2024 M
Oleh: Amir Mahmudin
Sahabat Tinta Media