Menjamin Kehalalan Pangan - Tinta Media

Sabtu, 03 Februari 2024

Menjamin Kehalalan Pangan



Tinta Media - Apa yang terbayang di pikiran kita jika ada manusia yang memakan anjing? Begitu juga jika ada yang memperjualbelikan babi atau pun barang haram lainnya, apalagi hal tersebut terjadi secara nyata di pelupuk mata kita? Ya, bagi seorang muslim, secara naluriah hal itu merupakan makanan yang menjijikkan, najis dan kotor. Terlebih, syariat Islam telah mengharamkannya.

Sebagaimana diberitakan oleh Solopos, seorang warga yang kini menjadi tersangka perdagangan anjing menceritakan bahwa dia sudah 10 tahun melakukan perdagangan binatang tersebut. 

Kita tentu marah dan kecewa. Apa pun alasannya, hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Negara ini mempunyai norma-norma dan undang-undang yang harus dipatuhi. Peraturan terkait perdagangan anjing tertuang dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Anjing merupakan hewan peliharaan, bukan ternak, sehingga tidak diperuntukkan untuk pangan.

Artinya, peredaran dan perdagangan anjing oleh negara telah dilarang. Tak hanya peredaran dan perdagangan anjing yang dilarang, mengonsumsi anjing bisa terjangkit penyakit rabies. Namun, mengapa peredaran dan perdagangan anjing masih terjadi?

Perdagangan anjing tidak hanya terjadi di Solo saja. Jika ditelisik ke belakang, ada perdagangan anjing di pasar daerah Tomohon Sulawesi Utara. Itu baru yang menyeruak ke publik. Bagaimana yang tidak terungkap?

Kontrol Negara

Problematika perdagangan anjing ini tidak bisa dilepaskan dari peran negara. Seharusnya negara melakukan kontrol di pasar-pasar. Dalam artian, ketersediaan pangan untuk rakyat harus benar dilakukan. Negara harus memastikan bahwa setiap individu memperoleh makanan yang halal dan thayib. 

Sayang seribu sayang, harapan dan keinginan terhadap makanan yang halal dan thayib hanya tinggal harapan. Ini karena sejatinya, penguasa kurang serius dalam mengurusi rakyat. 

Kapitalisme menjadikan negara bersikap tidak serius. Selagi ada yang membutuhkan, maka produsen akan menyediakan barang haram itu. Itulah salah satu prinsip ekonomi kapitalisme. Karena itu, harus ada perubahan secara mendasar dengan menghadirkan solusi tuntas terhadap persoalan ini.

Pangan Halal dan Thayib

Pangan halal dan thayib harus menjadi mindset setiap muslim. Dari makanan halal dan thayib, tubuh kita akan terjaga. Ini mesti diupayakan dengan sungguh-sungguh. 

Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 168 yang artinya,

"Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh nyata bagimu."

Dalam hadis riwayat Bukhari, Rasulullah Saw. bersabda,

"Allah dan rasul-Nya telah mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi, dan patung.

Dengan mengonsumsi makanan halal, maka akan terjaga tubuh (raga), kesucian pikiran, kesucian jiwa, dan insyaallah keistikamahan dalam menjalankan syariat Islam.

Syariat Islam akan menjamin umat hanya mengonsumsi makanan halal lagi baik. Metodenya dengan menerapkan syariat Islam oleh negara. Untuk itu, negara melakukan langkah-langkah praktis karena sumber hukumnya sudah ada, yakni Al-Qur’an, hadis, ijma sahabat, dan qiyas. Jadi, khalifah melakukan ijtihad dalam menggali sebuah hukum. 

Langkah praktis negara dalam pangan bisa dalam bentuk penerapan teknologi pertanian, menciptakan varietas pangan yang unggul, dan lain-lain.

Tidak hanya itu saja, perlu penegakan hukum juga sebagai sanksi agar menimbulkan efek jera kepada pelaku kejahatan, dan penebus dosa-dosanya di akhirat kelak.

Dengan demikian, masyarakat akan aman dan nyaman dalam melakukan aktivitas.

Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Tinta Media

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :