Tinta Media - “Saya ingin bisa seperti orang lain, membuat tulisan opini dakwah tapi susah karena tidak bisa menulis,” itulah alasan yang sering kita dengar dari sebagian orang yang memiliki keinginan untuk berdakwah melalui tulisan tapi terkendala ketidakmampuan. Sehingga dengan alasan itu tidak sedikit yang kemudian berhenti untuk mencoba dan memulai untuk belajar membuat tulisan opini atau semacamnya.
Aktivitas dakwah akan terus berlangsung sampai hari kiamat, sebagaimana pertempuran al-haq dan bathil yang senantiasa mengikuti keberlangsungannya. Dakwah merupakan amalan mulia yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaiyhi wassalam, tanpa dakwah mustahil Islam bisa tersebar hampir ke seluruh penjuru dunia dan sampai ke Bumi Nusantara.
Dakwah bisa dilakukan dengan berbagai cara dan gaya menyesuaikan dengan segmentasi dakwahnya. Secara umum, kita memahami bahwa dakwah itu merupakan aktivitas lisan padahal tidak demikian pada faktanya.
Dakwah dimaknai sebagai ajakan atau seruan kepada orang lain, kepada masyarakat atau jamaah agar mau memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama dengan penuh kesadaran. Sehingga dengan dakwah yang dilakukan diharapkan akan bisa membangkitkan semangat berislam dengan lebih baik dan benar sesuai tuntunan.
Dakwah selain disampaikan melalui lisan ternyata juga bisa disampaikan melalui tulisan sebagaimana Rasulullah SAW juga berdakwah melalui surat-surat yang dikirimkan ke para penguasa negeri-negeri jazirah arab ketika itu agar mau tunduk pada kekuasaan Islam. Bahkan seiring berkembangnya teknologi dan zaman, hari ini kita bisa melihat bagaimana dakwah mulai merambah di jejaring-jejaring media sosial baik secara visual ataupun audio visual.
Berbicara terkait dakwah, Ustadz Ismail Yusanto pernah menyampaikan. “Jika kita bicara tentang dakwah, maka alat dakwah itu hanya ada dua, jika tidak lisan ya tulisan. Akan sangat bagus jika kita menguasai keduanya, lisannya tajam tulisannya luar biasa. Lisannya tajam setajam tulisannya, sebaliknya tulisannya tajam setajam lisannya. Jangan sampai kita tidak bisa kedua-duanya, kalau tidak bisa kedua-duanya minimal satu saja. Kalau tidak bicara maka menulislah!.”
Yang tidak kalah penting untuk kemudian kita pahami adalah terkait dengan konten dakwah itu sendiri. Hari ini kondisi masyarakat khususnya umat Islam terus menerus mengalami kemunduran baik dari sisi moral (akhlak) individu, sosial, ekonomi bahkan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Maka penting untuk para Da’i untuk mulai menyampaikan berbagai kondisi tersebut dari sudut pandang Islam. Sehingga Islam tidak lagi sebatas disampaikan sebatas urusan akhlak dan ibadah, tapi lebih jauh lagi bagaimana kemudian Islam mampu memberikan solusi untuk urusan sosial, ekonomi, hukum, bahkan politik dalam konteks kekinian.
Bila kita kembali kepada sejarah Islam, pasca diruntuhkannya Kekhilafahan pada tanggal 28 Rajab 1342 H yang bertepatan dengan 3 Maret 1924 M, Umat Islam telah mengalami kemunduran dalam berbagai bidang khususnya pemikiran.
Berbagai Upaya untuk mengembalikan kejayaan dan kemuliaan Umat Islam telah dilakukan namun tak kunjung membuahkan hasil yang membahagiakan kecuali hanya dalam urusan-urusan yang sifatnya parsial. Hal ini tidak terlepas dari akibat mundurnya pemikiran kaum Muslimin secara umum, khususnya pemahaman akan pentingnya mengembalikan kembali kehidupan Islam di bawah Institusi kekhilafahan dan metode shahih untuk merealisasikannya.
Salah satu cara yang ditempuh oleh Inggris yang bekerja sama dengan Mustafa Kemal Ataturk, salah seorang pengkhianat Islam saat berusaha menghancurkan kekhilafahan Islam Turki Utsmani adalah dengan terus memaksakan sekularisasi⁸ dalam berbagai pengaturan kehidupan. Sekularisasi hukum, pendirian lembaga-lembaga yang bekerja dengan menggunakan hukum positif dan menjauhkannya dari pengaturan Syari'ah Islam dalam segala bidang, sosial, budaya, politik bahkan ekonomi.
Hal ini tentu harus mulai disadari oleh kita sebagai umat Islam terlebih para Da’i. Oleh karena itu, upaya penyadaran untuk mengembalikan pemahaman kaum Muslimin pada pemahaman Islam yang benar sangatlah penting dan wajib dilakukan oleh siapa saja yang telah mengazzamkan diri untuk berkontribusi dalam dunia pergerakan (Dakwah) agar umat Islam dan masyarakat secara umum tidak terus menerus berada dalam keterpurukannya.
Maka, dakwah terkait Khilafah sebagai institusi pelaksana hukum-hukum Syari’ah harus terus digelorakan baik melalui dakwah lisan maupun tulisan. Sampaikan kepada umat bahwa Khilafah itu adalah Tajul Furudh (mahkota kewajiban) karena tanpa adanya Khilafah sebagaimana saat ini banyak hukum Syari’ah dalam bidang ekonomi, sosial, hukum terabaikan.
Oleh karena itu agar kita bersemangat dalam berdakwah baik melalui lisan ataupun tulisan hendaknya kita kembali memahami keutamaan-keutamaan dalam amalan dakwah. Bagaimana kemudian Allah sudah memberikan banyak keutamaan didalamnya. Keduanya (Dakwah melalui ucapan ataupun tulisan) sama-sama berpahala dimata Allah SWT sebagaimana kaidah ushul fiqh menyatakan bahwa 𝑎𝑙-𝑘𝑖𝑡𝑎𝑏 𝑘𝑎𝑙 𝑘ℎ𝑖𝑡ℎ𝑎𝑏 yang bermakna Tulisan itu statusnya sama atau sebanding dengan ucapan.
Jadi kalau masih merasa kesusahan dalam menulis opini dakwah, ingat kembali niat awal kita. Bahwa tulisan kita adalah untuk menyampaikan al-haq, niatkan untuk meraih keridhoan Allah, maksimalkan segenap kemampuan, teruslah belajar. Bicaralah atau menulislah (dakwah) agar umat yang mulia ini segera terbebas dari segala bentuk penjajahan dan mampu bangkit dari keterpurukan.
Hayya ‘ala l-Falah !!
Oleh : Rahmat S. At-Taluniy
Sahabat Tinta Media