Tinta Media - Tidak habis pikir, mengoplos ciu gedang klutuk dengan ciu varian leci untuk berpesta pora malah berujung petaka. Duka memilukan kembali terjadi di kalangan anak muda. Meninggal usai pesta miras bersama keenam temannya.
Naas! Kematian berpihak pada salah satu peserta miras tersebut. Kabar ini di lansir dari sorot.co bahwa melibatkan 2 perempuan dan 5 laki-laki terjadi di lapangan Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, (9/2/2023).
Seperti yang diketahui bahwa di negeri yang mayoritas muslim ini, menentang keras mengonsumsi miras. Selain hukumnya haram menurut Islam dianggap melanggar kode etik karena menimbulkan banyak kekacauan seperti kecelakaan, pembunuhan, pemerkosaan, kecanduan, bahkan kematian.
Adapun hasil riset dari Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) menunjukkan tahun 2014, jumlah remaja pengonsumsi minuman keras dengan persentase 23% atau setara 14,4 juta orang dari jumlah remaja di Indonesia. Artinya bahwa konsumsi miras ini menyebar merata di negeri ini.
Begitu ambigu ketika narasi yang dibangun di tengah masyarakat meninggalnya korban miras oplosan ini akibat diterapkannya aturan pelarangan miras di negeri ini. Sebagaimana diketahui peraturan yang tertuang dalam Keppres Nomor 3 tahun 1997 yang berisi produksi alkohol hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Sedangkan batasan umur juga ditetapkan yang boleh membeli alkohol yang berusia di atas 25 tahun, untuk tempat peredarannya pun ditetapkan alkohol golongan A dengan kadar 1-5%, golongan B yang berkadar alkohol 5-20% dan C di atas 20% hanya boleh dijual di hotel bar, restoran, dan tepat tertentu yang ditentukan pemerintah daerah.
Namun Keppres Nomor 3 tahun 1997 ini pun dianggap belum cukup pada April 2015 keluarlah Peraturan Menteri perdagangan nomor 6 tahun 2015 tentang pengawasan peredaran dan penjualan minuman beralkohol (minol) yang isinya, pemerintah melarang minimarket menjual minol.
Selanjutnya muncul RUU larangan minol yang diusulkan oleh Partai Keadilan Sejahtera dan P3 hingga kini RUU ini di meja DPR kendala utama pembahasan RUU yang sejak periode DPR RI 2009 sampai 2014. Dan yang terbaru Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024 menyoal larangan minuman beralkohol (minol) belum di bahas di Baleg.
konsekuensinya khamr boleh beredar karena memang peraturan yang ada rancu. Realitas ini lahir dari paradigma sekularisme kapitalis, sebuah paham yang memisahkan agama dari kehidupan manusia. Sehingga para pemegang kekuasaan bisa membuat aturan sendiri tidak peduli halal - haram.
Semuanya didasarkan pada nilai manfaat selama bermanfaat dengan arti menghasilkan keuntungan materi sebanyak-banyaknya tak terkecuali dalam hal pendapatan negara maka sudah selayaknya menjadi komoditas untuk diproduksi secara massal.
Kita lihat regulasi soal miras ini begitu sulit ditetapkan karena basis regu abu-abu tidak jelas ukuran manfaat setiap kepala manusia. Berbeda pada awalnya pengaturan miras adalah karena dampaknya yang sangat buruk di masyarakat.
Makin ke sini pertimbangan manfaat ekonomi lebih dikuatkan bahkan ada upaya membenturkan dengan ritual keagamaan dan adat istiadat yang menggunakan khamr atau miras larangan peredaran khamar seolah menimbulkan konflik.
Realitas hari ini wajar saja tidak memberikan efek jera karena sanksi yang diterapkan bersifat parsial saja terlebih aturan yang ambigu seperti mengikuti kepentingan. Sehingga bentuk kejahatan makin berkembang dan beragam seperti kasus ini.
