Jangan Salah Lagi - Tinta Media

Sabtu, 03 Februari 2024

Jangan Salah Lagi


Tinta Media - Sebuah peribahasa mengatakan 'keledai saja tidak jatuh ke lubang yang sama sampai dua kali'. Sebodoh-bodohnya manusia, ia bukanlah keledai. Manusia diberi kemuliaan oleh Allah Swt. berupa akal yang dengannya mampu membedakan baik dan buruk, mampu memahami syariat Allah Swt. Dengan akal, manusia mampu mengambil pelajaran dari kesalahan-kesalahannya sehingga tidak mengulanginya lagi.

Itulah ungkapan yang patut direnungkan oleh umat Islam menjelang pemilu 2024 nanti. Sebagaimana diketahui, di Indonesia sudah 12 kali pemilu diselenggarakan. Sebanyak itu pula, rakyat harus menerima kekecewaan. Janji-janji manis yang bertebaran saat musim kampanye, pada akhirnya hanya berbuah pahit yang harus ditelan. Namun anehnya, ketika tiba musim kampanye berikutnya, lagi-lagi rakyat dibuat seolah lupa ingatan akan kekecewaan mereka.

Rasulullah saw. telah mengingatkan dengan sabdanya,
"Seorang mukmin tidak boleh jatuh ke satu lubang dua kali." (HR Bukhari dan Muslim)

Artinya, tidak layak seorang mukmin mengulangi kesalahan. Tidak layak pula bagi kaum mukmin menjadi korban tipu daya. Sudah saatnya kaum muslimin menelaah, jika hanya berganti orang saja hasilnya tetap sama, maka harus mencari akar masalah yang sebenarnya.

Prof. Mahfud MD di tahun 2013 mengatakan, "Saat biaya politik semakin mahal, elite juga semakin jelek karena sistem yang dibangun mendorong ke arah korupsi. Malaikat masuk ke dalam sistem Indonesia pun bisa jadi iblis juga." (Republika, Senin/07/10/2013.

Pemilu adalah pestanya demokrasi yang sudah pasti berbiaya tinggi. Peserta yang kalah harus menanggung kerugian yang tidak sedikit, bahkan tak jarang hingga mengakibatkan depresi. Pemenang pun tentu tidak mau rugi. Modal politik yang telah dikeluarkan harus kembali ditambah dengan keuntungan yang berlipat ganda.

Dalam sistem kapitalisme yang berstandarkan materi, wajar jika segala aspek dijadikan bak perniagaan, termasuk dalam hal memperebutkan jabatan dan kekuasaan. Sistem ekonomi kapitalis telah mengajarkan kepada kita agar 'mengeluarkan sekecil-kecilnya untuk mendapatkan sebesar-besarnya'.

Walaupun ditambah dengan dukungan rakyat yang tanpa pamrih menjadi relawan, hasilnya tetap sama, kebijakan-kebijakan yang diambil tidak pro rakyat. Ini karena dukungan materi dalam sistem kapitalisme lebih kuat dan dihargai. Hasilnya, rakyat pun dikhianati.

Apalagi jika pengorbanan yang dilakukan sudah 'sebesar-besarnya', yaitu ketika menemui kegagalan kemudian dicoba lagi dan lagi. Berapa modal yang telah dikeluarkan? Berapa kerugian yang harus dikembalikan? Belum lagi keuntungannya.

Publik seharusnya menyadari bahwa kebaikan orang saja tidak akan mampu 'melawan arus' sistem yang berlaku. Sistem yang buruk akan melahirkan orang-orang yang buruk. Banyak fakta ketika seseorang yang berada dalam sistem mempertahankan idealismenya, tetapi akhirnya menyerah juga dikarenakan sulitnya 'melawan arus'.

Perubahan memang dimulai dari individu, tetapi tidak dengan melanggengkan sistem yang sudah jelas-jelas buruk. Namun, dengan kesadaran setiap individu bahwa sistem yang rusak tidak layak dipertahankan. Sistem yang rusak harus diganti dengan sistem yang benar, yang bukan bersumber dari manusia karena tak luput dari kesalahan, tetapi bersumber dari Zat yang Maha Sempurna, Allah Swt.
Wallahu a'lam bish shawab

Oleh: Nurhayati
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :