Skema Pembayaran UKT dengan Pinjol, Pakar: Akibat Swastanisasi Pendidikan - Tinta Media

Sabtu, 03 Februari 2024

Skema Pembayaran UKT dengan Pinjol, Pakar: Akibat Swastanisasi Pendidikan



Tinta Media - Menyikapi kebijakan kampus ITB yang menawarkan skema pembayaran uang kuliah dengan cicilan via pinjaman online (pinjol), pakar ekonomi Dr. Arim Nasim menilai itu akibat swastanisasi pendidikan.  

“Ini dampak langsung dari kebijakan pemerintah terkait dengan liberalisasi atau swastanisasi pendidikan, secara perlahan tapi pasti pemerintah melepaskan dunia pendidikan dari sisi pembiayaannya ke pihak swasta,” ungkapnya di Kabar Petang: Kisruh UKT Pakai Pinjol, melalui kanal Youtube Khilafah News, Kamis (1/2/2024).

Ia melanjutkan, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) diharuskan mencari dana sendiri. Ketika PTN mencari dana sendiri, ucapnya,  maka dana yang paling mudah didapatkan itu dari mahasiswa. Dampaknya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) mahal. “Sisi lain kita melihat kondisi ekonomi kita semakin memburuk, banyak mahasiswa kesulitan membayar SPP,” ulasnya.

Selain dampak dari swastanisasi pendidikan kata Arim, ini juga dampak langsung dari pemimpin (rektor) yang berpikir sekuler tidak peduli halal dan haram, yang penting uang masuk walau berasal dari pinjol.

“Pinjol itu kan bukan pinjaman sosial tetapi pinjaman bisnis yang pasti ada bunganya. Ini menjerumuskan mahasiswa kepada praktik ribawi,” sesalnya. 

Menambah Masalah

Dalam penilaian Arim, pinjol ini akan menambah masalah mahasiswa. “Namanya pinjaman itu tidak selalu lancar. Di satu sisi mahasiswa bisa jadi kesulitan membayar pokok maupun bunganya. Ini saya kira akan membuat mahasiswa stres. Dampak lebih lanjut mereka tidak akan fokus belajar karena harus mencari dana untuk membayar utang. Ini akan memunculkan masalah baru,” urainya. 

Ketika mahasiswa disibukkan dengan kegiatan mencari uang, jelasnya,  mahasiswa akan kehilangan sikap kritis terhadap kebijakan rezim. 

“Mereka akan terjebak dengan permainan deal-deal politik. Mungkin SPP akan dibantu tetapi tidak boleh kritis dengan kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat atau merugikan mahasiswa,” khawatirnya. 

Ia menambahkan, belum lagi jika pemberi pinjaman menggunakan cara-cara intimidasi, ini akan semakin menambah masalah. 

Kecil

Dalam pandangan Arim, anggaran pendidikan yang ditetapkan APBN sebesar 20 % atau sekitar 600 triliun di 2024 ini sangat kecil dibanding dengan anggaran untuk membayar bunga utang negara yang mencapai 497 triliun. 

Besarnya bunga utang yang harus dibayar negara ini, terang Arim, menyebabkan anggaran untuk kepentingan rakyat banyak berupa subsidi itu terus dikurangi.

“Akhirnya perguruan tinggi disuruh mencari dana sendiri untuk menutupi kekurangan dari anggaran pemerintah yang memang terbatas,” kritiknya.

Menurut Arim, perekonomian Indonesia yang morat-marit ini termasuk liberalisasi dan swastanisasi pendidikan itu dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang berbasis ribawi yang menyebabkan Indonesia terjebak utang. 

“Oleh karena itu saya melihat bukan hanya pinjol yang harus dihapuskan, tetapi juga praktik-praktik ribawi termasuk utang negara harus dihentikan,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :