Tinta Media - Ribuan ibu dari Fatayat NU dan majelis taklim se-Kabupaten Purwakarta mengikuti acara Pengajian Triwulan sekaligus peringatan Isra Mi’raj dan istighosah pada hari Minggu tanggal 14 Januari 2024. Kegiatan ini menghadirkan Ketua Forum Daiyah Fatayat (Fordaf) PP Fatayat NU Ustazah Minyatul Ummah, S.Pd.I, MA sebagai pemateri dan juga dihadiri oleh Staf Ahli Bupati, Dicky Darmawan.
Tujuan kegiatan adalah dalam rangka memfasilitasi anggota Fatayat dan masyarakat umum guna meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan sekaligus memperingati Isra Mi’raj Nabi Muhammad Saw. Selain itu dalam acara ini juga dilaksanakan sosialisasi Pemilu oleh KPU Purwakarta dengan tema “Sosialisasi Pendidikan Pemilih Pemilu Tahun 2024 segmen Pemilih Perempuan”.
Sosialisasi ini disampaikan oleh Oyang Este Binos, Komisioner KPU Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Partisipasi Masyarakat dan SDM. Diharapkan para peserta yang hadir, khususnya ibu-ibu Fatayat NU menjadi garda terdepan dalam mensosialisasikan Pemilu 2024 berjalan lancar dan para perempuan menjadi pemilih yang cerdas. (Sinar Jabar.com, 15/1/2024)
Demi meningkatkan partisipasi perempuan di parlemen sebanyak 30 persen, beragam cara dilakukan. Salah satunya melalui sosialisasi secara masif yang tujuannya untuk memberikan kesadaran politik kepada semua kalangan pemilih yang utamanya adalah pemilih perempuan. Dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat seperti organisasi massa perempuan, kader partai perempuan, hingga pemilih pemula perempuan.
Harapannya adalah merealisasikan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang diprakarsai oleh Barat dengan agenda utama yaitu mewujudkan kesetaraan gender melalui keterwakilan perempuan di parlemen. Dengan adanya keterwakilan perempuan yang lebih tinggi dalam parlemen, perspektif perempuan dapat lebih diperhatikan dan diwakili dalam proses pengambilan kebijakan politik guna terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan gender.
Yang jadi pertanyaan mendasar adalah apakah ketika partisipasi perempuan di parlemen dalam sistem demokrasi ditingkatkan angkanya akan menjamin peningkatan kesejahteraan bagi perempuan di masyarakat? Pada faktanya dari semua negara di dunia saat ini yang melakukan gerakan yang sama yaitu mendorong partisipasi perempuan di parlemen ditingkatkan ternyata masih tetap dalam kondisi yang memprihatinkan.
Rupanya kesejahteraan perempuan dapat diwujudkan oleh seberapa besar keterwakilannya di parlemen merupakan klaim dan asumsi semata. Karena pada kenyataannya hal itu hanya membantu segelintir kelas elite perempuan saja bukan kondisi perempuan secara keseluruhan di dalam masyarakat. Perempuan masih tetap berada dalam kemiskinan, kesengsaraan, dan tertindas.
Karena sejatinya problem utama dari masalah perempuan ada pada sistem batil (rusak) buatan manusia yaitu sistem kapitalisme-sekuler dengan demokrasi sebagai alat politik untuk mencapai kekuasaan yang saat ini diberlakukan hampir di seluruh negara terutama di negeri-negeri kaum muslimin termasuk Indonesia.
Jadi yang dibutuhkan saat ini adalah perubahan secara fundamental demi tercapainya kesejahteraan bagi kaum perempuan secara nyata. Bukan lagi narasi sesat tentang besarnya kuota perempuan di parlemen yang konon bisa membawa perubahan. Bukan pula tentang siapakah yang berkuasa, yang nantinya akan menjadi pembuat regulasi dan hukum, laki-laki atau perempuankah?
Akan tetapi mengganti sistem yang cacat dengan sistem Islam seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan dilanjutkan oleh para Khalifah dalam sebuah institusi negara yaitu Khilafah Islamiyah. Tentunya dengan menjalankan hukum-hukum dari Allah SWT, Zat Yang Maha Sempurna serta penerapan syariat Islam secara totalitas dalam bermasyarakat dan bernegara di setiap lini kehidupan.
Keadilan dan kesejahteraan akan dirasakan oleh setiap individu tanpa memandang gender menjadi sebuah keniscayaan. Karena sistem Islam sudah dipraktikkan dalam sebuah negara yang rekam jejak historisnya berhasil membuktikan dan menunjukkan keunggulan serta kapabilitasnya dalam melindungi rakyat terutama perempuan.
Sehingga persoalan kemiskinan, penindasan, eksploitasi, pelecehan, kekerasan yang selama ini dirasakan oleh kaum perempuan diselesaikan secara efektif dan tuntas. Karena Islam terbukti sangat menjaga dan melindungi kehormatan dan kemuliaan perempuan. Dan ini terukir dalam tinta emas sejarah peradaban manusia sejak pertama kali Islam diterapkan menjadi sistem yang mengatur seluruh sendi kehidupan.
Penaklukan kota Ammuriah yang dilakukan Khalifah Harun Ar-Rasyid (Al Mu’thasim Billah) adalah bukti bagaimana Islam melindungi kehormatan perempuan yang dilecehkan oleh tentara Romawi. Atau bagaimana Rasulullah Saw mengepung pemukiman Bani Qainuqa di Madinah selama 15 hari demi melindungi kehormatan seorang muslimah yang juga mengalami pelecehan.
Bulan Rajab adalah bulan penuh rahmat ketika Rasulullah Saw melakukan perjalanan Isra Mi’raj, dan ini adalah momen yang tepat bagi para muslimah untuk kembali tunduk, patuh, serta taat pada seluruh ketetapan syariat tanpa mempermasalahkan atau mempertentangkannya. Meninggalkan narasi dan pemikiran sesat tentang kesetaraan yang nyata-nyata malah semakin menyelimuti kaum perempuan dari kesengsaraan dan ketertindasan.
Kembali mengemban tugas mulia sebagai ummu warabatul bait (ibu dan pengurus rumah tangga), yang terus belajar dan memperbaiki diri menjadi ibu berkualitas yang nantinya melahirkan generasi emas. Generasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan membawa Islam kembali menjadi peradaban tertinggi lagi mulia.
Wallahu’alam bishawab
Oleh : Ika Nur Wahyuni
(Aktivis Muslimah Karawang)