Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan, umat Islam tidak punya alasan untuk ikut sekuler.
“Sesungguhnya umat Islam tidak punya alasan sedikit pun baik secara teologis, historis maupun empiris untuk ikut sekuler,” ungkapnya di Focus To The Point: Dua Kunci Eksistensi Umat, melalui kanal Youtube UIY Official Jumat (23/2/2024).
Ia beralasan, umat Islam tidak punya masalah dengan otentitas Al-Qur’an, tidak punya masalah dengan rezim yang zalim, tidak ada masalah dengan temuan sains. Bahkan banyak temuan saintek diinspirasi dari pemahaman terhadap Al-Qur’an.
“Ini berbeda dengan orang-orang selain Islam, khususnya Barat. Mereka melihat kenyataan bahwa sumber agama mereka yaitu Bibel, itu ada masalah dari sisi otentitasnya,” bandingnya.
Otentitas Bibel ini, lanjutnya, sudah dibincangkan berpuluh tahun. “Buku The Five Gospels berisi rangkuman dari sebuah riset yang dilakukan oleh 80 ahli Teologi Kristen yang meneliti otentitas Injil. Mereka mendapati kesimpulan bahwa 80 – 82 % itu tidak sampai kepada apa yang mereka katakan sebagai Yesus,” bebernya.
Oleh karena itu, lanjutnya, mereka menjumpai persoalan kedua yaitu teologis. “Trinitas itu baru dirumuskan pada konsilinesea tahun 300-an Masehi, tiga abad setelah Yesus. Ini membuat problem karena tidak mudah memahami Trinitas,” ungkapnya.
Di samping itu, UIY juga memaparkan, bahwa Barat mengalami trauma religiious rezim, ketika penguasa bersekutu dengan kaum agamawan memaksakan doktrin teologis.
“Karena otentitas Injil dipertanyakan maka kemudian bertabrakan dengan temuan sains teknologi. Puncaknya ketika Galileo Galilei dan Copernicus. Ketika itu gereja memaksakan geosentris sementara Copernicus dan Galileo mendapati hasil pengamatannya itu bukan geosentris tapi heliosentris. Jadi bukan bumi yang menjadi pusat peredaran planet-planet tapi matahari. Dan memang itu yang terbukti,” ulasnya.
Di sinilah, ucap UIY, Barat lalu berkesimpulan bahwa agama tidak mungkin dihilangkan, sehingga agama ditetapkan untuk mengatur urusan agama, sementara politik atau negara itu urusan politik.
“Ini yang kemudian memunculkan pandangan sekularisme. Ini tidak dialami oleh umat Islam sehingga tidak ada alasan umat Islam meninggalkan syariat Islam,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun