Tinta Media - Tak diragukan lagi, potensi Indonesia dari segi kekayaan alamnya sangat melimpah, baik berupa tambang migas, kelautan, dan lain-lain.
Menurut Shinta Damayanti selaku sekretaris SKK Migas (Satuan Kerja khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas bumi), sampai saat ini terdapat 128 area cekungan (basin) migas yang terdeteksi di Indonesia, sebanyak 68 cekungan belum di eksplorasi. Sekretaris SKK ini juga menyampaikan bahwa SKK migas berhasil menemukan dua sumber gas besar atau giant discovery di tahun 2023.
Berdasarkan pernyataan dari sekretaris SKK, kita bisa melihat bahwa potensi migas di Indonesia sangat luar biasa, baik yang sudah dieksplorasi maupun yang belum. Potensi raksasa ini harusnya mendapatkan perhatian besar dari negara untuk mengelolanya.
Sayangnya, negara yang tegak di atas ideologi kapitalisme saat ini masih mengharapkan kehadiran para investor dalam hal pengelolaan migas ini, baik investor swasta maupun asing.
Konsep pengelolaan SDA versi kapitalisme yang membuka kran besar bagi para investor asing tentu akan membuat negara ini rugi besar karena seolah penguasaan SDA migas ada pada investor asing. Negara hanya berperan sebagai regulator, yakni yang menyediakan regulasi untuk para investor.
Konsep Sistem Ekonomi Islam dalam Pengelolaan Migas
Sektor tambang migas yang depositnya cukup banyak dalam sistem ekonomi Islam masuk kategori milik umum atau milik rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
"Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api." (HR Abu Dawud).
Dalam penuturan Anas ra. Hadis tersebut ditambah dengan redaksi, "Wa tsamanuhu haram (harganya haram)". Artinya, dilarang untuk memperjualbelikan.
Barang-barang tambang seperti minyak bumi beserta turunannya, seperti bensin, gas, dan lain-lain, termasuk listrik, hutan, air, padang rumput, api, jalan umum, sungai dan laut, semuanya telah ditetapkan oleh syariah sebagai milkiyah al-'ammah (kepemilikan umum). Negara mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk rakyat. Pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Pertama, pemanfaatan secara langsung oleh masyarakat. Api, air, padang rumput, jalan, laut, samudra, sungai besar, dan lain-lain bisa dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu. Namun, negara tetap berperan dalam melakukan pengawasan pemanfaatan milik umum ini agar tidak menimbulkan kemadaratan bagi masyarakat.
Kedua, pemanfaatan di bawah pengelolaan negara. Kekayaan milik umum yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi, serta biaya besar seperti minyak bumi, gas alam dan barang tambang lainnya dikelola oleh negara. Negara akan melakukan proses eksplorasi bahan tersebut sekaligus akan mengelolanya. Hasil dari pengelolaan ini akan dimasukkan ke kas baitul mal, kemudian didistribusikan pendapatannya sesuai dengan ijtihad khalifah demi kemaslahatan umat.
Dalam mengelola kepemilikan tersebut, negara boleh menjualnya kepada rakyat, tetapi hanya sebatas untuk menutupi biaya produksi. Negara tidak boleh menjualnya kepada rakyat untuk konsumsi rumah tangga dengan mendasarkan pada asas mencari keuntungan semata. Jika dijual kepada pihak luar negeri, negara boleh mencari keuntungan semaksimal mungkin.
Adapun keuntungan penjualan kepada rakyat untuk kepentingan produksi komersial dan ekspor ke luar negeri digunakan untuk:
Pertama, dibelanjakan untuk semua keperluan yang berkenaan dengan kegiatan operasional badan negara yang ditunjuk untuk mengelola harta pemilikan umum, baik dari segi administrasi, perencanaan, eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemasaran, dan distribusi.
Kedua, dibagikan kepada kaum muslimin atau seluruh rakyat. Negara boleh membagikan kepemilikan umum berupa listrik, air minum, gas, minyak, dan barang lain untuk keperluan rumah tangga atau pasar-pasar secara gratis atau menjualnya dengan semurah-murahnya, atau dengan harga wajar yang tidak memberatkan rakyat. Barang-barang tambang yang tidak dikonsumsi rakyat, misalnya tembaga, batu bara boleh dijual ke luar negeri dan keuntungannya termasuk keuntungan pemasaran dalam negeri dibagikan ke seluruh rakyat, dalam bentuk uang, barang, atau untuk membangun sekolah-sekolah gratis, rumah-rumah sakit gratis dan pelayanan umum lainnya.
Maka, sudah seharusnya negara bersungguh-sungguh dalam mengelola potensi migas raksasa yang dimiliki Indonesia agar kesejahteraan benar-benar bisa dirasakan oleh setiap individu masyarakat. Tentunya, kesungguhan negara hanya akan tampak tatkala negara menjadikan Islam sebagai sistem atau aturan dalam seluruh aspek kehidupan, tak hanya dalam berekonomi, tetapi juga dalam berpolitik, dan seluruh aspek lainnya.
Wallahu 'alam bishshawab.
Oleh: Aisyah Ummu Azra
(Aktivis Muslimah)