Kemiskinan Ekstrem, Badai Belum Berlalu - Tinta Media

Rabu, 28 Februari 2024

Kemiskinan Ekstrem, Badai Belum Berlalu


Tina Media - Seluruh harta kekayaan negara
Hanyalah untuk kemakmuran rakyatnya
Namun hatiku selalu bertanya-tanya
Kenapa kehidupan tidak merata?

Yang kaya makin kaya
Yang miskin makin miskin
Yang kaya makin kaya
Yang miskin makin miskin

Dua bait lagu Bang Haji Rhoma Irama ini tidak asing bagi pecinta musik dangdut di Indonesia. Namun bukan  topik musik yang akan digali di sini. Ada syair yang sangat menggelitik di lagu tersebut. Sebuah fakta yang tak terbantahkan, bahwa negeri ini seperti itu kondisinya. Yang miskin makin miskin, bahkan ekstrem.

Secara global, terdapat 333 juta anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS (Rp33.565) per hari, dan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi,” kata Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial UNICEF, Natalia Winder Rossi, dikutip dari Antara, Kamis (15/2/2024). 

Namun individu berpenghasilan sangat tinggi di kawasan Asia Pasifik justru mengalami pertumbuhan hampir 51% selama periode 2017—2022.  Sebuah fakta kontradiktif yang menunjukkan betapa kesenjangan ekonomi begitu tinggi, senyatanya itu diperlihatkan di negeri tercinta ini. Indonesia yang  tercatat dalam  The Wealth Report (segmen Wealth Sizing Model) dari Knight Frank (Propertynbank.com, 25/5/2023) sebagai salah satu “pabrik crazy rich” terbesar di dunia realitanya dihiasi "crazy poor" yang setiap menitnya harus berjibaku hanya untuk sesuai nasi. 

 Sistem Serakah Biang Masalah

Selidik punya selidik, sebuah sistem yang serakah dan merusak telah beratraksi di dalamnya. Bagai sebuah sirkuit balap, sistem ini terus melaju kencang melampaui pesaing-pesaingnya tanpa peduli lawan di belakangnya. Realita hidup menyampaikan bahwa jawara bermesin turbo karena dimampukan cuan bisa menguasai sirkuit tanpa harus memikirkan peserta lainnya yang berada di sirkuit.

Demikian yang terjadi di sirkuit dunia. Para konglomerat mampu melaju terus penuhi segala kebutuhan bahkan semua keinginan, dan dengan pundi-pundi hartanya  pun mereka kuasai pasar dan perekonomian secara serakah. Nafsu kapitalisme merasuki jiwa mereka. Sementara di sisi lain,  kehidupan ekonomi masyarakat bawah semakin susah.  Sulit bagi mereka untuk penuhi kebutuhan pokok. Jangankan menyisihkan sebagian harta untuk disimpan, untuk makan sehari-hari saja susahnya luar biasa. Bahkan untuk sehat pun harus dibayar dengan harga mahal. 

Sebuah ironi, kehidupan miskin di tengah kekayaan sebagian orang. 
Sistem kapitalisme terlalu serakah untuk memperkaya diri. Atas nama kebebasan kepemilikan dan liberalisasi pasar, satu atau dua individu begitu serakah menguasai,  menjadi kaum oligarki kapitalis radikal yang  bebas mengeksploitasi SDA sampai  merusak ekosistem  bahkan mempengaruhi perubahan iklim secara ekstrem. 

Akibatnya kemiskinan sistemis menjadi badai yang siap menerjang tidak terkecuali menghantam anak-anak. Wacana perlindungan sosial mengemuka. Perluasan jangkauan  perlindungan sosial bagi anak-anak dianggap penting dalam pengentasan kemiskinan. Pemberian  tunjangan anak berupa uang tunai atau kredit pajak untuk mengurangi kemiskinan serta mengakses layanan kesehatan, nutrisi, pendidikan berkualitas, air, hingga sanitasi, diupayakan. Pertanyaannya, apakah parlinsos solusi untuk entaskan kemiskinan ekstrem? 

Jawabannya bisa kita saksikan. Jika di satu sisi pendapatan negara masih rendah bagaimana bisa jangkauan diperluas, sementara hutang negara saja masih setinggi langit. Terlebih lagi sebagai negara berkembang, nir kemandirian ekonomi. Aturan terkait berjalannya perekonomian sangat bergantung pada negara maju yang kapitalis radikal. Kalau pun parlinsos menjadi solusi, sangat jauh dari kesempurnaan dalam atasi kemiskinan, apalagi kemiskinan ekstrem.

Sistem kapitalisme terlalu serakah untuk mengatasi kebutuhan rakyat. Alih-alih menyejahterakan, yang terjadi adalah jeratan demi jeratan hidup yang berakhir pada kemiskinan global. Semua berakhir pada kondisi titik nadir kehidupan yang jauh dari kata terpenuhi. Sistem kapitalisme serakah hanya bisa tangani masalah dengan masalah, hingga pantas diberi gelar "Biang Masalah".

 Solusi Islam Atasi Badai Kemiskinan Ekstrem

Islam sebagai sebuah sistem kehidupan paripurna, telah memiliki perangkat solusi yang jelas dalam menghadapi berbagai permasalahan, termasuk masalah kemiskinan ekstrem. Dalam Islam apa pun yang akan menyeret rakyat ke jurang kemiskinan tak akan dibiarkan, apa pun bentuknya. 

Islam tidak akan membiarkan ada penguasaan pihak yang kuat terhadap yang lemah di mana yang kuat menguasai kepemilikan umum. Tak kan dibiarkan individu atau swasta menguasai barang tambang, gas, minyak bumi, kehutanan, sumber daya air, jalan umum, pelabuhan, bandara, dan sebagainya yang merupakan milik umum dimiliki individu untuk menjadikan ekonomi pribadi mereka kuat serta mendominasi kekayaan yang seharusnya bukan haknya. Dengan ini tak kan terjadi si kaya terus kaya si miskin terus miskin.

Islam tidak akan melakukan pengembangan perekonomian pada sektor nonriil. Dalam Islam pengaturan pengembangan hanya untuk sektor riil yang secara mendasar menjadi fokus utama dalam sistem ekonomi berbasis syarak. Sektor riil mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Semakin banyak kegiatan produksi yang dilakukan, semakin banyak pula lapangan pekerjaan yang tersedia, hingga rakyat terhindar dari ketidakmampuan pemenuhan hajat hidupnya. Alhasil kemiskinan bisa dihindari.

Islam dengan sistem Ekonomi yang dijalankannya  menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi seluruh rakyat. Negara memberi kemudahan pada masyarakat untuk memperolehnya.

Tak ketinggalan pula dalam sistem Islam terkait pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara harus memenuhinya tanpa memungut biaya (gratis).

Sungguh, seluruh mekanisme di atas jika diterapkan sesuai aturan Islam, mengikuti perintah Allah Ta'ala dan sabda Nabi-Nya badai kemiskinan ekstrem akan berlalu berganti dengan kesejahteraan yang pasti tanpa basa basi.

Wallaahu a'laam bisshawaab.

Oleh: Sri Rahayu Lesmanawaty 
(Muslimah Peduli Generasi)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :