Tinta Media - Dahulu 1400 tahun kurang lebih umat Islam bersatu padu dalam kesatuan negara Islam global yang sangat solid yang membentang hampir 20 juta kilometer persegi. Persatuan ini memiliki dasar historis yang tidak terbantahkan, dimulai sejak Rasulullah Saw membentuk negara Islam di Madinah, kemudian di lanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin serta di ikuti era Kekhilafahan Umayah, era Kekhilafahan Abbasiyah dan era Kekhilafahan Utsmaniyah. Pada era-era ini umat Islam global bersatu dalam satu konstitusi yang hukum syariat sebagai sumber hukumnya.
Peristiwa memilukan pun terjadi di mana Mustafa Kemal Attaturk yang saat itu sebagai kaki tangan Inggris berhasil meruntuhkan konstitusi Islam global ini di era ke Khilafahan Turki Utsmani pada tahun 1924. Dimulailah perpecahan umat Islam secara brutal. Khilafah Islam terpisah kurang lebih 50 negara Islam dibawa payung pemahaman nasionalisme dan negara bangsa. Pada akhirnya merobek ukhuwah islamiyah yang sudah terbangun sejak lama.
Negara Palestina salah satu yang turut merasakan efek samping dari perpecahan nasionalisme dan negara bangsa ini. Sejak Palestina di jajah oleh zionis Yahudi sejak tahun 1948, saudara Muslim di Palestina nyaris berjuang sendiri dalam melawan pendudukan zionis terhadap tanah mereka dan tanah suci umat Islam itu. Terhitung 75 tahun lamanya Palestina menderita. Padahal secara geografis Palestina di kelilingi negara-negara Islam yang besar dan mumpuni dari segi militer.
Sudah berpuluh ribu nyawa kaum Muslim Palestina yang terenggut. Rumah para penduduk yang di ratakan dengan tanah. Muslimah yang dinistakan kehormatannya. Anak-anak yang terbunuh akibat rudal yang di tembakkan secara membabi buta oleh zionis Yahudi yang terlaknat.
Nasionalisme yang sudah seperti kanker yang mendarah daging dalam tubuh negara-negara Muslim membuat mereka tidak mampu melakukan perlawanan nyata dalam mengusir penjajah yang menjarah negeri dan membantu saudara Muslim mereka. Sekat kebangsaan juga membuat para pemimpin negara-negara Muslim ini seperti tidak merasakan esensi dari ukhuwah islamiah yang seharusnya menganggap masalah seluruh kaum Muslim di negara mana pun merupakan tanggung jawab saudaranya di belahan bumi mana pun. Termaksud kebebasan Palestina merupakan kewajiban dan tanggung jawab saudara Muslimnya di mana pun berada.
Di negeri kita sendiri, ukhuwah islamiah masih sangat mudah terguncang. Kita bisa lihat sikap resah dan tak terima sebagian masyarakat kita saat kedatangan saudara Muslimnya dari etnis Rohingya yang di tindas oleh rezim Budha di negeri mereka sendiri. Malah banyak yang memunculkan narasi-narasi ketakutan dan kekhawatiran yang sepele seperti akhlak, cara makan, serta anggapan bahwa Muslim Rohingya datang sebagai bibit penjajah baru yang sebenarnya merupakan asumsi liar yang terus diulang dan di besar-besarkan tanpa memahami akar persoalan mendasar. Dan narasi ini semakin memperbesar rasa perbedaan dan ketidakpedulian Muslim di negeri kita terhadap saudara Muslimnya yang berbeda ras dan teritori.
Fakta-fakta ini sangat ironis dan tidak berbanding lurus dengan yang diperintahkan Allah Swt. dalam Al-Qur'an dan Al-Hadis bahwa kaum Muslim bersaudara dan di ibaratkan satu tubuh.
Perlu kita sadari bahwa menjaga dan memelihara ukhuwah islamiah merupakan sebuah kewajiban seluruh kaum Muslim. Sebab itu, merusak ikatan persatuan umat dan ukhuwah islamiah adalah dosa, sama dengan meninggalkan kewajiban yang diperintahkan dalam Islam lainnya. Dalil-dalil yang bersumber dari Al-Qur'an dan al-Hadis sudah sangat jelas.
Dalil pertama Allah Swt berfirman
Sungguh kaum Muslim itu bersaudara. Karena itu damaikanlah di antara saudara kalian… (TQS al Hujurat [49] 10).
Dalil ini merupakan tersurat bahwa persaudaraan kaum Muslim itu di ikat oleh akidah, bahkan lebih kuat dari persaudaraan nasab.
Dalil kedua Allah Swt berfirman
Berpeganglah kalian semua pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai berai… (TQS Ali-Imran [3]: 103).
Secara tersurat ayat ini kita di perintahkan untuk berpegang pada tali agama Allah Swt. dan jangan bercerai-berai.
Dalil ketiga Allah Swt berfirman:
Yang di perintahkan ini adalah jalan ku yang lurus. Karena itu ikutilah jalan tersebut dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain karena jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian adalah yang di perintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa… (TQS al-An’am [6] 153).
Secara jelas ayat di atas menunjukkan bahwa jika kaum Muslim tidak benar-benar mengikuti jalan Islam dan mengikuti jalan-jalan selain Islam , maka akan menjadikan kaum Muslim tercerai-berai. Sama seperti kenyataan yang terjadi saat ini di mana akidah sekularisme menjadi jalan dan pandangan hidup, maka terjadilah perpecahan kaum Muslim, yang kenyataan ini jarang kita sadari.
Dari peristiwa diamnya para pemimpin negara Islam terhadap aksi genosida besar-besaran yang menimpa saudara Muslim kita di Palestina dan terbengkalainya urusan-urusan kaum Muslim yang lain seperti Muslim Rohingya seharusnya sudah menggugah kesadaran kita betapa berbahayanya keterpecahan yang dilandasi konsep nasionalisme dan negara bangsa ini. Membuat kita merasa asing terhadap saudara seiman hanya karena berbeda ras, suku, golongan dan batas-batas teritorial. Padahal dalam sebuah Hadis Rasulullah Saw bersabda:
“Tidak termasuk golongan kami orang yang menyerukan ‘ashabiyah. Tidak termasuk golongan kami orang yang berperang atas dasar ‘ashabiyah. Tidak termasuk golongan kami orang yang mati atas dasar ‘ashabiyah” (HR Abu Dawud)
Agenda besar umat Islam hari ini sudah seharusnya menyibukkan diri untuk meraih kembali persatuannya di bawah institusinya, yaitu Khilafah Islamiah yang sudah di contohkan oleh baginda Nabi Saw dan menjadi jimak para sahabat. Hanya dengan kembalinya kaum Muslim pada hukum Islamlah persatuan bisa di raih sesuai dengan yang di firmankan Allah Swt dalam QS al-An’am [6]: 153. Persatuan kaum Muslim global inilah yang akan menjaga hukum Islam terselenggara secara keseluruhan juga menjaga darah dan kehormatan seluruh kaum Muslim di seluruh dunia. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Oleh: Saffian
Sahabat Tinta Media