Tinta Media - Kawasan Bandung utara ( KBU) telah di tetapkan sebagai kawasan konservasi. Namun wilayah tersebut kini sudah semakin sempit karena pembangunan perumahan yang terus meluas, seperti di beritakan m.bisnis.com pembangunan perumahan yang masif di kawasan Bandung utara yang terus bergeser ke wilayah atas menuju kawasan pertanian Cimenyan, kabupaten Bandung Jawa Barat. (Jakarta, Senin 29/01/24)
Himpunan kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat meminta agar pemerintah daerah memperketat ijin alih fungsi lahan pertanian, demi masa depan jaminan pasokan pangan. HKTI Jawa Barat menganggap kondisi alih fungsi lahan pertanian Jawa Barat sudah sangat mengkhawatirkan, yang terus menghabisi lahan pertanian produktif untuk keperluan pangan.
Meskipun sudah banyak aturan, baik Perda KBU, Perda RUTR ataupun perpres yang di buat untuk menata dan menjaganya, namun pada kenyataannya fungsi bisnis atau ekonomi lebih mengemuka dan mendominasi dibandingkan konservasinya. Bisa di lihat dari lahan pertanian di hampir setiap daerah pun sudah semakin sempit, bukan hanya terjadi di KBU saja namun di daerah lain pun lahan pertanian sudah hampir habis beralih fungsi menjadi ruang publik, seperti gedung dan sejumlah bangunan elite dan lainnya.
Terbukti Perda sudah jelas menyebutkan 750M dpl (di atas permukaan laut) koefisiennya 80:20 , 80% RTH ( ruang terbuka hijau) 20% bangunan, yang berarti koefisien bangunannya cuma di toleransi 20%. Namun kenyataannya ijin pembangunan perumahan ataupun kawasan wisata dengan mudah diberikan. Lalu Perda itu untuk siapa?
Padahal himpunan kerukunan tani Indonesia sudah meminta agar pemerintah daerah memperketat izin alih fungsi lahan pertanian, karena lahan pertanian sudah sangat mengkhawatirkan, yang terus menghabisi lahan-lahan pertanian produktif untuk keperluan pangan. Ini pun perlu di tinjau ulang, sebab menjadikan kawasan pertanian yang di tanami sayuran yang tidak memiliki akar yang kuat juga tidaklah tepat.
Apakah permintaan perijinan di perketat ini diajukan karena di rasa kawasan Bandung utara sudah tidak lagi mendatangkan manfaat, seperti untuk mengembangkan usaha sang pejabat? Karena selama ini pemilik modal (kapitalis) yang memiliki modal yang besar untuk menanami lahan pertanian dengan bahan pangan ataupun di jadikan agro wisata.
Yang pasti sudah terbukti terjadinya longsor dan banjir bandang yang terjadi di kawasan konservasi menjadi kawasan pemukiman, juga menjadi lahan bisnis, dan juga tempat wisata.
Inilah bukti jika aturan manusia yang di terapkan bukan hanya akan menimbulkan masalah, namun akan berdampak pada sesuatu yang lebih parah lagi, karena sudah menepikan aturan sang Pencipta.
Berbeda dengan sistem Islam, Islam mempunyai aturan tersendiri dalam mengelola lahan, baik itu untuk pertanian, pemukiman dan juga hutan yang harus di lestarikan, karena itu menyangkut hajat hidup manusia yang harus terpenuhi dan sangat penting untuk keberlangsungan makhluk hidup.
Maka Islam mempunyai mekanisme yang baik dalam pengelolaan lahan, di antaranya, penempatan lahan pertanian sawah dengan dataran rendah yang tercukupi pengairannya, baik itu dari irigasi ataupun mengandalkan air hujan, lahan pertanian kebutuhan pangan, dengan lahan kaki gunung, juga hutan yang tetap dikelola sebagai penopang resapan air agar tidak terjadi banjir.
Itulah tata kelola lahan pertanian di dalam IsIam, dan mengacu pada penjagaan lingkungan hidup sebagai wujud keimanan dan ketakwaan kepada sang pemilik bumi dan segala isinya yang di peruntukan untuk kelestarian makhluk hidup yang ada di muka bumi ini.
Wallahu'alam
Oleh : Ummu Ghifa
Sahabat Tinta Media