Tinta Media - Kebebasan perilaku menjadi satu kondisi yang wajar terjadi dalam sistem demokrasi. Maka tak heran, apa pun akan dilakukan untuk meraih tujuan yang diinginkan. Sebagaimana dugaan politisasi bansos yang saat ini gencar dilakukan, alokasi anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp496,8 triliun. Jumlah ini lebih besar dibandingkan pada masa pandemi Covid-19, yaitu Rp468,2 triliun (2021) dan Rp460,6 triliun (2022).
Menurut Titi Anggraini, dosen hukum pemilu Universitas Indonesia, memang ada indikasi tingkat politisasi bansos yang semakin masif di 2024. Walaupun diklaim itu bukan politisasi bansos, tetapi program tersebut memang sudah dianggarkan dan berjalan.
Titi juga menyatakan bahwa Presiden Jokowi dan para menterinya seharusnya bisa memisahkan kerja-kerja pelayanan publik dengan kampanye. Cara paling mudah, menurutnya, adalah dengan mengambil cuti.
Di sisi lain, Bawaslu telah mengimbau langsung kepada Presiden Jokowi agar tetap berada di koridor yang semestinya. Hal ini disampaikan oleh Totok Hariyono, anggota Bawaslu.
Totok juga mengatakan, walaupun secara spesifik tidak menyebutkan bansos, tetapi Bawaslu sudah memberikan imbauan kepada presiden, juga termasuk pejabat negara agar tidak melakukan tindakan yang melanggar larangan kampanye atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu. (BBC News Indonesia, 29/01/2924).
Berpikir Pragmatis
Tak dimungkiri bahwa berpikir pragmatis masih menjadi pola pikir yang mendominasi sebagian masyarakat di negeri ini. Dibalut dengan kesadaran politik dan pendidikan yang masih rendah serta problem kemiskinan yang belum tuntas sampai ke akarnya, pola pikir pragmatis ini menjadi faktor penyebab sebagian masyarakat "mudah dimanfaatkan" untuk kepentingan tertentu.
Dalam sistem demokrasi, meraih kekuasaan dengan segala cara wajar terjadi, karena memang sistem ini mengabaikan aturan agama Islam dalam kehidupan. Nah, bagaimana pandangan Islam tentang maraknya bansos dan persaingan untuk meraih kekuasaan ini?
Amanah Kepemimpinan
Dalam pandangan Islam, pemimpin mempunyai tanggung jawab yang tidak ringan sebagaimana hadis berikut ini.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al - Bukhari)
Problem kemiskinan yang sudah kronis di negeri ini, urgen membutuhkan solusi tuntas dari akarnya. Tidak hanya berupa peningkatan jumlah bansos setiap jelang pemilu, tetapi rakyat perlu jaminan kebutuhan dasar per masing-masing individu secara terus menerus.
Maka, di sinilah penting bagi seorang pemimpin mengambil solusi dari Islam kaffah yang terbukti mempunyai aturan lengkap terkait jaminan kesejahteraan masyarakat, di antaranya:
Pertama, negara membuka lapangan pekerjaan yang luas dan memberi kesempatan yang sama pada setiap laki-laki.
Kedua, adanya jaminan dari negara tentang harga pokok di pasar sehingga bisa dijangkau masyarakat.
Ketiga, kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, infrastruktur, dan sebagainya bisa diakses semua warga dengan gratis.
Dari mana anggarkan? Islam sudah punya mekanisme yang sempurna, yaitu diambilkan dari anggaran kepemilikan umum dan baitul mal.
Maka tak heran jika dalam peradaban Islam, kepemimpinan bukanlah sebuah kontestasi. Namun, kepemimpinan adalah sebuah amanah yang kelak akan dihisab. Teringat akan sebuah peristiwa ketika seorang sahabat Rasul ada yang meminta jabatan.
Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah Anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)? Kemudian beliau (Rasulullah) menepuk bahuku dengan tangan. Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya)." (HR. Muslim).
Salah satu karakter pemimpin yang baik adalah bisa bersikap amanah, dalam arti mampu menerapkan syariat sehingga kepribadian Islam menjadi ciri khas seorang pemimpin. Maka, masyarakat juga harus diedukasi agar paham apa saja kriteria dalam memilih seorang pemimpin. Di sisi lain, pemimpin yang baik tidak perlu melakukan pencitraan agar disukai banyak orang. Demikian Islam memandang soal kepemimpinan, semoga makin banyak yang tercerdaskan hingga bisa menentukan pemimpin yang baik. Wa ma tawfiqi illa billah wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unib.
Oleh: Dahlia Kumalasari
Pendidik