Umi ... Abi ... Ana lahir
Tinta Media - Sungguh bahagia para orang tua yang dititipi dan dianugerahi seorang manusia kecil berakal, lucu nan imut, mampu menyejukkan mata saat dipandang. Ya, itulah anak-anak kita, anak-anak yang kita harapkan dan kita nantikan kehadirannya.
Setelah mereka lahir ke dunia, mereka seperti kertas putih kosong yang bersih dan harum yang siap kita isi dan tulis dengan jejak-jejak tulisan yang akan mengubah hidupnya. Pertanyaannya, mau diisi apa kertas putih itu?
Rasulullah saw. dalam hadisnya telah mengabarkan bahwa kita sangat berperan dan berpengaruh besar dalam membentuk karakter, perilaku, bahkan agama anak-anak kita.
“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sayangnya, masih banyak di antara orang tua yang tidak menyadari bahwasannya bukan hanya fisik saja yang dapat diwariskan kepada anak, tetapi perilaku, karakter, dan sifat kita juga akan ditiru oleh mereka. Maka, penting bagi orang tua untuk selalu memperhatikan setiap perilaku dan kebiasaan. Orang tua juga harus siap mengubah karakter dan sifat yang sekiranya buruk menjadi lebih baik karena hal ini akan tertulis ke dalam kertas putih mereka.
Mau dijadikan apa anak-anak kelak, haruslah menjadi sebuah visi besar yang harus disiapkan sedari awal. Tentunya kita harus ingat bagaimana kesungguhan dan keseriusan orang tua Shalahudin Al Ayubi dalam menggapai visi agungnya. Mereka berusaha mencari pasangan yang mempunyai visi yang sama, yaitu ingin memiliki anak yang mampu membebaskan Masjidil Aqsa. Luar biasa, mereka dipertemukan dan visi mulia itu akhirnya terwujud.
Terlihat bahwa visi untuk menjadikan ananda seperti apa, ternyata membutuhkan peran dan kerja sama antara ayah dan ibu.
Umi ... Abi ... Jadikan Ana Pemimpin!
Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya,
“Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpin ....” (HR Al-Bukhari)
Menjadi keberhasilan yang luar biasa jika orang tua bisa menjadikan anaknya memiliki jiwa kepemimpinan, karena sabda Rasul, setiap diri kita adalah pemimpin, baik pemimpin untuk diri sendiri, keluarga, atau untuk umat.
Keberhasilan dalam menjadikan anak mampu memimpin dirinya sendiri adalah dengan melihat apakah dia mampu menundukkan akal dan hawa nafsunya kepada syariat yang diperintahkan oleh Allah atau belum. Salah satu cara yang terlihat kecil, tetapi dampaknya begitu luar biasa untuk membentuk kepemimpinan seseorang adalah dengan membiasakan bangun subuh untuk salat Subuh. Jika hal ini berhasil, berarti ananda berhasil menguasai dirinya atas hawa nafsu. Jika hidupnya sudah terikat dengan hukum syariat, maka sejatinya dia sudah mampu memimpin dirinya sendiri dan insyaaallah akan mampu memimpin keluarganya.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah At-Tahrim ayat 6, yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Ayat Al-Qur'an di atas menjadi pengingat bahwa ada kewajiban besar bagi kita dan ananda kelak, yaitu melindungi diri kita sendiri dan keluarga dari api neraka. Maka, penting dalam diri anak tertanam sikap kepemimpinan.
Namun, sikap kepemimpinan yang hebat dan luar biasa itu seperti apa? Tentunya, kita harus melihat generasi-generasi yang lahir dari peradaban emas. Peradaban emas terjadi saat Islam mengalami kejayaan. Saat itu, Islam yang dalam naungan Khilafah mampu mencetak para pemimpin yang luar biasa. Mereka harus dijadikan contoh dan teladan dalam kepemimpinan ananda.
Para pemimpin yang lahir dari peradaban emas senantiasa bersikap dan berperilaku terhadap keluarganya dengan penuh ketegasan, wibawa, adil, tetapi tetap lemah lembut dan penuh kasih sayang. Mereka keras terhadap pelanggaran syariat, tetapi sangat lembut, bahkan mereka senantiasa bermain dan bercanda bersama keluarganya.
Bahkan, Rasulullah saw. siap memotong tangan anaknya sendiri jika ketahuan mencuri, atau Abu bakar yang mengurangi dan mengembalikan ke baitul maal uang belanja istrinya saat tahu uang belanja tersebut ternyata ada kelebihan. Namun, di sisi lain, ternyata Rasul saw. pernah lomba lari bersama Bunda Aisyah atau Umar bin Khattab. Mereka senantiasa bercanda dan bermain bersama anak-anaknya.
Jelas, sikap kepemimpinan bukan kejam, bengis, dan otoriter. Namun, mereka yang memiliki jiwa kepemimpinan adalah orang yang tegas dalam menegakkan syariat, konsisten atau istikamah, adil, dan penuh kasih sayang.
Karena keluarga adalah masyarakat lingkup kecil, maka jika seorang anak mampu memimpin dirinya sendiri dan keluarganya, insyaallah dia mampu memimpin umat.
Umi … Abi … terima kasih, ana siap jadi pemimpin!
Oleh: Ririn Arinalhaq
Sahabat Tinta Media