Pemuda zaman now mencerminkan bobroknya sistem yang diterapkan oleh negara. Mirisnya dari ideologi ini melahirkan generasi dengan pemikiran bercorak liberal atau bebas. Role modelnya tentu kebarat-baratan, dan bisa dipastikan bahwa idola mereka tidak menjadi islam sebagai aturan kehidupan bahkan mungkin bukan muslim.
Menjadi hal biasa ketika kemaksiatan itu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada kasus ini adalah mengonsumsi miras, karena buah dari pemikiran liberal standar taraf berpikirnya "urusin hidup masing-masing".
Dilarang membawa agama untuk urusan dunia, ketika mengingatkan di anggap menyerang bahkan memanipulasi dianggap sok suci, paling benar sendiri dsb yang sejatinya tidak menggambarkan pribadi Pancasila. Poin pertama Pancasila adalah " Ketuhanan Yang Maha Esa". Mendudukkan Tuhan sebagai pengambil kebijakan, seharusnya.
Ketika penciptanya saja dilanggar sangat berpotensi sekali melanggar aturan buatan manusia. Menjadi lumrah ketika ada hukuman pidana tetapi semakin meningkat pula berbagai bentuk kriminalitas di negeri ini.
Lain situasi lain solusi, apabila dalam keadaan yang dikondisikan oleh mabda Islam tentu problem seperti ini akan mudah diatasi serta memberikan efek jera sehingga pelaku tindak kriminal akan berpikir berulang kali untuk melakukan aksinya.
Ketika sebuah negara menjadikan Islam sebagai aturan kehidupannya sudah pasti akan mengadopsi sumber hukum berdasarkan al-Qur'an, sunnah, ijma sahabat, dan qiyas.
Mengingat hukum dari zat khamar sendiri adalah haram, sudah bisa dipastikan apabila dikonsumsi pasti akan mendatangkan banyak mudzarat. Terlebih berdasarkan medis memang khamr mendatangkan banyak kerugian untuk tubuh manusia.
Sesungguhnya Allah maha mengetahui dari pada makhluknya, diabadikan di dalam surah Al-Maidah ayat 90 - 93 bahwasanya aktivitas meminum khamr hanya akan menghalang-halangi untuk mengingat Allah dan melaksanakan shalat karena memang shalat dikerjakan dalam keadaan sadar. Allah juga mantion ke umat-Nya untuk menjauhi perbuatan al-khabih (tercela) karena itu mencerminkan langkah setan.
Islam melarang total semua hal yang terkait dengan miras mulai dari pabrik miras, distribusi miras, toko yang menjual, hingga konsumen. Negara wajib menjalankan syariah baik dalam menetapkan standarisasi halal nya suatu produk, produsen tidak menyeleweng, dan pendistribusian produk yang jelas dan aman untuk konsumen.
Jika ditemukan pengedar khamr harus dijatuhi sanksi yang lebih keras daripada orang yang meminum khamr sebab tingkat berbahaya jauh lebih besar bagi masyarakat.
Rasulullah bersabda, "Bahwa Allah melaknat khamr, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasaannya, orang yang mengantarnya, dan orang-orang yang meminta diantarkan, hadis riwayat Ahmad." Sangat jelas bahwa tidak ada aktivitas yang baik di dalam khamr.
Luar biasanya sistem Islam yang mengondisikan negara untuk taat kepada sang pencipta. Sehingga menghentikan jatuhnya korban miras oplosan bukan hanya sekedar membuat regulasi yang didasarkan pada kemanfaatan semata. Miras harus diberantas baik tipe a, b, c maupun yang oplosan.
Aturan yang mampu berdiri tegak di hadapan miras hanyalah aturan Islam dan sistem yang kompatibel untuk menerapkan aturan Islam adalah sistem Islam dengan wujud berupa Daulah Khilafah Islamiyah Semua ini hanya terwujud dalam sistem kehidupan Islam hanya khilafahlah yang mampu menjaga akal dan memuliakan manusia di antara makhluk Allah lainnya.
Wallahu'alam Bisowab.
Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak.
(Sahabat Tinta Media)