Kepemimpinan Akan Dipertanggungjawabkan - Tinta Media

Kamis, 15 Februari 2024

Kepemimpinan Akan Dipertanggungjawabkan



Tinta Media - Bukan rahasia umum lagi bahwa kontestasi pemilu dalam sistem politik demokrasi memfasilitasi para kontestan berebut untuk meraih kepemimpinan dan hak perwakilan. Baliho, spanduk, selebaran terpampang dan tersebar di seluruh penjuru untuk memperkenalkan dan mengampanyekan para kontestan. Semuanya diupayakan untuk mendapatkan dukungan suara dari rakyat, berbekal modal yang tidak sedikit tentu memiliki pengharapan agar kelak bisa mendulang keuntungan yang berlipat-lipat. Jika sudah demikian tentu orientasi politik bukan lagi menjadi pelayan rakyat namun lebih ke arah bisnis dan keuntungan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan definisi politik dalam Islam. 

Politik dalam khasanah Islam disebut siyasah dengan akar kata sasa-yasusu-siyasatan yang bermakna mengurusi urusan rakyat (riayatun syu-unil ummah) dengan syariat Islam. Terlibat dalam politik memiliki arti memperhatikan kondisi rakyat dengan cara menghindarkan terjadinya kezaliman dan melenyapkan kejahatan yang akan menimpa rakyat. Rasulullah saw. juga menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya 

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ 

“Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain menggantikannya. Namun, sungguh tidak ada nabi lagi sesudahku, dan sepeninggalku akan ada para khalifah lalu jumlah mereka akan banyak.” (Para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, lalu apa yang engkau perintahkan untuk kami?” Beliau menjawab, “Tunaikanlah baiat kepada (khalifah) yang pertama kemudian kepada yang berikutnya, lalu penuhilah hak mereka, dan mintalah kepada Allah apa yang menjadi hak kalian, karena sesungguhnya Allah akan menanyai mereka tentang apa yang mereka pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Jika orientasi politik sudah beralih kepada bisnis dan keuntungan, kontrak kerja antara pemberi kerja (rakyat) dan pekerja (kepala negara/wakil rakyat), yang digaji untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan undang-undang yang telah dibuat oleh rakyat, hal ini tentu amat bertentangan dengan politik Islam. Terlebih kenyataannya sistem ekonomi kapitalisme yang paling menonjol dan sangat mempengaruhi elite kekuasaan, sehingga mereka tunduk kepada para kapitalis (pemilik modal). 

Mengurusi urusan rakyat bukanlah suatu pekerjaan yang ringan dan menguntungkan dalam perspektif keduniaan, semuanya harus diurus dengan serius untuk memenuhi kebutuhan asasi yang meliputi sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Ingatlah bagaimana sejarah kepemimpinan dalam Islam semenjak Rasulullah hingga Kekhilafahan terakhir di Turki. Peradaban yang panjang dan amat membekas dalam sejarah kehidupan manusia. 

Pribadi agung Rasulullah Saw. sebagai nabi dan rasul juga kepala negara, memberikan contoh keteladanan bagaimana pemimpin rela tidak membebani rakyatnya, hingga rela mengganjal perutnya dengan batu karena menahan lapar bahkan tidak memiliki apa-apa untuk dimakan. Meskipun sudah dibujuk oleh para sahabat agar mengutarakan apa kebutuhan beliau yang nantinya bisa dipenuhi dan diberikan, karena kesadaran beliau yang amat tinggi bagaimana mungkin bisa menyembunyikan rasa malu jika menghadap Allah Swt. akan menjadi beban atas orang yang beliau pimpin. Bahkan beliau membiarkan rasa kelaparan dalam perutnya sebagai hadiah dari Allah, agar umatnya kelak tidak ada yang kelaparan di dunia terlebih di akhirat kelak. 

Bagaimana pula sikap tegas Khalifah Umar bin Khattab Ra. melindungi hak seorang Yahudi warga negara dari wilayah Mesir karena aduan atas kesewenangan Gubernur Mesir Amr bin al-Ash, yang menetapkan kebijakan akan membongkar rumahnya, dalam rangka perluasan dan renovasi masjid yang indah, padahal ia tidak rela untuk menjual tanah dan rumahnya. Berbekal tulang yang digaris dengan pedang sebagai pesan, menghadaplah seorang Yahudi tersebut kepada Gubernur Mesir hingga membuat sang Gubernur ketakutan dan dibatalkanlah rencana pembangunan masjid. Pesan yang mendalam dan berisi ancaman kepada Gubernurnya bahwa betapa tinggi pangkat dan kekuasaan seseorang, kelak pasti akan berubah menjadi tulang yang busuk, karenanya hendaklah bertindak adil, jika tidak demikian maka pedang Khalifah yang akan bertindak dan memenggal leher sang Gubernur. 

Usaha yang serius dan bersungguh-sungguh juga ditunjukkan oleh Khalifah al-Mu’tasim pada masa Abbasiyah, yang berusaha untuk melindungi dan menjaga kehormatan seorang budak wanita muslimah yang diganggu oleh orang Romawi di Ammuriyah (wilayah yang diduduki Romawi) ketika berbelanja di pasar hingga membuat auratnya tersingkap. Mendengar kabar tersebut Khalifah kemudian mengerahkan ribuan pasukan yang menggetarkan, barisan pasukan itu bagian yang terdepan sudah ada di kota Ammuriyah, sedangkan pasukan yang ada di belakang masih berada di perbatasan kota Baghdad. Hingga akhirnya pecahlah pertempuran dengan tentara Romawi dan takluklah kota Ammuriyah. Masih banyak lagi contoh-contoh keteladanan pemimpin dalam Islam. 

Kepemimpinan bukanlah sesuatu yang harus diperebutkan karena pertanggung jawabannya tidak hanya di dunia namun juga di akhirat di hadapan Allah Swt. Ingatlah penggalan hadits Nabi Saw., “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Oleh: Haris Ardianto
Pendidik dan Aktivis Dakwah
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :