Industri Olah Raga Melemahkan Umat? - Tinta Media

Minggu, 25 Februari 2024

Industri Olah Raga Melemahkan Umat?



Tinta Media - Industri bola yang bergengsi dan melibatkan sumber daya ekonomi banyak adalah piala dunia. Bisa jadi, olimpiade juga dapat menyamainya. Pertandingan antar bangsa ini berguna untuk memupuk semangat persatuan dan kebangsaan. Bahkan, sampai ada yang menyatakan bahwa atlet dan pemain yang sedang berlaga dalam even tersebut sedang berjihad. Terdengar begitu bijak dan heroik, bukan?

Jihad dalam arti bahasa adalah bersungguh-sungguh. Mungkin bisa saja disematkan, tetapi jihad sebagai istilah adalah aktivitas-aktivitas yang terkait langsung dengan perang fisik, seperti pengerahan tentara, pembuatan senjata, mempelajari ilmu pembuatan senjata, dan aktivitas lain yang terkait langsung dengannya.

Seperti Khilafah Utsmaniyah yang mengerahkan semua sumber daya dalam Perang Dunia Pertama, walau mereka kalah perang setelah berjihad melawan blok sekutu yang dimotori Inggris dan Prancis.
Pemenang perang akhirnya membagi-bagi wilayah kekuasaan  Khilafah Utsmaniyah. Pembagian ini dilakukan dalam perundingan Sykes-Picot. Kemudian, lahirlah banyak negara bangsa setelahnya.
Karena pembagian dilakukan di atas peta, maka batas-batas negara baru itu lurus-lurus saja. Lihat batas-batas negara Mesir, misalnya.

Hal demikian juga terlihat dari batas negara yang tampak di pulau Papua. Sesama penjajah tentu membagi wilayah jajahan mereka lewat perjanjian dengan menggunakan peta juga.

Hal unik lainnya adalah model dan warna bendera negara yang dulunya menjadi bagian Khilafah Utsmaniyah ternyata mirip desainnya, baik pola dan pilihan warna. Hal itu terjadi karena memang idenya juga lahir dalam perjanjian Sykes-Picot.

Silakan diperiksa bagian bendera yang ada di ikon grup WA, banyak yang mirip, bukan? Bahkan, termasuk bendera Palestina yang masih terjajah secara fisik sampai sekarang. Bagi yang mau memeriksa lebih lanjut, silakan periksa tahun kemerdekaan negara yang mempunyai kemiripan desain benderanya dengan Palestina tersebut. Saya pastikan, Anda akan menemukan semuanya merdeka setelah tahun 1916 Masehi.

Pemenang perang yang jadi penguasa dunia juga merancang strategi agar umat senantiasa lemah dan tetap berpecah belah. Mereka tidak ingin muncul lagi persatuan hakiki umat Islam. Maka, tidak heran jika perselisihan bahkan perang antar bangsa yang rakyatnya mayoritas Islam sering terjadi.

Salah satu strategi mereka yaitu dengan merancang "perang semu" untuk memupuk semangat nasionalisme negara-negara bangsa.

Maka, dihadirkanlah ajang piala dunia dan olimpiade yang digunakan untuk tetap memompa semangat persatuan negara bangsa.

Terciptalah ashabiyah (fanatisme) kebangsaan di benak umat. Mereka jadi lalai dan lupa bahwa dahulunya pernah bersatu dalam satu kepemimpinan, yaitu Khilafah Utsmaniyah, Khilafah Abasiyah, Khilafah Umawiyah, Khulafaurrasyidin yang mewarisi kepemimpinan dari Rasulullah shalallahualaihiwassalam.

Khilafah tentu dalam sejarahnya diwarnai dengan pasang surut karena memang sistem kepemimpinan tersebut dijalankan manusia bukan malaikat.

Sejarah awal negara bangsa merupakan "lubang kadal gurun (biawak)" yang dirancang keturunan Yahudi dalam rangka mewujudkan mimpi mereka untuk menghegemoni dunia.

Mereka sadar, selagi bangsa-bangsa masih disatukan oleh agama, seperti Eropa yang pernah bersatu di bawah kekristenan dan Arab di bawah Islam, mereka tidak punya peluang untuk mewujudkan mimpinya.

Propaganda mereka berhasil dengan terjadinya Renaisance dan Revolusi Prancis. Revolusi ini meruntuhkan kekuasaan berbasis kekristenan di Eropa. Ketika negara bangsa di Eropa juga memusuhi mereka, selanjutnya kepemimpinan Islam menjadi targetnya. Makar dan propaganda  "pan arab"  mereka berhasil juga melahirkan Revolusi Arab. Revolusi ini berpengaruh sangat penting terhadap keruntuhan Khilafah Utsmaniyah di tahun 1924 Masehi, walau banyak lagi faktor lainnya.

Mereka berhasil lagi. Setelah Perang Dunia Kedua, lahirlah negara bangsa impian keturunan Yahudi. "Bidan"-nya Inggris, "dokter"-nya Amerika. Maka, wajar negara bangsa ini selalu di dukung sang "polisi dunia". Negara yang jadi bayangan dari  negara-negara Arab ini sampai sekarang masih menjajah dan melakukan genosida terhadap umat Islam di Baitul maqdis. Semoga laknat Allah Azza wa Jalla tetap pada mereka.

Negara bangsa dengan penduduk mayoritas muslim yang lemah dari banyak sisi hanya diam saja

Mereka membela mati-matian bangsa sendiri dan nyaman dalam berpecah belah, tenggelam dalam euforia "perang semu".

"Itu bukan urusan kita. Itu masalah mereka."

Ungkapan itu terdengar keren dan bijak.

Walau ada kecaman, aksi boikot, bantuan obat-obatan, dan makanan dari sebagian umat dan pemimpin umat, hal itu tidaklah cukup, karena yang diperlukan adalah segera mengirim kekuatan tentara. Tentara hanya bisa digerakkan oleh pimpinan negara.
Itulah yang dilakukan oleh Khalifah Mu'tashim ketika membela seorang muslimah yang dilecehkan di Amuria. Sang Khalifah mengirim tentaranya, ujungnya sudah sampai di Amuria, ekornya masih di Baghdad. Baghdad saat itu menjadi ibu kota khilafah.

Saya yakin banyak tentara muslim ingin berangkat ke Palestina, Uyghur, Khasmir, Rohingya, atau lainnya. Mereka tinggal menunggu perintah jihad saja.

Keinginan Itu hanya akan terjadi jika segenap komponen umat mau dan rindu kembali bersatu tanpa sekat negara bangsa dan mau berjuang untuk menegakkan khilafah.
Terdengar mimpi dan utopia? Tidak bagi umat yang kuat keyakinannya terhadap janji Allah Azza wa Jalla dan bisyarah (kabar gembira)  dalam hadis Rasulullah shalallahualaihiwassalam.

Oleh: Mak Wok
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :