Pinjol untuk Pendidikan, Solutifkah? - Tinta Media

Sabtu, 03 Februari 2024

Pinjol untuk Pendidikan, Solutifkah?



Tinta Media - Aksi protes sejumlah mahasiswa terjadi di depan Gedung Rektorat Institut Teknologi Bandung (ITB) di Jalan Tamansari, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (29/1/2024). Aksi ini terkait kebijakan kampus dalam skema pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) yang masih memiliki tunggakan dengan cara mencicil via aplikasi pinjaman online (Pinjol). (kompas.com, 29/01/2024). 

Akhir-akhir ini pinjol (pinjaman online) menjamur di Indonesia, memiliki daya tarik karena berbagai kemudahan yang ditawarkan. Di antaranya, bisa diakses dengan cepat dan mudah melalui hp, pinjaman tanpa agunan, syarat administrasi yang tidak ribet dan lain sebagainya. Perusahaan uang (Fintech) sebagai pemodal yang meminjamkan uang melihat banyak peluang, tidak hanya pada sektor konsumtif, tetapi juga merambah sektor pendidikan. 

Ketika pinjol dianggap solusi dalam masalah keuangan apa pun, termasuk pembiayaan pendidikan, hal itu merupakan buah dari sistem hidup sekuler kapitalisme. Sistem pinjol ini syarat dengan transaksi ribawi yang dalam pandangan Islam termasuk sesuatu yang haram. 

Masyarakat yang dipengaruhi pemikiran dan gaya hidup sekuler kapitalisme, cenderung berpikir pragmatis tanpa melihat halal haram dan melihat segala sesuatu hanya dalam pandangan kesenangan materi. 

Mereka berpikir, ketika ada masalah keuangan, kemudian ada perusahaan keuangan (Fintech) yang menawarkan pinjaman berbasis riba, maka itu dianggap solusi karena mendatangkan manfaat finansial. Padahal, sejatinya tidak menyelesaikan masalah sampai ke akar, bahkan bisa menambah masalah baru. 

Hal itu bisa kita ketahui dari pemberitaan di berbagai media atau sekitar kita. Tidak sedikit korban pinjol yang berakhir dengan bunuh diri yang tragis akibat tidak sanggup membayar bunga yang senantiasa bertambah setiap waktunya. 

Dosa Riba 

Riba merupakan dosa besar yang diharamkan di dalam Islam. Hal ini didasarkan pada Al-Qur'an surat Al-Baqarah Ayat 275, yang artinya: 

"Orang-orang yang memakan riba tidak akan dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang telah kerasukan setan karena gila. Demikian itu karena mereka menganggap jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan diharamkannya riba. Barang siapa telah mendapat peringatan dari Tuhannya, kemudian dia berhenti, maka apa yang telah diperoleh sebelumnya menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi itu, maka mereka sebagai penghuni neraka yang kekal di dalamnya." 


Seringan-ringannya dosa riba, seperti menzinai  ibu kandungnya sendiri, seperti sabda Rasulullah saw. 

“Riba itu ada 73 pintu (dosa), yang paling ringan seperti dosa menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah jika seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi. Hadis ini sahih dilihat dari jalur lainnya dalam syu’abul menurut Syaikh Al Albani). 

Pendidikan Tanggung Jawab Negara 

Kehidupan sekuler kapitalisme menjadikan negara hanya sebagai regulator. Tanggung jawab pengurusan rakyat, termasuk pendidikan diserahkan pada pengusaha swasta atau oligarki. Akhirnya, semua dikuasai oligarki yang semata-mata untuk mendapatkan keuntungan materi. 

Akibatnya, subsidi berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan mulai dikurangi, sehingga beban biaya pendidikan ditanggung oleh orang per orang. Walaupun sudah ada BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan program pendidikan dasar gratis, nyatanya di lapangan banyak terjadi penyelewengan dan salah sasaran. Kebutuhan lain terkait pendidikan pun mutlak memerlukan biaya, seperti seragam, alat tulis, dan sebagainya. Apalagi, Perguruan Tinggi yang sudah berstatus BHMN, biaya pendidikannya tidaklah gratis. 

Padahal, pendidikan termasuk salah satu kebutuhan asasiah atau mendasar yang bersifat kolektif. Kewajiban menuntut ilmu ada pada tiap individu rakyat, sehingga Islam menjadikan negara bertanggung jawab menjamin setiap rakyat untuk bisa menjalankan kewajibannya dengan mendapatkan pendidikan secara mudah, bahkan gratis. 

Tercatat dalam sejarah bahwa peradaban Islam mampu membangkitkan berbagai aspek kehidupan rakyat, di antaranya dalam pendidikan. Pembiayaan untuk membangun berbagai sekolah dan sarana prasarana pendidikan yang memadai dan berkualitas diambil dari Baitul mal. 

Masyarakat Islam akan berlomba-lomba menginfakkan hartanya untuk memajukan pendidikan. Ketika pun terjadi aktivitas saling pinjam meminjam harta antara masyarakat Islam, semuanya lepas dari riba, karena suasana keimanan setiap rakyat dikondisikan untuk senantiasa menjadikan kehidupan berstandarkan halal dan haram. 

Begitu pun dengan out put pendidikan yang dihasilkan dalam sistem Islam, mereka memiliki kepribadian Islam yang tidak hanya menguasai IPTEK, tetapi juga bertakwa.


Oleh: Evi, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan) 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :